Miami (Antara Megapolitan) - Pria Florida tidak mengajukan keberatan saat dijatuhi hukuman 30 tahun penjara setelah pada tahun lalu membakar masjid yang merupakan tempat ibadah Omar Mateen, pelaku penembakan klub malam Orlando.

Joseph Schreiber, 32, menyebabkan kerusakan senilai lebih dari 100 ribu dolar AS pada Pusat Kajian Islam Fort Pierce atas tindakan membakar masjid tersebut. 

Aksi pembakaran masjid dilakukan pada 11 September 2016, bertepatan dengan ulang tahun ke-15 serangan 11 September, demikian pihak berwenang seperti dikutip Reuters, Selasa. Kejahatan itu juga bertepatan dengan hari raya Idul Adha atau hari raya Kurban.

Tidak ada korban akibat ulah Schreiber, tetapi kebakaran memaksa jamaah pindah melaksanakan ibadah ke tempat lain.

Schreiber mengatakan kepada polisi setelah penangkapannya pada September bahwa serangannya pada masjid itu tidak berhubungan dengan Mateen, kata Wakil Jaksa Wilayah Steve Gosnell.

Pengacara untuk Schreiber tidak dapat segera dihubungi setelah sidang pemeriksaan pada Senin di St. Lucie County.

Masjid itu dekat dengan apartemen Mateen, tempat ia tinggal bersama dengan istrinya sebelum membunuh 49 orang dan melukai puluhan lebih di klub malam "gay" di Orlando pada Juni. Itu adalah penembakan massal paling mematikan dalam sejarah modern AS.

Mateen berjanji setia kepada kepala kelompok militan IS selama panggilan darurat 911 sebelum terbunuh dalam baku tembak dengan polisi setelah tiga jam penyanderaan di klub malam Pulse. Penyidik tidak percaya ia mendapat bantuan dari luar organisasi.

Schreiber mengatakan kepada penyidik ia melihat ajaran-ajaran Islam sebagai ancaman keamanan nasional, kata Gosnell. Polisi sebelumnya menyebur laman Facebook Schreiber sebagai retorika anti-Muslim.

"Dia mengatakan dia tidak marah, dan dia tidak melakukannya dengan kebencian," kata jaksa.

Schreiber terancam hukuman penjara seumur hidup merujuk pada sejarah catatan kriminalnya dan tuduhan terhadap dirinya, pembakaran bermotif prasangka, merupakan kejahatan kebencian di Florida, kata Gosnell.

"Ini mengerikan ketika ada serangan pada rumah ibadah untuk tujuan apa pun," kata jaksa.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani keputusan presiden, yang berlaku atas pemegang paspor dari Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman. 

Orang-orang pemegang paspor tersebut dilarang untuk memasuki AS. Trump juga menghentikan sementara kebijakan menerima pengungsi di negara itu.

Gedung Putih menyatakan langkah-langkah tersebut perlu demi keamanan nasional. Namun para jaksa agung demokratis di beberapa negara bagian menyebutnya tidak konstitusional.

Dalam menanggapi itu, Trump disebutkan menyampaikan melalui media gaulnya bahwa ancaman terorisme kelompok keras sangat nyata merujuk pada yang terjadi di Eropa dan Timur Tengah. Ia meminta pengadilan bertindak cepat. 

Pewarta:

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017