Jenderal TNI Dudung Abdurachman resmi menyandang gelar profesor setelah dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Manajemen Strategis Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) di Jakarta, Selasa.
Pengukuhan Dudung sebagai profesor atau guru besar itu merupakan tindak lanjut Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nadiem Anwar Makarim pada 27 Oktober 2023 yang menjadi dasar pemberian gelar profesor terhadap mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) itu.
"Saya tentunya berterima kasih kepada Dewan Senat yang mengukuhkan saya dan tentunya berterima kasih kepada seluruh jajaran TNI Angkatan Darat yang telah berkontribusi dalam rangka menguatkan kepemimpinan saya di Angkatan Darat," kata Jenderal TNI Prof. Dudung Abdurachman selepas acara pengukuhan.
Dalam acara itu, Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer Jenderal TNI (Purn.) Prof. A. M. Hendropriyono memimpin langsung prosesi pengukuhan. Sidang pengukuhan itu turut dihadiri oleh Guru Besar STHM lainnya, yaitu Prof. Gayus Lumbuun dan Prof. Hikmahanto Juwana.
Baca juga: Kasad sebut mes perwira adalah investasi tingkatkan kesejahteraan prajurit
Dalam sidang pengukuhan itu, Dudung menyampaikan orasi ilmiah bertajuk "Pengaruh Geopolitik dan Geostrategi terhadap Penguatan Kepemimpinan TNI Angkatan Darat dalam Mewujudkan Fungsi Ketahanan Nasional".
Dalam orasinya, Dudung menyoroti pentingnya mengubah manajemen kepemimpinan TNI Angkatan Darat untuk lebih adaptif dan mengikuti kemajuan zaman.
"Berbeda dulu sifatnya kepemimpinan top-down, sekarang sudah beda. Kita harus mengayomi, kita harus mendengarkan pendapat, pendapat mereka, karena kalau kita tidak mendengarkan pendapat mereka dengan keputusan sepihak dari kita, justru nantinya tidak akan sejalan di dalam organisasi," kata Dudung.
Dia melanjutkan saat ini jajaran prajurit TNI AD sebagian besar merupakan mereka yang masuk dalam Generasi Y/Millenial (lahir 1977–1994) dan Generasi Z (lahir 1997–2012). Dua generasi itu merupakan mereka yang hidup di tengah kemajuan teknologi. Dalam orasi ilmiah-nya, Dudung menyebut situasi itu sebagai bagian dari disrupsi.
Baca juga: Kasad nilai beberapa meriam TNI AD yang digunakan saat ini perlu modernisasi
"Sekarang Generasi Z, Generasi Y ini adalah anak buah kita di lapangan, dia sudah menggunakan HP (gawai, red.), sosial media yang luar biasa, apabila kita tidak ikuti dengan literasi, maka kita akan terjebak dengan situasi tersebut," papar guru besar STHM itu.
Oleh karena itu, manajemen kepemimpinan di TNI AD perlu terbuka dan fleksibel, terutama dalam beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Dalam orasinya, Dudung pun menyebut ada tujuh strategi manajemen kepemimpinan yang dapat dipraktikkan di TNI AD untuk merespon disrupsi teknologi dan dinamika geopolitik dunia, yaitu pemetaan potensi ancaman dan prioritas keamanan, pembentukan kemitraan dan aliansi, pengelolaan sumber daya, kesiapan dan latihan, diplomasi dan hubungan masyarakat, serta pengawasan teritorial.
Terkait gelar profesor dan status guru besar yang dia sandang, Dudung menilai itu menunjukkan pentingnya ada keterhubungan dalam disiplin militer dan disiplin ilmu non-militer.
"Bagi saya bahwa sebagai seorang (berlatar) militer ini tidak cukup ilmunya dalam rangka menggeluti dunia militer meskipun saya bintang empat, tetapi ada ilmu-ilmu sipil yang harus kita kuasai," ujar Jenderal TNI Dudung Abdurachman.
Baca juga: Kasad minta prajurit TNI AD yang akan berangkat ke Papua jangan langgar aturan
Di Sekolah Tinggi Hukum Militer, Dudung aktif mengajar sejak 2019. Beberapa mata kuliah yang dia ampu terkait dengan manajemen strategis, operasi militer perang (OMP), dan operasi militer selain perang (OMSP).
Sekolah Tinggi Hukum Militer, yang berdiri sejak 1952, merupakan unsur pelaksana dari Direktorat Hukum TNI Angkatan Darat bidang pendidikan hukum. Sekolah tinggi itu mulanya bernama Sekolah Hukum Militer, kemudian Akademi Hukum Militer, Perguruan Tinggi Hukum Militer, dan sejak 1994 menjadi Sekolah Tinggi Hukum Militer.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Pengukuhan Dudung sebagai profesor atau guru besar itu merupakan tindak lanjut Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nadiem Anwar Makarim pada 27 Oktober 2023 yang menjadi dasar pemberian gelar profesor terhadap mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) itu.
