Peneliti asal Indonesia di CRISPR Therapeutics, Amerika Serikat, Jeremy Pandji memaparkan cara kerja gene editing atau rekayasa genetik jika diterapkan dalam sel tubuh manusia.
Dalam seminar Gene Editing dan Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat, Jeremy mengungkapkan gene editing bekerja dengan memanfaatkan DNA sequence atau urutan DNA yang berulang jika diurutkan dari awal atau akhir, atau biasanya disebut sebagai palindrom.
"Kemudian DNA tersebut dipisahkan oleh DNA spacer (pengatur jarak) yang unik, dan terdapat banyak jenis gen berbeda di dalamnya," katanya.
DNA spacer tersebut, kata Jeremy, cocok dengan DNA virus. Sehingga, gene editing bekerja saat virus ke dalam sel bakteri, yang kemudian menghasilkan DNA spacer baru, lalu diintegrasikan ke dalam urutan DNA yang telah diubah, sehingga RNA yang telah dihasilkan dapat mengarahkan sel molekul untuk menghancurkan gen virus tersebut.
Gene editing, sambungnya, dapat diterapkan dalam berbagai bidang, di antaranya bioteknologi agrikultur, penelitian sel hewan, penelitian wabah, serta rekayasa genetik pada manusia. Salah satunya dalam kasus anemia sel sabit, penyakit genetik yang mengubah sel darah merah dari bulat dan fleksibel menjadi bentuk seperti bulan sabit dan kaku.
"Akibatnya bisa menyebabkan kerusakan organ, infeksi, anemia, kelelahan, dan kesakitan," ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Rizka Andalucia mengatakan terapi berbasis gene editing dapat membantu proses pengobatan penyakit yang terkait dengan masalah genetik.
"Terapi gen berbasis sel membawa harapan untuk membantu pengidap anemia akibat gen ini terkait penyembuhan dan peningkatan kualitas hidupnya," katanya dalam kesempatan yang sama.
Melalui gene editing, lanjut Rizka, tenaga medis dapat mengetahui gen penyebab kelainan tersebut, serta memanipulasi dan memodifikasinya agar sejumlah penyakit genetik tersebut tidak berproses dan memberikan kesembuhan pada pengidapnya.
Tidak hanya anemia, kata dia, sejumlah penyakit lainnya seperti kanker, kebutaan, dan AIDS juga dapat diupayakan kesembuhannya melalui terapi berbasis gene editing.
Berdasarkan data yang ia himpun, setidaknya tercatat sebanyak 1.100 jenis terapi berbasis gene editing yang dapat dilakukan. Beberapa di antaranya sudah mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) yang menjadi patokan Internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Dalam seminar Gene Editing dan Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat, Jeremy mengungkapkan gene editing bekerja dengan memanfaatkan DNA sequence atau urutan DNA yang berulang jika diurutkan dari awal atau akhir, atau biasanya disebut sebagai palindrom.
"Kemudian DNA tersebut dipisahkan oleh DNA spacer (pengatur jarak) yang unik, dan terdapat banyak jenis gen berbeda di dalamnya," katanya.
DNA spacer tersebut, kata Jeremy, cocok dengan DNA virus. Sehingga, gene editing bekerja saat virus ke dalam sel bakteri, yang kemudian menghasilkan DNA spacer baru, lalu diintegrasikan ke dalam urutan DNA yang telah diubah, sehingga RNA yang telah dihasilkan dapat mengarahkan sel molekul untuk menghancurkan gen virus tersebut.
Gene editing, sambungnya, dapat diterapkan dalam berbagai bidang, di antaranya bioteknologi agrikultur, penelitian sel hewan, penelitian wabah, serta rekayasa genetik pada manusia. Salah satunya dalam kasus anemia sel sabit, penyakit genetik yang mengubah sel darah merah dari bulat dan fleksibel menjadi bentuk seperti bulan sabit dan kaku.
"Akibatnya bisa menyebabkan kerusakan organ, infeksi, anemia, kelelahan, dan kesakitan," ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Rizka Andalucia mengatakan terapi berbasis gene editing dapat membantu proses pengobatan penyakit yang terkait dengan masalah genetik.
"Terapi gen berbasis sel membawa harapan untuk membantu pengidap anemia akibat gen ini terkait penyembuhan dan peningkatan kualitas hidupnya," katanya dalam kesempatan yang sama.
Melalui gene editing, lanjut Rizka, tenaga medis dapat mengetahui gen penyebab kelainan tersebut, serta memanipulasi dan memodifikasinya agar sejumlah penyakit genetik tersebut tidak berproses dan memberikan kesembuhan pada pengidapnya.
Tidak hanya anemia, kata dia, sejumlah penyakit lainnya seperti kanker, kebutaan, dan AIDS juga dapat diupayakan kesembuhannya melalui terapi berbasis gene editing.
Berdasarkan data yang ia himpun, setidaknya tercatat sebanyak 1.100 jenis terapi berbasis gene editing yang dapat dilakukan. Beberapa di antaranya sudah mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) yang menjadi patokan Internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024