Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat menggunakan bakteri wolbachia sebagai solusi untuk mengatasi penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayahnya.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat, dr. Arum Ambarsari mengatakan wolbachia adalah sejenis bakteri yang normalnya hidup dalam tubuh serangga dan tidak berbahaya terhadap serangga tersebut. Tetapi, bakteri wolbachia ini tidak hidup dalam tubuh nyamuk aedes aegypti.
"Berdasarkan penelitian di Australia, bakteri wolbachia yang disuntik ke dalam tubuh nyamuk penyebar virus dengue bisa menurunkan jumlah virus dengue yang ada di dalam tubuh nyamuk aedes aegypti (melalui kompetisi antara bakteri wolbachia dan virus dengue). Nyamuk aedes itu kemudian menjadi nyamuk aedes yang memiliki wolbachia," ungkap Arum di Jakarta, Jumat.
Harapannya, lanjut Arum, nyamuk aedes yang memiliki wolbachia dalam tubuhnya tidak bisa lagi menularkan virus dengue dari satu manusia ke manusia yang lain.
"Dulu, dalam penelitian di Australia itu menggunakan metode suntik bakteri wolbachia. Nah, kita sudah tidak pakai suntik lagi nih, tetapi kita mengembangbiakkan nyamuk wolbachia, " jelas Arum.
Baca juga: Dinkes Karawang minta masyarakat waspadai penyakit DBD saat kemarau
Jadi, jelas Arum, populasi nyamuk wolbachia ini ditingkatkan untuk mengganti nyamuk aedes yang tidak memiliki wolbachia. Sehingga nyamuk aedes yang ada di wilayah DKI Jakarta tidak bisa menularkan virus dengue lagi.
"Sehingga DBD bisa menurun, atau bahkan tidak ada sama sekali," ungkap Arum.
Ie menjelaskan jika nyamuk betina wolbachia dikawinkan dengan nyamuk lokal yang belum wolbachia, maka telurnya nanti bisa menetas dan menghasilkan nyamuk wolbachia.
"Begitu juga dengan perkawinan nyamuk betina wolbachia dengan nyamuk jantan wolbachia. Intinya perkawinan yang bisa menghasilkan nyamuk wolbachia itu paling kurang betinanya harus sudah wolbachia," kata Arum menjelaskan.
Ia mengatakan untuk wilayah Jakarta Barat akan menjadi kota percontohan pengembangbiakan nyamuk wolbachia ini.
"Nanti akan ada yang menjadi orang tua asuh nyamuk wolbachia. Jadi untuk warga yang akan dipilih, siap-siap ya. Ini untuk kebaikan bersama," ucap Arum.
Baca juga: Pemkab Bekasi ajak warga turut aktif berantas jentik kendalikan DBD
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2022 pasien DBD di Jakarta Barat mencapai 2.000 orang. Sementara untuk 2023 hingga awal Juli, sudah tercatat 700 kasus DBD baik itu dirawat di rumah sakit atau di puskesmas.
Di samping menunggu diterapkan metode nyamuk wolbachia, ia mengimbau masyarakat untuk selalu sadar kebersihan.
Dengan jumlah kasus DBD yang demikian banyak, pihaknya terus melakukan usaha pemberantasan dan upaya pencegahan, salah satunya melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
"Hari Jumat sebenarnya hari PSN. Jadi warga saya minta mulai periksa, satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik). Semua periksa tampungan air apakah ada jentik nyamuk di situ. Karena kalau ada jentik nyamuk itu berpotensi juga jadi tempat berkembangnya nyamuk aedes aegypti," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Arum, slogan 3M juga kita terus disosialisasikan kepada masyarakat yakni menguras, menutup, dan mengubur.
Baca juga: Ini tiga faktor yang sebabkan anak terkena DBD menurut dokter
"Lalu bisa juga diberi bubuk larvasida, khususnya untuk tempat-tempat yang susah kita kuras, kita taburkan larvasida, supaya jentik nyamuk di situ tidak bisa hidup. Kalau sudah ada DBD di suatu wilayah, baru kita lakukan fogging (pengasapan) di wilayah tersebut," ungkapnya.
"Tetapi kalau kita lihat dari jumlah kasus DBD yang tidak menunjukkan penurunan signifikan, maka 3M itu memang harus tetap diterapkan bahkan perlu ditingkatkan," ungkap dia menegaskan.
Ia mengatakan pemberantasan dengan fogging tidak bisa sering dilakukan, karena bisa menyebabkan resistansi pada nyamuk.
