Jalan-jalan ke Kota Semarang, tak lengkap rasanya jika tidak menyempatkan diri ke Masjid Agung Jawa Tengah. Di masjid yang terletak di Jalan Gajah Raya Nomor 128 Sambirejo itu, pengunjung yang beragama Islam tak hanya dapat menunaikan shalat wajib dan sunnah di sana.
Mereka pun juga berkesempatan untuk melihat dan merasakan langsung denyut ekonomi umat dari kehadiran kedai-kedai makanan dan cendera mata yang ada di area bisnis kompleks masjid yang berdiri di atas lahan seluas 10 hektare itu.
Pada Minggu malam (9/10), hujan turun membasahi area masjid namun Bambang, pemilik "Pondok Dahar Mbak Tari", tetap sigap melayani beberapa pengunjung yang mampir di kedainya.
Bersama seorang putranya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas, ayah lima anak ini sibuk melipat 300 lembar kertas kotak nasi untuk diisi dengan nasi dan lauk pauk beberapa jam ke depan.
"Alhamdulillah, saya dapat pesanan tiga ratus kotak untuk makan pengunjung masjid yang datang dari luar kota dengan lima bus besok," ucap lelaki berusia 46 tahun ini kepada Antara yang mampir di warung makannya selepas Shalat Isya.
Warung makan yang dikelola Bambang bersama istri dan anak-anaknya itu hanyalah satu dari 36 kedai pusat jajanan serba ada (pujasera) yang letaknya dekat dengan area parkir bus-bus pengunjung masjid.
Pada Minggu petang hingga lepas Shalat Magrib, setidaknya ada tiga bus besar pengunjung asal Tuban, Jawa Timur, yang parkir tak jauh dari deretan kedai pujasera yang disewakan manajemen masjid kepada warga setempat itu.
Selepas Shalat Isya berjamaah, di ruang utama masjid yang di dalamnya terdapat mushab Al Quran hasil tulisan tangan Drs Hayat dari Universitas Sains Al Quran (Unsiq) Wonosobo, Jawa Tengah, berukuran 145 x 95 centimeter, dan sebuah bedug berukuran jumbo, berlangsung acara pengajian.
Acara pengajian dalam rangka Pekan Muharram 1438 Hijriah serta menyambut HUT ke-14 Masjid Agung Jateng dan HUT ke-10 Radio DAIS 107.9 FM itu diisi tokoh Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Mustofa Bisri.
Berkat kegiatan-kegiatan keislaman, penyewaan penginapan dan aula untuk resepsi pernikahan atau pun kegiatan lain, serta pesona masjid sebagai destinasi wisata religi, kompleks rumah ibadah ini tak pernah sepi dari pengunjung.
Bambang mengatakan roda ekonomi "orang-orang kecil" seperti dirinya pun bergerak dari kehadiran para pengunjung masjid provinsi yang diresmikan Presiden ketujuh Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 November 2006 ini.
Namun, persaingan pasar bebas berlaku bagi para pedagang pujasera di lingkungan masjid yang dilengkapi enam payung berukuran besar seperti yang ada di Masjid Nabawi, Arab Saudi, ini karena aneka barang maupun menu makanan dan minuman yang ditawarkan nisbi sama.
Kedai milik Bambang, misalnya, menawarkan menu makan khas Nusantara seperti tahu gimbal, gado-gado, nasi goreng, gule, rawon, Mi Jowo, babat gongso, garang asem, bakso, mi ayam, nasi mangut, batagor, dan nasi pecel.
Warung Makan "Bu Mardi" yang bersebelahan dinding dengan kedai Bambang pun menawarkan menu yang nisbi sama.
Di papan nama Warung Makan "Bu Mardi" ini, tertulis daftar menu bakso Rp10.000, soto ayam (7.000), soto sapi (8.000), gado-gado (12.000) ayam goreng (15.000), bakmi Jowo (10.000), mi goreng dan mie rebus (6.000), mi ayam (8.000) dan ayam goreng (15.000).
Persaingan ketat
Bambang mengakui ketatnya persaingan pasar akibat menu makanan dan minuman yang ditawarkan para pedagang pujasera umumnya sama dengan harga yang juga nisbi sama. Dengan begitu, lokasi, rasa dan pelayanan kepada pembeli menjadi andalan banyak pedagang.
"Begitupun, rezeki ada aja. Memang pendapatan dari jualan pas-pasan. Yang laku ya laku, yang tidak laku tidak laku," imbuh Bambang yang mengaku dari hasil berjualan di lingkungan masjid ini, dia membiayai pendidikan kelima anaknya.
Terkait dengan keberadaan area bisnis di lingkungan masjid, Kepala Tata Usaha Masjid Agung Jateng Fatquri Buseri mengatakan sejak awal pendiriannya, masjid yang bangunannya memadukan gaya arsitektur Jawa dan Islam ini menggabungkan dua fungsi, yakni sebagai bangunan suci dan area komersial.
