Bogor (Antara Megapolitan) - Bupati Bogor Nurhayanti bersama unsur Muspika Kecamatan Cisarua, dan Komunitas Pecinta Ciliwung (KPC) melakukan aksi bersih-bersih dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional 2017.

"Penanganan sampah harus dimulai dari rumah tangga, mulai memilah sampah, memisahkan antara organik dan tidak organik," kata Nurhayanti di Bogor, Selasa.

Aksi bersih-bersih dilakukan di dua titik yang menjadi lokasi penumpukan sampah rumah tangga di kawasan Puncak. Titik pertama yakni Jembatan Cisampai, dan Kampung Persit, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua.

Menurut Nurhayanti, aksi bebersih di kawasan hulu Puncak menjadi momentum bagi Pemerintah Kabupaten Bogor bersama warga dan komunitas sama-sama bergerak membesihkan Bogor dari sampah.

Mantan Sekda Kabupaten Bogor ini menyebutkan, produksi sampah di Kabupaten Bogor mencapai 1.200 ton per hari, dari jumlah tersebut jumlah yang terangkut hanya sekitar 450 ton saja, atau sekitar 25 persen.

Menurutnya, luasnya wilayah meliputi 40 kecamatan dengan jumlah penduduk melebihi jumlah warga Singapura yakni 5,3 juta jiwa menjadi salah satu kendala belum seluruhnya sampah terangkut.

"Kita sudah siapkan rencana induk dalam pengelolaan sampah ini, apalagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga sudah membuat. Targetnya 2020 Kabupaten Bogor bebas sampah," katanya.

Wanita yang akrab disapa Yanti ini mengatakan, perlu melakukan sosialisasi dan edukasi masyarakat agar mau mengolah sampah sejak dari rumah. Karena tidak semua sampah dapat ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

"Kami akan melibatkan komunitas-kominitas peduli lingkungan salah satunya KPC untuk sama-sama mengedukasi masyarakat cara mengolah sampah," katanya.

Sementara itu, ahli tata ruang IPB dan juga Ketua Konsorsium Penyelamatan Puncak, Ernan Rustian menyebutkan, saat ini dunia tengah berupaya mengubah definisi sampah di masyarakat.

"Di dalam kamus, sampah diartikan barang untuk dibuang, tetapi kini dunia sedang mengubah definisi sampah menjadi barang untuk dimanfaatkan," katanya.

Ia mengatakan, dengan definisi sampah sebagai barang untuk dibuang, membuat masyarakat menjadikan sampah sebagai barang yang memang harus dibuang. Padahal, sampah dampat dimanfaatkan, bahkan memiliki nilai tambah.

Menurutnya, sampah tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, tetapi juga tanggungjawab semua pihak, masyarakat, swasta, dan stakeholder.

Karena, lanjutnya hasil penelitian menyebutkan 70 persen dari produksi sampah rumah tangga adalah sampah organik. Sisanya tidak organik, atau sampah plastik yang perlu dibuang ke TPA.

"Artinya Pemerintah sudah memenuhi kewajibannya mengangkat sampah 25 sampai 30 persen. Karena 70 persen sampah organik yang dihasilkan limbah rumah tangga diolah dari di rumah," katanya.

Ia menambahkan, akan sangat disayangkan jika 70 persen yang terangkut adalah sampah organik yang akan terbuang begitu saja. Sementara, sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai kompos dan penyubur tanaman.

Sekitar 100 orang terlibat dalam aksi mulung sampah di kawasan Puncak. Mereka membawa karung dan plastik sampah berukuran 25 kg, untuk mengangkut sampah di dua titik yang telah ditunjuk.

Ketua KPC Kota Bogor, Een Irawan Putra menyebutkan, pihaknya menemukan sejumlah desa yang memiliki gunungan tumpukan sampah yang tidak terangkut di kawasan Puncak.

"Ada dua desa yang kami temukan banyak tumpukan sampah, dua titik di Desa Tugu Utara yakni Jembatan Cisampai dan Kampung Perkit, dan satu lagi di Kampung Teladan di Desa Tugu Utara," katanya.

Menurut Een, penumpukan sampah terjadi karena masyarakat belum memiliki akses untuk membuangnya ke TPA. Selain itu, mobil pengangkut sampah hanya datang seminggu sekali dan tidak semua wilayah terjangkau.

"Masyarakat juga masih minim edukasi tentang pengelolaan sampah," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017