Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Rumah Sakit Universitas UI (RSUI) dr. Irandi Putra Pratomo, Ph.D., Sp.P(K), FAPSR, FISR, FISQua., mengimbau masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan (prokes).
"Kita dapat melakukan pencegahan mulai dari diri sendiri, seperti mencari informasi terkait kualitas udara ketika ingin berkegiatan di luar ruangan dan informasi ini bisa didapatkan melalui aplikasi untuk melihat air quality index," katanya di Kampus UI Depok, Jumat.
Ia juga mengingatkan untuk memeriksa kualitas udara secara rutin dan mengurangi aktivitas di luar ruangan saat polusi udara tinggi.
"Disarankan untuk menggunakan masker dengan standar yang bisa mengurangi hirupan partikel kecil berbahaya yang tidak seharusnya masuk ke dalam tubuh dengan kadar tinggi, seperti KN95 ataupun KF94," katanya.
Baca juga: Dokter RSUI: Penyakit bawaan makanan perlu jadi perhatian bersama masyarakat
Bila dimungkinkan, kata dia, untuk saat ini sebaiknya bekerja secara remote atau yang dikenal dengan work from home (WFH), namun juga dengan memperhatikan kualitas udara di dalam ruangan. Harus ada ventilasi sehingga dapat mengalirkan udara dari luar ke dalam ruangan dan sebaliknya.
Ia menambahkan salah satu cara yang ada dalam rekomendasi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) adalah pemasangan air purifier, walaupun secara keilmuan masih kontroversi manfaatnya, tapi dalam upaya ikhtiar seperti ini bisa dilakukan.
Lebih lanjut ia menyarankan, bagi seseorang yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap dampak polusi udara, seperti seseorang yang mempunyai riwayat penyakit paru, maka dianjurkan untuk melakukan kontrol ke dokter.
Baca juga: Dokter RSUI ingatkan kasus tuberkulosis perlu diwaspadai saat pandemi COVID-19
Hal ini dilakukan guna mengurangi efek buruk yang ditimbulkan akibat polusi udara dan mendapatkan rekomendasi tambahan obat agar tetap dapat beraktivitas dengan baik.
Selain itu, masyarakat juga harus menghindari sejumlah kebiasaan buruk yang mengganggu pernapasan dan mengganggu udara lingkungan, seperti kebiasaan merokok, baik tembakau maupun elektronik.
Hal ini harus dikondisikan untuk tidak menambahkan kualitas udara dan kesehatan pernapasan semakin memburuk. Selanjutnya, yang juga perlu diperhatikan dan belum lama ini juga cukup banyak dibicarakan oleh masyarakat adalah kebiasaan membakar sampah.
"Kebiasaan ini dapat menghasilkan racun yang lebih banyak ke udara dan sangat berbahaya bagi kesehatan," katanya.
Baca juga: Dokter RSUI: Makanan bergizi dan menyikat gigi rutin cegah penyakit gusi
Hal lain yang bisa dilakukan secara mandiri adalah memastikan hidrasi tubuh cukup. Menjaga jumlah cairan yang cukup dapat mencegah terjadinya radang dan membantu menyegarkan tubuh di saat suhu udara meningkat karena pengaruh polusi.
"Jadi, biasanya untuk kondisi radang itu akan menimbulkan panas tubuh, sehingga kita cenderung dehidrasi dan memerlukan minum yang cukup," demikian Irandi Putra Pratomo.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Kita dapat melakukan pencegahan mulai dari diri sendiri, seperti mencari informasi terkait kualitas udara ketika ingin berkegiatan di luar ruangan dan informasi ini bisa didapatkan melalui aplikasi untuk melihat air quality index," katanya di Kampus UI Depok, Jumat.
Ia juga mengingatkan untuk memeriksa kualitas udara secara rutin dan mengurangi aktivitas di luar ruangan saat polusi udara tinggi.
"Disarankan untuk menggunakan masker dengan standar yang bisa mengurangi hirupan partikel kecil berbahaya yang tidak seharusnya masuk ke dalam tubuh dengan kadar tinggi, seperti KN95 ataupun KF94," katanya.
Baca juga: Dokter RSUI: Penyakit bawaan makanan perlu jadi perhatian bersama masyarakat
Bila dimungkinkan, kata dia, untuk saat ini sebaiknya bekerja secara remote atau yang dikenal dengan work from home (WFH), namun juga dengan memperhatikan kualitas udara di dalam ruangan. Harus ada ventilasi sehingga dapat mengalirkan udara dari luar ke dalam ruangan dan sebaliknya.
Ia menambahkan salah satu cara yang ada dalam rekomendasi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) adalah pemasangan air purifier, walaupun secara keilmuan masih kontroversi manfaatnya, tapi dalam upaya ikhtiar seperti ini bisa dilakukan.
Lebih lanjut ia menyarankan, bagi seseorang yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap dampak polusi udara, seperti seseorang yang mempunyai riwayat penyakit paru, maka dianjurkan untuk melakukan kontrol ke dokter.
Baca juga: Dokter RSUI ingatkan kasus tuberkulosis perlu diwaspadai saat pandemi COVID-19
Hal ini dilakukan guna mengurangi efek buruk yang ditimbulkan akibat polusi udara dan mendapatkan rekomendasi tambahan obat agar tetap dapat beraktivitas dengan baik.
Selain itu, masyarakat juga harus menghindari sejumlah kebiasaan buruk yang mengganggu pernapasan dan mengganggu udara lingkungan, seperti kebiasaan merokok, baik tembakau maupun elektronik.
Hal ini harus dikondisikan untuk tidak menambahkan kualitas udara dan kesehatan pernapasan semakin memburuk. Selanjutnya, yang juga perlu diperhatikan dan belum lama ini juga cukup banyak dibicarakan oleh masyarakat adalah kebiasaan membakar sampah.
"Kebiasaan ini dapat menghasilkan racun yang lebih banyak ke udara dan sangat berbahaya bagi kesehatan," katanya.
Baca juga: Dokter RSUI: Makanan bergizi dan menyikat gigi rutin cegah penyakit gusi
Hal lain yang bisa dilakukan secara mandiri adalah memastikan hidrasi tubuh cukup. Menjaga jumlah cairan yang cukup dapat mencegah terjadinya radang dan membantu menyegarkan tubuh di saat suhu udara meningkat karena pengaruh polusi.
"Jadi, biasanya untuk kondisi radang itu akan menimbulkan panas tubuh, sehingga kita cenderung dehidrasi dan memerlukan minum yang cukup," demikian Irandi Putra Pratomo.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023