Wali Kota Bandung , Jawa Barat Ridwan Kamil gusar dengan tingkat literasi bangsa Indonesia yang berada di urutan 60 atau kedua terbawah dari 61 negara yang disurvei Universitas Negeri Central Connecticut (CCSU) Amerika Serikat.

Posisi Indonesia itu hanya setingkat lebih baik dari Bostswana yang berada di urutan paling bontot namun tingkat literasi negara berpenduduk terbesar keempat dunia setelah Cina, India dan AS ini kalah dari tiga negara anggota ASEAN lainnya.

Ketiga negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) itu adalah Singapura berada di urutan 36, Malaysia (53) dan Thailand (59). Ada pun 10 negara dengan tingkat literasi tertinggi di dunia masih didominasi negara-negara industri maju.

Ke-10 negara tersebut adalah Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, Swedia, Swiss, AS, Jerman, Latvia, dan Belanda sedangkan Cina berada di urutan 39.

Negara maju di Asia seperti Korea Selatan dan Jepang masing-masing berada di posisi 22 dan 32.

Sebagai negara berpenduduk terbesar kedua dunia, India tidak masuk di antara 61 negara yang masuk dalam survei John W.Miller dengan merujuk pada hasil tes pencapaian literasi dalam Studi Literasi Membaca Internasional (PIRLS) dan Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) tersebut.

Dalam survei yang dilakukan penulis buku "World Literacy How Countries Rank and Why It Matters" (Routledge, 2016) itu, variabel lain yang dijadikan rujukan adalah karakteristik prilaku literasi (populasi, koran, perpustakaan dan lama pendidikan).  
Tak hendak menyerah pada hasil kajian yang dipublikasi CCSU pada Maret 2016 itu, Ridwan Kamil kemudian mengampanyekan gerakan literasi sekolah melalui program wajib membaca buku nonpelajaran selama 15 menit kepada para pelajar di kotanya sebelum kelas dimulai.

Untuk meningkatkan gairah membaca warganya, orang nomor satu di pemerintahan Kota Bandung yang menyelesaikan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung dan Universitas California, Berkeley, AS, ini pun meluncurkan program satu kelurahan- taman satu perpustakaan.

"Buku (adalah) jendela dunia," tulis Ridwan Kamil dalam akun Twitter miliknya pada 18 Agustus lalu. Upaya Pemerintah Kota Bandung menghadirkan perpustakaan di setiap kelurahan dan taman tersebut layak didukung karena pemerintah kota di banyak negara maju justru sudah lama melakukannya.
    
Pelayanan prima

Di Australia, misalnya, perpustakaan publik dan perpustakaan wilayah yang dikelola secara profesional dengan sistem pelayanan prima dan mengikuti perkembangan teknologi informasi bahkan telah lama hadir di mal-mal dan taman-taman kota dan "suburb" (pinggiran kota).

Di antara perpustakaan yang hadir di mal itu ada di Pusat Perbelanjaan Indooroopilly, mal yang berada di pinggiran Kota Brisbane, Australia, dan tak asing bagi banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di Universitas Queensland, Kampus St.Lucia.

Kehadiran perpustakaan di ruang nyaman dengan koleksi bahan pustaka yang memenuhi kebutuhan berbagai kelompok umur di tempat-tempat yang ramai dikunjungi warga seperti mal dan taman itu memudahkan para pengguna.

Selain memudahkan akses, berkat sistem pelayanan antarperpustakaan yang saling terhubung, para pengguna dimudahkan dalam meminjam dan memulangkan buku dimana  mereka yang meminjam tidak harus kembali ke perpustakaan asal buku tetapi dapat memulangkannya di perpustakaan lain.

Tak ada kata terlambat dalam memperbaiki tingkat literasi bangsa Indonesia seperti langkah yang telah dimulai Pemerintah Kota Bandung. Namun hasil survei John W. Miller yang dipublikasi CCSU pada Maret 2016 itu mengonfirmasi berbagai hasil riset akademis selama ini.

