Pengamat Politik Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya merombak total format debat untuk forum berikutnya dengan membatasi ekspresi capres di debat pertama.

"Format debat yang diusung KPU tidak kondusif bagi para kandidat Capres untuk menyampaikan visi misi dan pendapat mereka dengan baik," kata Vishnu di Kampus UI Depok, Kamis.

Secara tegas, Vishnu mengkritik pengemasan debat yang dianggapnya sangat kaku, penuh protokoler, dan sarat seremonial. "Dengan pengemasan debat seperti itu, maka para kandidat Capres menjadi sangat terbatas waktunya dalam merespons pertanyaan," ujar Vishnu.

Menurutnya, perlu adanya pembaruan dalam format debat, dan KPU dapat mencontoh format debat kandidat Presiden atau Perdana Menteri seperti di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, atau Australia.

"Format debat yang lebih sederhana dengan pertanyaan yang tidak terlalu banyak akan memberikan ruang lebih bagi para kandidat untuk mengeksplorasi opsi kebijakan publik secara lebih komprehensif," tambah Vishnu.

Baca juga: Pengamat UI: pengangkatan KSAD untuk konsolidasikan otoritas Presiden di TNI

Ia juga menyoroti peran moderator yang dianggapnya kurang efektif dalam menyampaikan pertanyaan dan mengecek ketidakkonsistenan pesan dari para kandidat.

Menurutnya, moderator dalam debat KPU lebih berperan sebagai Master of Ceremony dan time keeper bukan sebagai moderator sesungguhnya.

Dalam analisisnya, Vishnu memaparkan dinamika debat antara Anies, Prabowo, dan Ganjar. "Anies mencoba mempertegas posisinya sebagai oposisi terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo," kata Vishnu.

Anies menyoroti berbagai kekurangan, seperti turunnya nilai indeks demokrasi dan sulitnya kebebasan berpendapat. Namun, Prabowo terlihat memosisikan diri sebagai penerus program pembangunan Presiden Joko Widodo.

"Prabowo menjadi 'Pembela' Jokowi bahwa demokrasi di Indonesia baik-baik saja saat diserang oleh Anies," ungkap Vishnu.

Saat diserang oleh kedua Capres lain, Prabowo merespons dengan emosional, terutama terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait usia Capres dan Cawapres.

Baca juga: Pengamat UI: Penetapan status tersangka Firli Bahuri turunkan kredibilitas KPK

Ganjar, di sisi lain, mencoba menyampaikan gaya yang berbeda dengan pendekatan story telling. Ia menonjolkan kesulitan kebebasan berpendapat saat ini dan mencantumkan beberapa kali nama Melki, Ketua BEM UI.

Yang menarik, Ganjar mencoba membedakan dirinya dari Presiden Joko Widodo dengan menonjolkan pencapaiannya sebagai Gubernur Jawa Tengahi.

"Ini menarik mengingat kekuatan Ganjar saat surveinya tinggi, terutama tahun lalu, karena diasosiasikan sebagai penerus Presiden Jokowi," papar Vishnu.

Dalam konteks elektabilitas, strategi bertolak belakang antara Prabowo dan Ganjar menjadi menarik.

"Dampak ke depannya bagi elektabilitas Prabowo dan Ganjar bisa menjadi menarik, terutama mengingat tingkat kepuasan Presiden Jokowi yang masih tinggi di atas 70 persen mengacu hasil beberapa Lembaga survei yang kredibel minggu ini," ungkap Vishnu.

Baca juga: Pengamat UI: Prabowo dan Gibran kokoh di tengah kontroversi politik dinasti

Prabowo mungkin mendapat keuntungan dengan kondisi seperti ini, terlebih Cawapresnya Gibran adalah Putra Presiden Jokowi.

"Anies sepertinya ingin mengoptimalkan posisinya sebagai oposisi dengan harapan bisa maju ke putaran kedua dalam Pemilihan Presiden ini," Vishnu.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023