Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada (UGM) meminta penanganan potensi kekeringan selama musim kemarau oleh pemerintah daerah tidak sekadar diwujudkan melalui "dropping" atau distribusi air bersih.

Peneliti PSBA UGM Djati Mardiatno di Yogyakarta, Minggu mengatakan banyaknya intensitas distribusi air bersih menunjukkan bahwa manajemen risiko kekeringan di suatu daerah masih perlu diperbaiki.

"Distribusi air bersih kan sifatnya hanya respons ya. Keberhasilan penanganan bencana kekeringan justru ditandai berkurangnya 'dropping' yang dilakukan," ujar dia.

Djati menuturkan bahwa sedikitnya pasokan air bersih ke daerah yang dilanda kekeringan menadakan bahwa pemda bersama warga setempat telah mampu memitigasi dan mengantisipasi jauh sebelum kekeringan terjadi.

Ia mencontohkan, di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang setiap tahun beberapa wilayahnya mengalami kekeringan semestinya telah terbangun sarana sumur bor serta pipanisasi secara memadai hingga menjangkau seluruh permukiman warga.

Selain itu, warga setempat juga dipastikan telah memiliki budaya memanen air hujan dengan cara menyiapkan tandon air secara mandiri.

Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta memprediksi awal musim kemarau 2023 di DIY terjadi pada April dasarian II yang meliputi sebagian kecil Kabupaten Sleman bagian barat, sebagian kecil Kabupaten Bantul bagian bara, dan Kabupaten Kulon Progo bagian timur.

 

Pewarta: Luqman Hakim

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023