Ahli Gizi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Fitri Hudayani menyarankan warga untuk tidak minum minuman manis untuk menghilangkan dehidrasi selama musim kemarau di DKI Jakarta.

Ia mengatakan cuaca panas membuat tubuh banyak berkeringat. Rasa haus pun menjadi indikator meningkatnya kebutuhan cairan dalam tubuh.
 
"Jika minum minuman kemasan atau yang memiliki rasa untuk menghilangkan rasa haus, maka konsekuensinya akan meningkatkan asupan gula dalam tubuh," kata Fitri kepada Antara di Jakarta, Jumat.
 
Ia menerangkan gula adalah sumber karbohidrat yang kemudian dikonversikan menjadi kalori.
 
Baca juga: Pakar: Lindungi diri dari cuaca panas dengan tetap terhidrasi agar terhindar dari berbagai penyakit
 
Apabila kalori dari minuman manis tersebut menambah asupan energi yang sudah didapatkan dari makanan lain, maka asupan gula murni dan energi dalam tubuh akan meningkat.
 
"Konsekuensinya, nanti gula darah bisa naik, kemudian berat badan juga naik," ujarnya.
 
Selain itu, apabila mengonsumsi karbohidrat berlebihan dan tidak dibakar, maka akan tersimpan menjadi lemak di dalam tubuh.
 
"Itu berisiko menimbulkan adanya penumpukan lemak di dalam hati," jelasnya.
 
Baca juga: Kemenkes usung jargon "Jangan Tunggu Haus" pada musim haji 2022
Ia menegaskan cairan yang paling baik untuk menghilangkan dehidrasi adalah air putih.
 
"Kalau misalnya dalam kondisi haus, untuk menggantikan cairan tubuh atau agar tubuh lebih nyaman, yang paling baik adalah air putih saja," kata Fitri.
 
Ia menganjurkan untuk minum air putih minimal 2-2,5 liter atau 8-10 gelas sehari. Sumber cairan lain yang bisa dikonsumsi adalah dari buah-buahan yang mengandung air seperti semangka dan makanan yang mengandung kuah seperti sop.
 
Sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta, mengalami suhu panas akibat cuaca ekstrem dalam beberapa waktu terakhir.
 
Baca juga: Kenali gejala dan cara menangani dehidrasi pada anak
 
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan cuaca panas dengan suhu rata-rata 35-39 derajat Celcius diprediksi hingga awal 2024.
 
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari BRIN Eddy Hermawan menjelaskan suhu udara yang menyengat dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang diprakirakan mencapai puncak pada Oktober 2023.
 
El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normalnya di Samudra Pasifik bagian tengah
 
Ia mengatakan El Nino 3.4 sudah bergerak mendekati wilayah Indonesia dan kondisi itu menyebabkan peningkatan suhu di atas rata-rata.

Pewarta: Nadia Putri Rahmani

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023