Penggabungan kedua fungsi itu didasarkan pada konsep Masjid Agung Jateng sebagai destinasi transit wisata sejarah karena Kota Semarang dekat dengan lalu lintas para peziarah sejumlah tempat-tempat penting di daerah Kudus dan Demak.
Karena itu, menurut Fatquri Buseri, kompleks masjid ini dilengkapi 36 kedai pujasera dan 18 kedai cendera mata yang disewakan kepada para pedagang setempat serta ruang aula dan penginapan yang disewakan kepada umum.
Dari banyaknya pengunjung masjid ini, roda ekonomi bergerak. Dari hasil penyewaan berbagai properti komersial, tarif parkir mobil, dan hasil infaq dari jamaah, Masjid Agung Jateng menerima pemasukan sebesar Rp9 miliar per tahun. "Masjid ini besar. Biaya perawatannya pun besar," tutur Fatquri Buseri.
Apa yang telah dilakukan pengelola Masjid Agung Jawa Tengah ini sejalan dengan visi membangun ekonomi umat berbasis masjid yang diperjuangkan banyak pihak, termasuk Ketua umum Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia Valentino Dinsi.
Dengan mempertimbangkan jumlah masjid dan musholla di seluruh Indonesia yang diperkirakan mencapai satu juta unit, potensi pengembangan ekonomi umat berbasis masjid itu sangat besar.
Melalui Majelis Ta'lim Wirausaha (MTW), Valentino Dinsi bersama berbagai pihak yang ingin melahirkan sebanyak mungkin pengusaha besar dari kalangan Muslim Indonesia terus berjuang untuk mewujudkan visi dan misi MTW.
Visi dan misi itu, seperti pernah diungkapkan penulis buku "Satu Keluarga Satu Pengusaha" ini, adalah lahirnya 20 juta orang pebisnis usaha mikro kecil menengah, 2.000 pengusaha besar dengan aset mencapai Rp5 triliun ke atas dan 100 konglomerat dengan aset Rp30 triliun ke atas dari kalangan Muslim Indonesia pada 2030.
Bambang yang memenuhi kebutuhan keluarganya dari "Pondok Dahar Mbak Tari" ini termasuk satu dari jutaan pengusaha kecil yang mengharapkan gerakan pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid.
"Jangan lupa bantu orang kecil ya Pak?" katanya berpesan kepada penulis yang beranjak dari kedainya di tengah hujan yang mengguyur halaman Masjid Agung Jawa Tengah itu, Minggu malam. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
Mereka pun juga berkesempatan untuk melihat dan merasakan langsung denyut ekonomi umat dari kehadiran kedai-kedai makanan dan cendera mata yang ada di area bisnis kompleks masjid yang berdiri di atas lahan seluas 10 hektare itu.
Pada Minggu malam (9/10), hujan turun membasahi area masjid namun Bambang, pemilik "Pondok Dahar Mbak Tari", tetap sigap melayani beberapa pengunjung yang mampir di kedainya.
Bersama seorang putranya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas, ayah lima anak ini sibuk melipat 300 lembar kertas kotak nasi untuk diisi dengan nasi dan lauk pauk beberapa jam ke depan.
"Alhamdulillah, saya dapat pesanan tiga ratus kotak untuk makan pengunjung masjid yang datang dari luar kota dengan lima bus besok," ucap lelaki berusia 46 tahun ini kepada Antara yang mampir di warung makannya selepas Shalat Isya.
Warung makan yang dikelola Bambang bersama istri dan anak-anaknya itu hanyalah satu dari 36 kedai pusat jajanan serba ada (pujasera) yang letaknya dekat dengan area parkir bus-bus pengunjung masjid.
Pada Minggu petang hingga lepas Shalat Magrib, setidaknya ada tiga bus besar pengunjung asal Tuban, Jawa Timur, yang parkir tak jauh dari deretan kedai pujasera yang disewakan manajemen masjid kepada warga setempat itu.
Selepas Shalat Isya berjamaah, di ruang utama masjid yang di dalamnya terdapat mushab Al Quran hasil tulisan tangan Drs Hayat dari Universitas Sains Al Quran (Unsiq) Wonosobo, Jawa Tengah, berukuran 145 x 95 centimeter, dan sebuah bedug berukuran jumbo, berlangsung acara pengajian.
Acara pengajian dalam rangka Pekan Muharram 1438 Hijriah serta menyambut HUT ke-14 Masjid Agung Jateng dan HUT ke-10 Radio DAIS 107.9 FM itu diisi tokoh Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Mustofa Bisri.
Berkat kegiatan-kegiatan keislaman, penyewaan penginapan dan aula untuk resepsi pernikahan atau pun kegiatan lain, serta pesona masjid sebagai destinasi wisata religi, kompleks rumah ibadah ini tak pernah sepi dari pengunjung.
