Bandarlampung (Antara Megapolitan) - Lampung Krakatau Festival 2016 sebagai agenda tahunan utama kepariwisataan di Provinsi Lampung setiap Agustus sudah berlalu.

Namun, di tengah harapan terus membuncah, kritik pun masih mengalir dan terus menyertai festival wisata tahunan ini, yang digelar awalnya untuk memperingati letusan dahsyat Gunung Krakatau pada 26-27 Agustus 1883 sekaligus ajang promosi wisata Lampung.

Lampung Krakatau Festival sebelumnya dikenal dengan Festival Krakatau, terus dilaksanakan sebagai sarana promosi wisata Lampung dengan target dapat menggaet wisatawan lebih banyak untuk berkunjung ke daerah ini.

Namun, ada hal yang berbeda dalam pelaksanaan Festival Krakatau Lampung, 22-28 Agustus 2016. Selain perubahan namanya, yaitu dengan diperkenalkan "brand" baru pariwisata "Lampung the Treasure of Sumatra".

Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo melakukan peluncuran logo dan tagline baru pariwisata Lampung, "Lampung The Treasure of Sumatra" pada Sabtu (27/8) malam, di Lapangan Saburai Enggal, Bandarlampung, di tengah pelaksanaan festival wisata ini.

"Treasure" dapat diartikan sebagai harta karun, harta benda, sesuatu yang berharga atau harta terpendam.

"Lampung the Treasure of Sumatra" dapat dimaknai Lampung sebagai tempat yang menyenangkan dan terbuka bagi siapa saja yang datang karena alam dan budayanya yang masih tersembunyi dan patut dijelajahi di Pulau Sumatera.

Pelaksana Tugas/Penjabat Sekdaprov Lampung Sutono membuka secara resmi Lampung Krakatau Festival 2016 dengan tema "Lampung the Treasure of Sumatra" pada Kamis (24/8) di Mal Boemi Kedaton, Bandarlampung.

Pada acara tersebut ditampilkan juga "fashion show desain" khas Lampung, "handicraft expo" dan lukisan langsung dari maestro seni lukis Lampung, antara lain Agus Budi Waluyo, Ayu, Bunga, Lilis, Pulung Swandaru, Yen Joenaedhy, Yulius, dan beberapa pelukis lainnya, serta berbincang dengan pelaku usaha.

Dalam sambutan Gubernur Lampung Ridho Ficardo yang diwakili oleh Pelaksana Tugas Sekdaprov Sutono menjelaskan bahwa saat ini pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung cukup stabil di tengah kondisi ekonomi nasional yang kurang baik, yakni sebesar 5,29 persen.

Menurut dia, hal tersebut berdampak pada kesejahteraan masyarakat Lampung yang terus meningkat seiring dengan tren pendapatan per kapita di Provinsi Lampung menaik.

Selain itu, kesejahteraan yang terus membaik menjadikan rekreasi dan berwisata sebagai kebutuhan dan bagian dari gaya hidup masyarakat Lampung.

Peningkatan tersebut juga berdampak pada peningkatan sektor pariwisata di Provinsi Lampung, antara lain terbukti dari peningkatan jumlah wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Provinsi Lampung sejak 2012.

"Kami berharap dengan menggelar Lampung Krakatau Festival Tahun 2016 ini dapat lebih meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Provinsi Lampung serta mempromosikan Provinsi Lampung ke berbagai wilayah nusantara dan mancanegara," ujarnya.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Lampung Choiria Pandarita mengatakan bahwa rangkaian Lampung Krakatau Festival 2016 melibatkan seluruh elemen masyarakat, dunia usaha, instansi pemerintahan di seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Lampung.

Berbagai acara Lampung Krakatau Festival 2016 dikemas dalam rangkaian "Jelajah Pesona Krakatau", dengan lima kegiatan utama, yaitu Jelajah Pasar Seni berlangsung 24-28 Agustus di Mal Boemi Kedaton menampilkan berbagai pergelaran seni, pameran UMKM, pameran foto bawah air dan objek wisata Lampung, peragaan busana, pertunjukan musik akustik, "talk show", dan seminar usaha kreatif.