"Saya tentunya berterima kasih kepada Dewan Senat yang mengukuhkan saya dan tentunya berterima kasih kepada seluruh jajaran TNI Angkatan Darat yang telah berkontribusi dalam rangka menguatkan kepemimpinan saya di Angkatan Darat," kata Jenderal TNI Prof. Dudung Abdurachman selepas acara pengukuhan.
Dalam acara itu, Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer Jenderal TNI (Purn.) Prof. A. M. Hendropriyono memimpin langsung prosesi pengukuhan. Sidang pengukuhan itu turut dihadiri oleh Guru Besar STHM lainnya, yaitu Prof. Gayus Lumbuun dan Prof. Hikmahanto Juwana.
Baca juga: Kasad sebut mes perwira adalah investasi tingkatkan kesejahteraan prajurit
Dalam sidang pengukuhan itu, Dudung menyampaikan orasi ilmiah bertajuk "Pengaruh Geopolitik dan Geostrategi terhadap Penguatan Kepemimpinan TNI Angkatan Darat dalam Mewujudkan Fungsi Ketahanan Nasional".
Dalam orasinya, Dudung menyoroti pentingnya mengubah manajemen kepemimpinan TNI Angkatan Darat untuk lebih adaptif dan mengikuti kemajuan zaman.
"Berbeda dulu sifatnya kepemimpinan top-down, sekarang sudah beda. Kita harus mengayomi, kita harus mendengarkan pendapat, pendapat mereka, karena kalau kita tidak mendengarkan pendapat mereka dengan keputusan sepihak dari kita, justru nantinya tidak akan sejalan di dalam organisasi," kata Dudung.
Dia melanjutkan saat ini jajaran prajurit TNI AD sebagian besar merupakan mereka yang masuk dalam Generasi Y/Millenial (lahir 1977–1994) dan Generasi Z (lahir 1997–2012). Dua generasi itu merupakan mereka yang hidup di tengah kemajuan teknologi. Dalam orasi ilmiah-nya, Dudung menyebut situasi itu sebagai bagian dari disrupsi.
Baca juga: Kasad nilai beberapa meriam TNI AD yang digunakan saat ini perlu modernisasi
"Sekarang Generasi Z, Generasi Y ini adalah anak buah kita di lapangan, dia sudah menggunakan HP (gawai, red.), sosial media yang luar biasa, apabila kita tidak ikuti dengan literasi, maka kita akan terjebak dengan situasi tersebut," papar guru besar STHM itu.
Oleh karena itu, manajemen kepemimpinan di TNI AD perlu terbuka dan fleksibel, terutama dalam beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Dalam orasinya, Dudung pun menyebut ada tujuh strategi manajemen kepemimpinan yang dapat dipraktikkan di TNI AD untuk merespon disrupsi teknologi dan dinamika geopolitik dunia, yaitu pemetaan potensi ancaman dan prioritas keamanan, pembentukan kemitraan dan aliansi, pengelolaan sumber daya, kesiapan dan latihan, diplomasi dan hubungan masyarakat, serta pengawasan teritorial.
Terkait gelar profesor dan status guru besar yang dia sandang, Dudung menilai itu menunjukkan pentingnya ada keterhubungan dalam disiplin militer dan disiplin ilmu non-militer.
"Bagi saya bahwa sebagai seorang (berlatar) militer ini tidak cukup ilmunya dalam rangka menggeluti dunia militer meskipun saya bintang empat, tetapi ada ilmu-ilmu sipil yang harus kita kuasai," ujar Jenderal TNI Dudung Abdurachman.
Baca juga: Kasad minta prajurit TNI AD yang akan berangkat ke Papua jangan langgar aturan
Di Sekolah Tinggi Hukum Militer, Dudung aktif mengajar sejak 2019. Beberapa mata kuliah yang dia ampu terkait dengan manajemen strategis, operasi militer perang (OMP), dan operasi militer selain perang (OMSP).
Sekolah Tinggi Hukum Militer, yang berdiri sejak 1952, merupakan unsur pelaksana dari Direktorat Hukum TNI Angkatan Darat bidang pendidikan hukum. Sekolah tinggi itu mulanya bernama Sekolah Hukum Militer, kemudian Akademi Hukum Militer, Perguruan Tinggi Hukum Militer, dan sejak 1994 menjadi Sekolah Tinggi Hukum Militer.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023