Kajian B.Mustafa (2012) tentang peran perpustakaan dalam meningkatkan kebiasaan membaca masyarakat, misalnya, menggarisbawahi empat faktor utama yang dihadapi para pihak terkait dalam membangun budaya membaca yang kuat guna terbentuknya masyarakat pembelajar di Tanah Air.

Keempat faktor tersebut adalah kenyataan bahwa Bangsa Indonesia bukanlah masyarakat pembaca melainkan masyarakat lisan, buruknya manajemen yang mengakibatkan kurangnya jumlah pustakawan yang mumpuni serta rendahnya dukungan dana bagi pengembangan perpustakaan.  

Faktor lain adalah kurangnya pengelolaan yang baik dalam operasional perpustakaan, ketidakmampuan masyarakat umum dalam membeli bahan-bahan bacaan yang berkualitas, dan perkembangan pesat media elektronik dan Internet yang berpotensi mempengaruhi performa membaca anak-anak Indonesia.
    
Harus dilakukan

Hasil kajian pustakawan Institut Pertanian Bogor yang meraih gelar akademik bidang ilmu perpustakaan dari Universitas Indonesia dan University College of Wales Inggris ini menyimpulkan bahwa banyak hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan masyarakat pembelajar di Tanah Air.

Di antara hal penting yang harus dilakukan itu adalah membuat berbagai kebijakan, regulasi, standar, pedoman, dan program yang terkait dengan perpustakaan, buku, dan bagaimana meningkatkan kebiasaan membaca masyarakat, terutama memperbaiki kualitas layanan perpustakaan sekolah dan perpustakaan publik.

Menurut Mustafa, mendekatkan perpustakaan yang dikelola dengan baik ke masyarakat adalah salah satu metode dan program efektif untuk mengembangkan kebiasaan membaca untuk mendukung terwujudnya masyarakat pembelajar tersebut.

Beberapa program efektif lain yang bisa dilakukan, menurut Mustafa, adalah mempromosikan perpustakaan melalui beragam media, seperti brosur dan multimedia; menggelar bazar buku dan temu wicara dengan penulis buku, serta mengundang organisasi melakukan kegiatan di lingkungan perpustakaan.

Hasil penelitian Laksmi (2007) tentang efektifitas promosi kebiasaan membaca di Perpustakaan Publik Provinsi DKI Jakarta (2007) menunjukkan promosi yang dilakukan pengelola perpustakaan melalui program pelayanan, kompetisi, dan pameran buku terus membaik.

Namun, upaya promosi untuk memperbaiki kebiasaan membaca di masyarakat itu dapat lebih efektif jika staf perpustakaan juga terus memperbaiki kemampuan komunikasi dan pemahaman mereka tentang makna membaca, kata dosen Departemen Ilmu Perpustakaan Univesitas Indonesia itu.

Langkah nyata memperbaiki tingkat literasi bangsa Indonesia yang masih di bawah Singapura, Malaysia dan bahkan Thailand saat ini sudah dimulai Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan hasilnya diyakini memberi kontribusi positif terhadap upaya negeri ini merasakan apa yang disebut bonus demografi pada 2020-2030.

Jika generasi yang mendukung bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada rentang waktu empat hingga 14 tahun dari sekarang itu disiapkan dengan baik dari sekarang, Indonesia berpotensi besar untuk menjadi negara maju.

Sebaliknya, jika tingkat literasi warga berusia produktif yang jumlahnya diperkirakan mencapai 70 persen dari total penduduk pada 2020-2030 itu rendah, mereka dikhawatirkan hanya akan menambah beban negara.

Bahkan, kondisi demikian berpotensi menjadi ancaman serius karena, seperti diingatkan John W.Miller dalam buku yang ditulisnya bersama Michael C. McKenna (2016), masyarakat yang jauh dari prilaku literasi umumnya miskin, terbelakang, kurang wawasan, kasar, brutal, dan mudah melanggar hak azasi manusia.  (Ant).

Pewarta: Rahmad Nasution

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016