Bambang mengatakan roda ekonomi "orang-orang kecil" seperti dirinya pun bergerak dari kehadiran para pengunjung masjid provinsi yang diresmikan Presiden ketujuh Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 November 2006 ini.
Namun, persaingan pasar bebas berlaku bagi para pedagang pujasera di lingkungan masjid yang dilengkapi enam payung berukuran besar seperti yang ada di Masjid Nabawi, Arab Saudi, ini karena aneka barang maupun menu makanan dan minuman yang ditawarkan nisbi sama.
Kedai milik Bambang, misalnya, menawarkan menu makan khas Nusantara seperti tahu gimbal, gado-gado, nasi goreng, gule, rawon, Mi Jowo, babat gongso, garang asem, bakso, mi ayam, nasi mangut, batagor, dan nasi pecel.
Warung Makan "Bu Mardi" yang bersebelahan dinding dengan kedai Bambang pun menawarkan menu yang nisbi sama.
Di papan nama Warung Makan "Bu Mardi" ini, tertulis daftar menu bakso Rp10.000, soto ayam (7.000), soto sapi (8.000), gado-gado (12.000) ayam goreng (15.000), bakmi Jowo (10.000), mi goreng dan mie rebus (6.000), mi ayam (8.000) dan ayam goreng (15.000).
Persaingan ketat
Bambang mengakui ketatnya persaingan pasar akibat menu makanan dan minuman yang ditawarkan para pedagang pujasera umumnya sama dengan harga yang juga nisbi sama. Dengan begitu, lokasi, rasa dan pelayanan kepada pembeli menjadi andalan banyak pedagang.
"Begitupun, rezeki ada aja. Memang pendapatan dari jualan pas-pasan. Yang laku ya laku, yang tidak laku tidak laku," imbuh Bambang yang mengaku dari hasil berjualan di lingkungan masjid ini, dia membiayai pendidikan kelima anaknya.
Terkait dengan keberadaan area bisnis di lingkungan masjid, Kepala Tata Usaha Masjid Agung Jateng Fatquri Buseri mengatakan sejak awal pendiriannya, masjid yang bangunannya memadukan gaya arsitektur Jawa dan Islam ini menggabungkan dua fungsi, yakni sebagai bangunan suci dan area komersial.
Penggabungan kedua fungsi itu didasarkan pada konsep Masjid Agung Jateng sebagai destinasi transit wisata sejarah karena Kota Semarang dekat dengan lalu lintas para peziarah sejumlah tempat-tempat penting di daerah Kudus dan Demak.
Karena itu, menurut Fatquri Buseri, kompleks masjid ini dilengkapi 36 kedai pujasera dan 18 kedai cendera mata yang disewakan kepada para pedagang setempat serta ruang aula dan penginapan yang disewakan kepada umum.
Dari banyaknya pengunjung masjid ini, roda ekonomi bergerak. Dari hasil penyewaan berbagai properti komersial, tarif parkir mobil, dan hasil infaq dari jamaah, Masjid Agung Jateng menerima pemasukan sebesar Rp9 miliar per tahun. "Masjid ini besar. Biaya perawatannya pun besar," tutur Fatquri Buseri.
Apa yang telah dilakukan pengelola Masjid Agung Jawa Tengah ini sejalan dengan visi membangun ekonomi umat berbasis masjid yang diperjuangkan banyak pihak, termasuk Ketua umum Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia Valentino Dinsi.
Dengan mempertimbangkan jumlah masjid dan musholla di seluruh Indonesia yang diperkirakan mencapai satu juta unit, potensi pengembangan ekonomi umat berbasis masjid itu sangat besar.
Melalui Majelis Ta'lim Wirausaha (MTW), Valentino Dinsi bersama berbagai pihak yang ingin melahirkan sebanyak mungkin pengusaha besar dari kalangan Muslim Indonesia terus berjuang untuk mewujudkan visi dan misi MTW.
Visi dan misi itu, seperti pernah diungkapkan penulis buku "Satu Keluarga Satu Pengusaha" ini, adalah lahirnya 20 juta orang pebisnis usaha mikro kecil menengah, 2.000 pengusaha besar dengan aset mencapai Rp5 triliun ke atas dan 100 konglomerat dengan aset Rp30 triliun ke atas dari kalangan Muslim Indonesia pada 2030.
Bambang yang memenuhi kebutuhan keluarganya dari "Pondok Dahar Mbak Tari" ini termasuk satu dari jutaan pengusaha kecil yang mengharapkan gerakan pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid.
"Jangan lupa bantu orang kecil ya Pak?" katanya berpesan kepada penulis yang beranjak dari kedainya di tengah hujan yang mengguyur halaman Masjid Agung Jawa Tengah itu, Minggu malam. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016