Sejumlah ormas agama dan pemuda telah mengeluarkan pernyataan menyikapi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok dengan inti pernyataan yang meminta keadilan, transparansi hukum, bahkan sampai kepada pernyataan sinisme bahwa dalam kasus ini pasti akan ada intervensi hukum dan politik untuk "menyelamatkan" Ahok, dan mengingat persepsi dan opini kurang konstruktif ini terus berkembang di masyarakat terutama melalui Medsos dan beberapa media lainnya, maka Presiden Jokowi dalam konsolidasi politiknya ke kalangan ulama dan Ormas Islam, saat menghadiri acara PPP dan PAN bahkan saat inspeksi ke markas-markas Kopassus, Marinir dan Brimob menyatakan dengan tegas bahwa Presiden tidak akan melakukan intervensi apapun untuk membela Ahok.
    
Sementara itu, Ormas-ormas pro Jokowi dan tim pembela hukum Ahok juga melakukan kegiatan pembelaan terhadap kedua figur di atas. Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) dan Pro Jokowi (Projo) telah melaporkan musisi Ahmad Dhani ke Polda Metro Jaya, lantaran diduga telah melakukan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo, pada saat aksi unjuk rasa, di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

LRJ menilai Ahmad Dhani telah melecehkan dan menghina presiden dengan menyampaikan ucapan yang tidak senonoh pada saat berorasi dalam aksi unjuk rasa, di depan Istana Negara, Jumat (4/11) lalu.
Laporan yang dibuat LRJ dan Projo tertuang dalam laporan polisi bernomor, LP/5423/XI/2016/PMJ/Dit Reskrimum, tertanggal 7 November 2016, terkait dugaan pelanggaran Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa.

Menanggapi tudingan kelompok para pendukung Presiden Jokowi tersebut, Ahmad Dhani menggelar jumpa pers, Senin, 7 November 2016. Ia menyangkal telah menghina Presiden Jokowi. Berikut ini tiga pembelaan Ahmad Dhani: pertama, merasa difitnah. Melalui kuasa hukumnya, Ramdan Alamsyah, Ahmad Dhani menyampaikan bahwa tidak ada niat dirinya untuk melecehkan Presiden Jokowi seperti yang ditudingkan oleh kedua kelompok tersebut. Menurut Ahmad Dhani, ada pihak yang memutarbalikkan fakta dan dia menduga mereka provokator dalam laporan tersebut.

"Kami temukan ada akun Facebook dengan nama Indra Tan yang mengaku sebagai Ahokisme, akun tersebut menyebutkan Ahmad Dhani harus menjadi tersangka," kata Ramdan sambil menunjukkan bukti print akun Facebook itu saat menggelar jumpa pers di kediaman Ahmad Dhani di Pondok Indah, Jakarta Selatan, Senin, 7 November 2016.

Menurut Ramdan, akun yang mengklaim bernama Indra Tan itu mengutip perkataan Ahmad Dhani seolah-olah jelas melecehkan dan menyebut nama Presiden Joko Widodo dengan nama-nama binatang. "Penggalan-penggalan video tidak sempurna dan viral tulisan dari saudara Indra Tan kita temukan tidak sesuai dengan aslinya," kata Ramdan.

Kedua, Ramdan menegaskan tidak ada satu pun kata 'Jokowi' dalam video asli yang diucapkan Ahmad Dhani saat ikut berunjuk rasa pada Jumat, 4 November 2016. Lebih lanjut pihaknya akan kembali melaporkan Indra Tan ke kepolisian, Selasa pagi, 8 November 2016, dengan Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika.

Ketiga, Ahmad Dhani mengklaim dia merugi ratusan juta rupiah akibat dilaporkan ke kepolisan karena dugaan penistaan Presiden Joko Widodo dalam demonstrasi 4 November 2016. "Seharusnya ada konser Dewa 19 dalam waktu dekat ini, tapi dibatalkan karena tidak dapat izin dari polisi," kata Dhani di kediamannya di Pondok Indah.

