Jakarta (Antara Megapolitan) - Penghitungan wisatawan mancanegara (wisman) dengan metode "big data" yang berbasis penggunaan data seluler dipercaya mampu meningkatkan kualitas data pariwisata Indonesia.
    
Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi dan Pariwisata Badan Pusat Statistik (BPS) Titi Kanti Lestari di Jakarta, Rabu, mengatakan penggunaan big data sangat penting dalam meningkatkan kualitas data pariwisata.
    
"Dengan metode ini, bukan saja menyangkut jumlah wisman tapi berbagai 'behavior' mereka bisa diketahui dengan baik," kata Titi.
    
Dengan diketahuinya pola perilaku wisman yang berkunjung maka dapat terpantau pula misalnya minat wisman, lama tinggal di sebuah destinasi, pergerakan, hingga aktivitas termasuk jumlah belanja serta "costumer behavior" yang lain.
    
Titi mengatakan Indonesia mulai menerapkan sistem penghitungan wisman dengan pola "big data" sejak Oktober 2016 sebab pola seperti itu merupakan suatu keniscayaan seiring perkembangan teknologi.
    
Selain itu menurut dia, penggunaan pola tersebut tergolong cepat, berbiaya murah, dan memiliki akurasi yang tinggi.
    
"Kalau untuk kasus Indonesia ini solusi untuk menjangkau wilayah perbatasan," katanya.
    
Ia menambahkan, digitalisasi atau pemanfaatan data digital merupakan program BPS yang sudah dituangkan dalam rencana strategis (renstra) 2014-2018 dan bukan saja akan dilakukan untuk pariwisata tapi berbagai sektor lainnya.
    
Sementara pariwisata menjadi salah satu sektor yang memulai "road map" digitalisasi tersebut.
    
Penghitungan wisman dengan menggunakan data seluler dianggap banyak manfaatnya di antaranya mampu menangkap pergerakan data selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu sedangkan penggunaan metode lain yang selama ini digunakan yakni survei memiliki berbagai keterbatasan.
    
Penggunaan data roaming seluler juga tidak memerlukan sampling terhadap populasi melainkan langsung sensus pada setiap orang yang masuk.
    
Sementara jika menggunaan survei maka untuk membuat laporan memerlukan waktu yang relatif lebih lama.
    
Penggunaan data roaming meskipun bersifat massal tapi sangat personal karena melalui pola tersebut dapat diketahui profil seorang turis secara personal sehingga promosi dapat dilakukan dengan lebih tepat sasaran.
    
Titi mengatakan meski bukan negara pertama yang menerapkan big data untuk penghitungan wisman namun Indonesia tergolong sebagai negara awal yang menerapkan pola tersebut.
    
"Sudah beberapa yang menerapkan ini seperti misalnya Estonia, tapi kita memang generasi awal yang memakai perhitungan dengan pola seperti ini," katanya.
    
Ia menambahkan beberapa negara yang kini sedang menjajaki penggunaan pola big data untuk menghitung wisman yakni Spanyol, Belanda, dan Oman namun sebagian dari mereka masih terkendala dengan UU privasi yang lebih dulu ada di negara mereka.
    
Titi tidak menyangkal ada beberapa kelemahan dalam hal penggunaan data roaming untuk menghitung jumlah wisman yakni ketika wisman yang datang tidak mengaktifkan roaming selulernya sehingga ada kemungkinan wisman yang lolos hingga tidak terhitung dalam data.
    
Selain itu ada kemungkinan wisman yang menyeberang di perbatasan tidak semuanya membawa ponsel atau ketika ada kasus satu wisman mengaktifkan beberapa data roaming.
    
Namun Titi yakin bahwa penggunaan pola big data tetap akan mampu meningkatkan kualitas data pariwisata di Tanah Air. (Ant).
 

Pewarta: Hanni Sofia Soepardi

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017