Jelajah Layang-Layang digelar pula di Stadion Sumpah Pemuda PKOR Way Halim, 25-26 Agustus, dengan kegiatan berupa festival, lokakarya layang-layang, dan foto amatir, diikuti oleh komunitas 4 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Prancis; serta 5 komunitas nasional yaitu Lampung, Bali, Yogyakarta, dan NTB, dan dihadiri pula 200 pelajar.

Kegiatan lainnya yang diselenggarakan adalah Jelajah Rasa (Festival Kuliner) di Lapangan Saburai Enggal, 26-28 Agustus, berupa bazar kuliner dan aneka permainan anak yang diikuti delapan "food truck" dari Jakarta dan Lampung, sekaligus peluncuran logo dan tagline pariwisata "Lampung the Treasure of Sumatra", serta menampilkan Band Wali dari Jakarta.

Selanjutnya, Jelajah Krakatau di Kalianda Kabupaten Lampung Selatan berupa tur menjelajahi Gunung Anak Krakatau dengan kapal, dan sebelumnya terlebih dahulu melaksanakan acara Ngumbai Lawok di Pantai Sari Ringgung.

Kemudian Jelajah Semarak Budaya (Lampung Culture & Tapis Carnival) di Tugu Adipura Bandarlampung pada 28 Agustus yang merupakan acara puncak Lampung Krakatau Festival 2016 yang bertemakan "Topeng Lampung" dengan pelepasan seribu balon dan pemakaian topeng khas Lampung dengan peserta karnaval memakai topeng terbanyak masuk dalam Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri), serta menampilkan berbagai parade budaya dari 15 kabupaten/kota se-Provinsi Lampung.

Malam harinya, digelar pertemuan investor untuk menarik masuk investasi pariwisata di Provinsi Lampung bertempat di Hotel Novotel Bandarlampung dengan menghadirkan investor dari dalam maupun luar negeri.

"Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempromosikan keindahan serta daya tarik wisata di daerah Lampung dan membangun pasar untuk mengembangkan skala ekonomi dari bidang pariwisata," ujar Choiria Pandarita.
    
Dikritik

Namun, di tengah pelaksanaan Lampung Krakatau Festival itu, disertai pula kritikan dari berbagai pihak, antara lain pelaksanaannya yang dinilai "biasa-biasa saja", tidak jelas dampaknya bagi peningkatan jumlah kunjungan wisata ke Lampung, maupun berbagai sorotan tajam dalam pelaksanaan yang masih diwarnai sejumlah kejadian justru dapat mengurangi minat wisatawan datang ke Lampung, kebalikan dari tujuan pelaksanaan festival ini.

Komentar berbagai pihak terkait dengan pelaksanaan festival itu, antara lain melalui media sosial telah disuarakan salah seorang jurnalis media online Lampung.

"Pesta di sini sementara blogger dan media peserta Jelajah Krakatau sengsara abiiissss dan sempat lose contact di tengah cuaca buruk di laut...," ujar salah satu jurnalis perempuan itu.

Diinformasikan pula adanya beberapa peserta tur dan jelajah itu yang "ketinggalan" di lokasi.

Dalam Jelajah Krakatau itu, panitia mengajak para jurnalis dan blogger (selain kalangan pejabat dan masyarakat) untuk mengunjungi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda Kabupaten Lampung Selatan.

Salah satu jurnalis di Lampung lainnya, Deni Haddad, sempat mempertanyakan pula dampak positif buat masyarakat dari pelaksanaan festival itu.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Lampung Sumarju Saeni menegaskan bahwa dengan banyak pihak yang mengekpose Festival Krakatau ini, diharapkan banyak wisatawan yang datang.    

