Bekasi (Antara Megapolitan) - Tujuh terdakwa kasus vaksin palsu di Kota Bekasi, Jawa Barat, menerima tuduhan tindak pidana pencucian uang dari hasil produksi serta pengedaran vaksin palsu kepada masyarakat.
"Ada tujuh terdakwa dalam lima berkas kasus vaksin palsu yang kami kategorikan sebagai kasus pencucian uang," kata Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bekasi Andi Adikawira di Bekasi, Senin.
Ketujuh terdakwa itu antara lain pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina selaku produsen, Iin Sulastri dan Syafrizal selaku pengedar vaksin palsu, Agus Priyanto selaku produsen dan Mirza Sutarman selaku pemilik apotek sekaligus pengedar.
"Ada informasi kepada kejaksaan bahwa uang yang mereka terima dari bisnis terlarang itu seolah-olah berasal dari usaha yang legal," katanya.
Dikatakan Adikawira, uang hasil bisnis ilegal itu diduga disamarkan asal-usulnya oleh terdakwa sehingga tuntutannya diarahkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
"Latar belakang penetapan tindak pidana pencucian uang itu agar negara bisa menyita aset yang kini dimiliki para terdakwa," katanya.
Aset tersebut ada yang berupa klinik kesehatan, rumah, kendaraan, dan tanah.
"Namun kami masih selidiki keberadaan aset-aset yang diduga hasil pencucian uang vaksin palsu," katanya.
Selain penarikan aset, kata dia, sanksi bagi terdakwa pencucian uang juga akan dipenjara maksimal 20 tahun berikut denda Rp1 miliar.
"Kami targetkan berkas tindak pidana pencucian uang ini sudah diserahkan pada Pengadilan Negeri Bekasi pekan depan dan sidangnya bisa segera berjalan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Ada tujuh terdakwa dalam lima berkas kasus vaksin palsu yang kami kategorikan sebagai kasus pencucian uang," kata Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bekasi Andi Adikawira di Bekasi, Senin.
Ketujuh terdakwa itu antara lain pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina selaku produsen, Iin Sulastri dan Syafrizal selaku pengedar vaksin palsu, Agus Priyanto selaku produsen dan Mirza Sutarman selaku pemilik apotek sekaligus pengedar.
"Ada informasi kepada kejaksaan bahwa uang yang mereka terima dari bisnis terlarang itu seolah-olah berasal dari usaha yang legal," katanya.
Dikatakan Adikawira, uang hasil bisnis ilegal itu diduga disamarkan asal-usulnya oleh terdakwa sehingga tuntutannya diarahkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
"Latar belakang penetapan tindak pidana pencucian uang itu agar negara bisa menyita aset yang kini dimiliki para terdakwa," katanya.
Aset tersebut ada yang berupa klinik kesehatan, rumah, kendaraan, dan tanah.
"Namun kami masih selidiki keberadaan aset-aset yang diduga hasil pencucian uang vaksin palsu," katanya.
Selain penarikan aset, kata dia, sanksi bagi terdakwa pencucian uang juga akan dipenjara maksimal 20 tahun berikut denda Rp1 miliar.
"Kami targetkan berkas tindak pidana pencucian uang ini sudah diserahkan pada Pengadilan Negeri Bekasi pekan depan dan sidangnya bisa segera berjalan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017