Bogor (Antara Megapolitan) - Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang diselenggarakan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika membantu petani di Desa Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mempelajari informasi iklim yang bermanfaat untuk menentukan kalender tanam sehingga bisa meningkatkan produktivitas.

"SLI mengajarkan kami untuk mengetahui informasi iklim, dengan begitu kami jadi tahu tanaman jenis apa saja yang cocok ditanam saat iklim sedang hujan atau kemarau," kata Iis Ismiati salah satu anggota Kelompok Tani Desa Leuwiliang, dalam kegiatan panen raya SLI Tahap III Jawa Barat, di Desa Leuwiliang, Kamis.

Menurut Iis, selama ini petani di Desa Leuwiliang kesulitan meningkatkan produksi pertaniannya, karena lahan pertaniannya tidak dilengkapi sistem irigasi permanan. Mereka hanya menggunakan sistem semi irigasi, sehingga mengandalkan curah hujan yang tinggi.

"Selama ini pola tanam serempak tidak bisa dilakukan, sering gagal diserang hama. Jadi produktivitas terus turun," katanya.

Selain itu, lanjutnya, petani bercocok tanam hanya menanam satu jenis tanaman yakni padi. Petani tidak mengetahui cara bertahan tumpang sari, sehingga pemanfaatan lahan pertanian menjadi lebih efektif.

Ia mengatakan, sebelumnya petani Desa Leuwiliang mendapatkan pelatihan Sekolah Lapang Pengelola Lapangan Terpadu (PLT) dan SL Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Keduanya hanya fokus pada ekosistem, keadaan tanah dan air.

"Adanya SLI kami mengetahui tentang kondisi cuaca dan iklim, yang sangat penting dalam menentukan jenis tanaman apa yang cocok ditanam saat musim-musim tertentu," katanya.

Iis menambahkan, informasi iklim sangat membantu petani dalam bercocok tanam, melalui kalender cocok tanam, dapat diketahui organisme penggangu tanaman (OPT) apa yang akan menyerang pada musim-musim tertendu.

"Dengan membaca iklim, kita dapat memprediksi jenis OPT apa yang akan datang, sehingga bisa diminimalisir," katanya.

Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Dramaga, Dedi Sucahyono menjelaskan, SLI merupakan program BMKG, salah satunya dalam rangka membantu petani meningkatkan hasil pertaniannya dengan mempelajari kalender cocok tanam atau membaca iklim.

Dedi menjelaskan, SLI tahap III Jawa Barat diikuti 25 petani dari berbagai kelompok di Desa Leuwiliang, dimulai dari 4 Juni sampai 8 September 2016. Kegiatan dibagi dalam 12 kali pertemuan.

"Program pendampingan bagi petani ini berlangsung selama 120 hari, atau sekitar tiga bulan lamanya," kata dia.

Ia mengatakan, dipilihnya Leuwiliang sebagai lokasi kegiatan SLI Tahap III Jabar dengan berbagai alasan, di antaranya, Leuwiliang merupakan sentra produksi pertanian di wilayah Kabupaten Bogor.

Sementara itu, budaya bercocok tanam petani setempat tidak memperhatikan kondisi iklim, dan pola tanam. Selain itu, curah hujan di lokasi tersebut cukup tinggi, sehingga banyak ancaman hama yang menyerang sawah petani, mulai dari keong mas, penggerek batang dan wereng.

"Apalagi lahan pertanian disini tidak dilengkapi sistem irigasi yang permanen, mereka mengandalkan curah hujan," katanya.

Selain itu, kepemilikan lahan di Desa Leuwiliang hanya 0,2 sampai 3 hektare, mayoritas petani hanya sebagai penggarap. Mereka kesulitan menanam dengan pola tanam serempak.

"Dengan SLI, petani bisa mengamati, meneliti setiap hari iklim seperti apa, cocoknya menanam apa, sehingga kendala-kendala dalam pertanian dapat diatasi, terutama serangan hama," katanya.

Dedi menambahkan, selama kegiatan SLI, petani mencoba menanam pada saat musim kemarau, dengan menggunakan varietas Mekongga, petani mampu memproduksi 6,4 ton per hektare.

"Padahal sebelumnya, produktivitas petani hanya 4 sampai 5,5 ton per hektarenya. Dengan SLI, petani dapat meningkatkan produksi sampai 21 persen. Ini akan terus meningkat, jika petani lebih intensif menjalankan hasil-hasil pelatihan," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016