Bogor (Antara Megapolitan) - Dekan Fakultas Peternakan (Fapet) se-Indonesia yang tergabung dalam Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Peternakan Indonesia menggelar pertemuan membahas isu perampingan lembaga peternakan, pertemuan berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Sekjen FPPTPI dari Universitas Brawijaya Prof Suyudi, MS mengatakan, perampingan lembaga peternakan yang dilakukan sejumlah daerah akan mengancam sektor peternakan serta ketersediaan protein hewani.
"Dampak dari perampingan tersebut, peternakan tidak ada yang mengurusi. Jika peternakan dalam menurun, sementara kebutuhan protein tinggi, yang terjadi adalah impor," katanya.
Ia menjelaskan, peternakan Indonesia saat ini menghadapi ancaman yang datang dari internal maupun eksternal. Sehingga rencana perampingan lembaga peternakan menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun kelembagaan yang lebih cocok.
"Ini yang mendasari kami melakukan pertemuan FPPTPI ini, menyusun kerangka yang cocok untuk lembaga peternakan, agar sektor ini tidak dikecilkan," katanya.
Menurutnya, ancaman yang tengah dihadapi sektor peternakan yakni dari dalam berasal dari rendahnya sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya peternakan, dan kelembagaan.
"Sedangkan disisi lain perguruan tinggi semakin berkembang pesat, level mahasiswa peternakan di sejumlah perguruan tinggi sudah sejajar dengan mahasiswa asing, jika belum dikoneksikan dengan masyarakat dan pemeirntah, akan kehilangan potensi pengembangan sektor peternakan," katanya.
Ancaman dari eksternal, lanjutnya adanya perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi Asean, akan menjadi alasan bagi pemasok ternak untuk mendistribusikan produksinya.
"Pedagang ternak luar negeri paling tertarik dengan peternak di Indonesia, mereka sudah mulai masuk, apalagi kita ini pasar yang menjanjikan dengan 250 juta penduduk," katanya.
Dekan Fakultas Peternakan IPB Moh Yamin, mengatakan, pertemuan Dekan Fapet se-Indonesia dilatarbelakangi dengan lahirnya kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi lembaga peternakan.
"Padahal peternakan saat ini sedang bergerak maju, perannya semakin besar, tapi lembaganya dikecilkan," katanya.
Melalui forum tersebut, lanjutnya, mencoba menyuarakan penguatan lembaga peternakan dalam menghadapi kebijakan pemerintah dengan menyaring berbagai masukan, serta melakukan kajian akademik untuk mencari solusinya.
"Kami memiliki pandangan, jika lembaga peternakan dikecilkan, jadi tidak fokus pekerjaannya. Sementara di level bawah, pembinaan, penyuluhan kepada peternakan di lapangan sudah tidak ada lagi," katanya.
Efisiensi lembaga peternakan mulai dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menggambungkan dinas peternakan dengan ketahanan pangan. Alasan Gubernur Ahmad Heryawan kebijakan tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18/2016 tentang struktur organisasi dan tata kerja mengharuskan pemerintah daerah melakukan perampingan SOTK.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
Sekjen FPPTPI dari Universitas Brawijaya Prof Suyudi, MS mengatakan, perampingan lembaga peternakan yang dilakukan sejumlah daerah akan mengancam sektor peternakan serta ketersediaan protein hewani.
"Dampak dari perampingan tersebut, peternakan tidak ada yang mengurusi. Jika peternakan dalam menurun, sementara kebutuhan protein tinggi, yang terjadi adalah impor," katanya.
Ia menjelaskan, peternakan Indonesia saat ini menghadapi ancaman yang datang dari internal maupun eksternal. Sehingga rencana perampingan lembaga peternakan menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun kelembagaan yang lebih cocok.
"Ini yang mendasari kami melakukan pertemuan FPPTPI ini, menyusun kerangka yang cocok untuk lembaga peternakan, agar sektor ini tidak dikecilkan," katanya.
Menurutnya, ancaman yang tengah dihadapi sektor peternakan yakni dari dalam berasal dari rendahnya sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya peternakan, dan kelembagaan.
"Sedangkan disisi lain perguruan tinggi semakin berkembang pesat, level mahasiswa peternakan di sejumlah perguruan tinggi sudah sejajar dengan mahasiswa asing, jika belum dikoneksikan dengan masyarakat dan pemeirntah, akan kehilangan potensi pengembangan sektor peternakan," katanya.
Ancaman dari eksternal, lanjutnya adanya perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi Asean, akan menjadi alasan bagi pemasok ternak untuk mendistribusikan produksinya.
"Pedagang ternak luar negeri paling tertarik dengan peternak di Indonesia, mereka sudah mulai masuk, apalagi kita ini pasar yang menjanjikan dengan 250 juta penduduk," katanya.
Dekan Fakultas Peternakan IPB Moh Yamin, mengatakan, pertemuan Dekan Fapet se-Indonesia dilatarbelakangi dengan lahirnya kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi lembaga peternakan.
"Padahal peternakan saat ini sedang bergerak maju, perannya semakin besar, tapi lembaganya dikecilkan," katanya.
Melalui forum tersebut, lanjutnya, mencoba menyuarakan penguatan lembaga peternakan dalam menghadapi kebijakan pemerintah dengan menyaring berbagai masukan, serta melakukan kajian akademik untuk mencari solusinya.
"Kami memiliki pandangan, jika lembaga peternakan dikecilkan, jadi tidak fokus pekerjaannya. Sementara di level bawah, pembinaan, penyuluhan kepada peternakan di lapangan sudah tidak ada lagi," katanya.
Efisiensi lembaga peternakan mulai dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menggambungkan dinas peternakan dengan ketahanan pangan. Alasan Gubernur Ahmad Heryawan kebijakan tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18/2016 tentang struktur organisasi dan tata kerja mengharuskan pemerintah daerah melakukan perampingan SOTK.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016