"Mahkluk hidup itu kan beradaptasi. Jadi kalau disemprot (fogging) terus menerus, dia bisa resistan atau kebal. Makanya diutamakan upaya pencegahan yakni 3M atau PSN tadi. Jaga kebersihan! Itu tetap yang utama," ungkap dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat, dr. Arum Ambarsari mengatakan wolbachia adalah sejenis bakteri yang normalnya hidup dalam tubuh serangga dan tidak berbahaya terhadap serangga tersebut. Tetapi, bakteri wolbachia ini tidak hidup dalam tubuh nyamuk aedes aegypti.
"Berdasarkan penelitian di Australia, bakteri wolbachia yang disuntik ke dalam tubuh nyamuk penyebar virus dengue bisa menurunkan jumlah virus dengue yang ada di dalam tubuh nyamuk aedes aegypti (melalui kompetisi antara bakteri wolbachia dan virus dengue). Nyamuk aedes itu kemudian menjadi nyamuk aedes yang memiliki wolbachia," ungkap Arum di Jakarta, Jumat.
Harapannya, lanjut Arum, nyamuk aedes yang memiliki wolbachia dalam tubuhnya tidak bisa lagi menularkan virus dengue dari satu manusia ke manusia yang lain.
"Dulu, dalam penelitian di Australia itu menggunakan metode suntik bakteri wolbachia. Nah, kita sudah tidak pakai suntik lagi nih, tetapi kita mengembangbiakkan nyamuk wolbachia, " jelas Arum.
Baca juga: Dinkes Karawang minta masyarakat waspadai penyakit DBD saat kemarau
Jadi, jelas Arum, populasi nyamuk wolbachia ini ditingkatkan untuk mengganti nyamuk aedes yang tidak memiliki wolbachia. Sehingga nyamuk aedes yang ada di wilayah DKI Jakarta tidak bisa menularkan virus dengue lagi.
"Sehingga DBD bisa menurun, atau bahkan tidak ada sama sekali," ungkap Arum.
Ie menjelaskan jika nyamuk betina wolbachia dikawinkan dengan nyamuk lokal yang belum wolbachia, maka telurnya nanti bisa menetas dan menghasilkan nyamuk wolbachia.
"Begitu juga dengan perkawinan nyamuk betina wolbachia dengan nyamuk jantan wolbachia. Intinya perkawinan yang bisa menghasilkan nyamuk wolbachia itu paling kurang betinanya harus sudah wolbachia," kata Arum menjelaskan.
Ia mengatakan untuk wilayah Jakarta Barat akan menjadi kota percontohan pengembangbiakan nyamuk wolbachia ini.
"Nanti akan ada yang menjadi orang tua asuh nyamuk wolbachia. Jadi untuk warga yang akan dipilih, siap-siap ya. Ini untuk kebaikan bersama," ucap Arum.
Baca juga: Pemkab Bekasi ajak warga turut aktif berantas jentik kendalikan DBD
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2022 pasien DBD di Jakarta Barat mencapai 2.000 orang. Sementara untuk 2023 hingga awal Juli, sudah tercatat 700 kasus DBD baik itu dirawat di rumah sakit atau di puskesmas.
Di samping menunggu diterapkan metode nyamuk wolbachia, ia mengimbau masyarakat untuk selalu sadar kebersihan.
Dengan jumlah kasus DBD yang demikian banyak, pihaknya terus melakukan usaha pemberantasan dan upaya pencegahan, salah satunya melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
"Hari Jumat sebenarnya hari PSN. Jadi warga saya minta mulai periksa, satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik). Semua periksa tampungan air apakah ada jentik nyamuk di situ. Karena kalau ada jentik nyamuk itu berpotensi juga jadi tempat berkembangnya nyamuk aedes aegypti," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Arum, slogan 3M juga kita terus disosialisasikan kepada masyarakat yakni menguras, menutup, dan mengubur.
Baca juga: Ini tiga faktor yang sebabkan anak terkena DBD menurut dokter
"Lalu bisa juga diberi bubuk larvasida, khususnya untuk tempat-tempat yang susah kita kuras, kita taburkan larvasida, supaya jentik nyamuk di situ tidak bisa hidup. Kalau sudah ada DBD di suatu wilayah, baru kita lakukan fogging (pengasapan) di wilayah tersebut," ungkapnya.
"Tetapi kalau kita lihat dari jumlah kasus DBD yang tidak menunjukkan penurunan signifikan, maka 3M itu memang harus tetap diterapkan bahkan perlu ditingkatkan," ungkap dia menegaskan.
Ia mengatakan pemberantasan dengan fogging tidak bisa sering dilakukan, karena bisa menyebabkan resistansi pada nyamuk.
"Mahkluk hidup itu kan beradaptasi. Jadi kalau disemprot (fogging) terus menerus, dia bisa resistan atau kebal. Makanya diutamakan upaya pencegahan yakni 3M atau PSN tadi. Jaga kebersihan! Itu tetap yang utama," ungkap dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023