Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Asep Wahyuwijaya menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan sistem pemilu mencerminkan kemenangan bagi rakyat Indonesia.
"Ini mencerminkan kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat pilihan rakyat secara langsung untuk memilih wakilnya diapresiasi langsung oleh putusan MK tersebut," ujar pria yang akrab disapa Kang AW di Cibinong, Bogor, Kamis.
Legislator asal Kabupaten Bogor ini menyebutkan bahwa putusan tersebut melegakan seluruh pihak yang mendambakan penghormatan atas daulat rakyat dalam sebuah negara demokrasi.
Menurut dia, MK juga telah memberikan pertimbangan dalam putusan tersebut mengenai kekurangan dan kelebihan sistem proporsional terbuka dan tertutup secara seimbang.
"Saya kira hal tersebut secara garis besar seolah menampung pula diskursus sehat yang terjadi dalam perbincangan di publik," kata Kang AW.
Pertimbangan majelis hakim, kata dia, seperti memberikan legitimasi bahwa perbincangan yang terjadi di ranah publik adalah amat berdasar dan berakal sehat.
Seperti halnya soal politik uang yang menjadi kekurangan dalam sistem pemilu proporsional terbuka, harus diupayakan hilang. Ia mengaku setuju jika itu bisa efektif dilakukan.
"Dalam dua kali pileg ke belakang, saya sendiri sebagai caleg pada saat itu kan memang tidak melakukan hal itu, hanya konsekuensinya saya harus bekerja maksimal karena bagi saya dijadikan sebagai wakil rakyat oleh mereka yang memilih saya tentu berkonsekuensi pada kontrak politik yang harus berjangka panjang," papar Kang AW yang juga Caleg DPR RI Partai NasDem.
Menurut dia, jika perilaku politik rakyat sudah pada taraf tanpa transaksional, maka wakil rakyat pun secara moral akan berkomitmen kuat untuk membangun daerah pemilihan (Dapil).
"Kehendak para majelis hakim MK dan tuntutan demokrasi yang bersih dan sehat tentu bisa kita wujudkan," tuturnya.
Kemudian, kata dia, mengenai pertimbangan proporsional tertutup, ia menilai majelis hakim MK cukup terang benderang dalam membeberkan argumentasi kekurangannya jika diberlakukan, seperti potensi berkurangnya peran parpol dalam melakukan pendidikan politik bagi rakyat.
Lalu, potensi tumbuhnya oligarki dan nepotisme di internal parpol, sehingga potensi minimnya partisipasi warga untuk menjadi anggota parlemen, yang dinilai semakin menjauhkan posisi parpol dan anggota dewannya dengan rakyat.
"Saya menilai dengan alasan ini maka sesungguhnya majelis hakim MK pun khawatir, jika sistem proporsional tertutup diberlakukan maka pesan penting dari demokrasi yang mestinya membawa pesan inklusif dan menjamin kesetaraan justru akan menjadikan elit negara menjadi eksklusif dan jauh jaraknya di hadapan rakyatnya," katanya.
Kang AW berharap masyarakat juga mengapresiasi majelis hakim MK yang telah menegaskan putusan yang dengan keinginan sebagian besar rakyat Indonesia.
Sebelumnya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi telah menyatakan menolak permohonan para pemohon terkait dengan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Dengan demikian, sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku pada Pemilu 2024.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Ini mencerminkan kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat pilihan rakyat secara langsung untuk memilih wakilnya diapresiasi langsung oleh putusan MK tersebut," ujar pria yang akrab disapa Kang AW di Cibinong, Bogor, Kamis.
Legislator asal Kabupaten Bogor ini menyebutkan bahwa putusan tersebut melegakan seluruh pihak yang mendambakan penghormatan atas daulat rakyat dalam sebuah negara demokrasi.
Menurut dia, MK juga telah memberikan pertimbangan dalam putusan tersebut mengenai kekurangan dan kelebihan sistem proporsional terbuka dan tertutup secara seimbang.
"Saya kira hal tersebut secara garis besar seolah menampung pula diskursus sehat yang terjadi dalam perbincangan di publik," kata Kang AW.
Pertimbangan majelis hakim, kata dia, seperti memberikan legitimasi bahwa perbincangan yang terjadi di ranah publik adalah amat berdasar dan berakal sehat.
Seperti halnya soal politik uang yang menjadi kekurangan dalam sistem pemilu proporsional terbuka, harus diupayakan hilang. Ia mengaku setuju jika itu bisa efektif dilakukan.
"Dalam dua kali pileg ke belakang, saya sendiri sebagai caleg pada saat itu kan memang tidak melakukan hal itu, hanya konsekuensinya saya harus bekerja maksimal karena bagi saya dijadikan sebagai wakil rakyat oleh mereka yang memilih saya tentu berkonsekuensi pada kontrak politik yang harus berjangka panjang," papar Kang AW yang juga Caleg DPR RI Partai NasDem.
Menurut dia, jika perilaku politik rakyat sudah pada taraf tanpa transaksional, maka wakil rakyat pun secara moral akan berkomitmen kuat untuk membangun daerah pemilihan (Dapil).
"Kehendak para majelis hakim MK dan tuntutan demokrasi yang bersih dan sehat tentu bisa kita wujudkan," tuturnya.
Kemudian, kata dia, mengenai pertimbangan proporsional tertutup, ia menilai majelis hakim MK cukup terang benderang dalam membeberkan argumentasi kekurangannya jika diberlakukan, seperti potensi berkurangnya peran parpol dalam melakukan pendidikan politik bagi rakyat.
Lalu, potensi tumbuhnya oligarki dan nepotisme di internal parpol, sehingga potensi minimnya partisipasi warga untuk menjadi anggota parlemen, yang dinilai semakin menjauhkan posisi parpol dan anggota dewannya dengan rakyat.
"Saya menilai dengan alasan ini maka sesungguhnya majelis hakim MK pun khawatir, jika sistem proporsional tertutup diberlakukan maka pesan penting dari demokrasi yang mestinya membawa pesan inklusif dan menjamin kesetaraan justru akan menjadikan elit negara menjadi eksklusif dan jauh jaraknya di hadapan rakyatnya," katanya.
Kang AW berharap masyarakat juga mengapresiasi majelis hakim MK yang telah menegaskan putusan yang dengan keinginan sebagian besar rakyat Indonesia.
Sebelumnya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi telah menyatakan menolak permohonan para pemohon terkait dengan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Dengan demikian, sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku pada Pemilu 2024.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023