Bekasi (Antara Megapolitan) - Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Jawa Barat, menggelar penyuluhan HIV/AIDS secara serentak di 18 lokasi dalam rangka peringatan Hari AIDS sedunia, Kamis.

"Penyuluhan ini kita gelar di sejumlah titik keramaian masyarakat, kampus-kampus, terminal, panti," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Kusnanto Saidi di Bekasi, Kamis.

Kegiatan itu digelar pada 1-7 Desember 2016 yang berlokasi di Terminal Induk Kota Bekasi, Unisma, STIKES Medistra, STIKES Mitra Timur, Akademi Kebidanan Prima Indonesia, STIKES Banisaleh, STIKES Bina Insani, Universitas Bhayangkara, Bina Sarana Informatika, Panti Galuh, terminal dan sejumlah titik keramaian.

Kusnanto mengungkapkan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Bekasi diproyeksikan naik hingga penghujung tahun 2016.

Sebab sampai Oktober 2016, jumlah kasus HIV yang ditemukan mencapai 3.901 kasus, sedangkan AIDS mencapai 1.354 kasus.

"Tingginya jumlah kasus HIV/AIDS, bukan berarti jumlah penderitanya bertambah, tapi karena kinerja kita maksimal untuk menemukan penyakit itu di tengah masyarakat," katanya.

Kusnanto mengatakan kasus HIV/AIDS sebenarnya fenomena gunung es, di mana data yang sudah terungkap itu bukan data yang utuh, tapi jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar dari data yang ada saat ini.

"Makanya karena kinerja yang maksimal itu, jadi kasusnya baru terungkap oleh kami sekarang ini," katanya.

Dari sembilan kecamatan yang ada di Kota Bekasi, potensi penyebaran penyakit HIV/AIDS yang paling tinggi berada di Kecamatan Pondokgede.

Kemudian disusul oleh Kecamatan Jatisampurna sebagai peringkat nomor dua.

"Di sana banyak tempat penyebaran seks seperti warung remang-remang, sehingga potensi penyebarannya cukup tinggi," ujarnya.

Kusnanto menjelaskan untuk mengurangi penyebaran HIV/AIDS, diperlukan keterlibatan semua pihak, terutama dukungan keluarga dan pendampingan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.

"Peran penggiat juga penting untuk bersinergi dengan pemerintah memberantas penyakit ini," katanya.

Sementara itu, kegiatan penyuluhan tersebut dilakukan oleh 18 tim yang masing-masing timnya beranggotakan sepuluh orang.

"Lima di antaranya tenaga kesehatan, tiga kader dan satu perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat dan dan satu orang perwakilan Dinkes," katanya.

Salah satu peserta penyuluhan, Syahrul Saleh (30) mengaku tertarik mengikuti penyuluhan itu untuk mengantisipasi dini penyakit mematikan itu dalam dirinya.

"Saya sendiri belum tahu persis apakah saya tertular atau tidak. Kalau saya cek ke dokter swasta, biayanya bisa sampai Rp800 ribu sekali cek. Tapi kalau lewat program ini bisa gratis," katanya. (ADV).

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016