Ahmad Dhani menjelaskan, semestinya ia menggelar konser Dewa 19 di Palembang pada 9 November 2016 dan pada 11 November 2016 di Jakarta. "Ya ruginya enggak sampai miliaran sih, ya ratusan jutalah kira-kira," kata Dhani. Meski demikian, kata Dhani, batalnya konser tersebut cukup merugikan pihaknya. (https://nasional.tempo.co/read/news/2016/11/08/063818511/ahmad-dhani-dituduh-menista-jokowi-ini-3-pembelaannya).

Tidak hanya itu saja, kasus Ahok juga berpotensi memunculkan tindakan radikal yang baru seperti rumors yang beredar adanya tuntutan merdeka dari kelompok minoritas; adanya persiapan jihad dari kelompok radikal di NTB dan Jawa Timur, sampai kepada adanya organisasi buruh yang akan "mendompleng" rencana aksi bela Islam ketiga, walaupun elemen buruh ini selain akan mempersoalkan dugaan penistaan agama oleh Ahok, juga akan menyuarakan aspirasinya memperjuangkan hak-hak normatifnya.

Ancaman Kebhinekaan

Baik kelompok pro dan anti terkait kasus dugaan penistaan agama memiliki alasan dan niat yang cukup kuat atau mendasar untuk melakukan pembelaan sesuai dengan keinginan kelompok masing-masing.
    
Berlanjutnya sikap kelompok pro maupun kontra terkait kasus Ahok ini yang sudah mengarah kepada sikap eksklusifisme kelompok, bahkan mengindikasikan adanya potensi radikal sebagai refleksi sikap kurangnya kedewasaan dalam berdemokrasi.
    
Dampaknya antara lain : pertama, munculnya aksi-aksi radikal seperti berlanjutnya ujaran kebencian di Medsos, spanduk, pamflet dll sebagai refleksi sikap radikal yang minimal sampai dengan munculnya sikap radikal secara aktual baik melalui aksi unjuk rasa anarkis ataupun teror sampai kepada tuntutan merdeka atau separatis.
    
Kedua, politisasi terhadap kasus Ahok akan terus berlanjut dan eskalasinya akan memanas atau tidak tergantung dari hasil proses hukum terhadap Ahok.
    
Ketiga, terancamnya kebhinekaan di Indonesia sebagai dampak ketidakdewasaan dan kecerobohan oknum elit politik yang menggunakan isu SARA untuk mendapatkan kekuasaannya.

Oleh karena itu, kehadiran negara dalam menyelesaikan kasus ini secara bijaksana akan menentukan landscape politik dan demokrasi Indonesia ke depan. Untuk itu, ada sejumlah saran yang layak dilakukan pemerintah, yaitu: pertama, Kementerian Agama, MUI, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) perlu mengintensifkan komunikasi/penggalangan terhadap kalangan Ormas Islam.

Kedua, Kemendagri dan Kemendikbud perlu bekerjasama dengan Forum Rektor dan para kepala sekolah serta pimpinan organisasi mahasiswa ekstra dan intra kurikuler di pusat dan daerah untuk memberikan pemahaman terkait ancaman kebhinekaan yang menganga akibat memanasnya situasi terkini, sehingga mahasiswa dan para pelajar tidak mudah terprovokasi kelompok kepentingan dan post power syndrome.

Ketiga, Kemenkominfo dan Mabes Polri terus melakukan cyber patrol terkait penyebaran hate-speech di Medsos dan melakukan tindakan yang dianggap penting seperti memblokir atau memblok Medsos-medsos yang menyuarakan suara provokator.

*) Penulis adalah pengurus cabang LSISI di Pekanbaru, Riau dan pendiri Forum Pemerhati Sosial Kemasyarakatan.

Pewarta: Amril Jambak *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016