"Nah wisatawan perlu transportasi, menginap, makan, dan mungkin juga pemandu, sehingga banyak yang merasakan dampaknya," ujar dia.

Salah satu pengusaha Lampung Ginta Wiryasenjaya secara jujur menyatakan jarang melihat adanya wisatawan mancanegara berada di Provinsi Lampung, sedangkan wisatawan nusantara yang datang ke daerah ini rata-rata hanya ingin mengunjungi pantai-pantai (seperti di Pantau Mutun, Kiluan, Pulau Pahawang) yang ada di Lampung.

"Apa targetan Festival Krakatau. Apakah pernah ada evaluasi mengenai ini," ujar Ginta yang mengaku sudah pernah menyampaikan hal tersebut dalam rapat pra-festival itu bersama Pemprov Lampung.

Rachmad Santoso, salah satu warga juga mengeluhkan dirinya sudah datang ke Dinas Pariwisata Provinsi Lampung untuk mengikuti Jelajah Krakatau, namun katanya acara itu khusus untuk wartawan dan blogger.

"Gagal lagi deh mau ikut Jelajah Krakatau. Padahal sudah tiga kali gagal, alasannya sudah 'full booking'," ujarnya.

Ginta Wiryasenjaya menilai pelaksanaan Lampung Krakatau Festival terkesan seremonial karena yang dibawa hanya para wartawan, staf Bappeda, DPRD, dan lain-lain di lingkungan Pemprov Lampung.

"Seharusnya festival-festival semacam ini ditunda dulu saja karena cenderung hanya menghambur-hamburkan APBD, mungkin keindahan alam Lampung cukup dipublikasikan lewat medsos saja, contohnya Pulau Pahawang, beberapa anak muda cukup 'berjualan' lewat medsos ketika itu, tapi berkat foto dan layanan wisatanya yang murah akhirnya Pulau Pahawang sekarang banyak dicari dan dikunjungi orang," ujar dia.

Ia juga menyarankan program-program pada Dinas Pariwisata seharusnya ditinjau ulang, terutama karena di Taman Nasional Way Kambas yang minim wisatawan tapi tetap dipaksakan.

Namun, Kadis Kominfo Lampung Sumarju Saeni tak sependapat.

Menurut dia, dengan telah ditetapkan Way Kambas sebagai Warisan ASEAN (ASEAN Heritage Parks) akan berdampak pada penambahan dan perbaikan insfrastruktur pariwisata.

"Rencana akan ada 'adventure' malam juga, sehingga makin menarik dan nyaman," ujar dia.

Ginta malah mengusulkan sebaiknya Dinas Pariwisata cukup mengadakan lomba foto-foto objek pariwisata di Lampung, hasil-hasil yang terbaik nanti cukup dipublikasikan lewat jaringan Diskominfo.

"Saya rasa itu cukup efisien dan efektif, publikasi media lebih efektif dibandingkan denga acara-acara seremonial yang menghabiskan anggaran sepert Festival Krakatau ini, cenderung mubazir," ujar dia.

Berkaitan dengan evaluasi penyelenggaraan Lampung Krakatau Festival diklaim berhasil menggaet 15.000 pengunjung dari dalam negeri dan luar negeri.

"Terjadi peningkatan jumlah pengunjung dari tahun sebelumnya. Peningkatannya sekitar 3.000-an pengunjung," ujar Koordinator Media dan Publikasi Lampung Krakatau Festival 2016 Dendy Triadi di Jakarta, Senin (29/8).

Meski tidak signifikan peningkatan jumlah pengunjungnya, Dendy melihat dampak dari perubahan "branding" mulai terasa. Jika sebelumnya, penyelenggaraan festival dilangsungkan pada satu titik, namun tahun ini diselenggarakan di beberapa titik.

"Meningkat karena ada perbedaan konsep acara. Kalau dulu cuma satu titik, sekarang di banyak titik," ujarnya.

Mulai tahun ini, namanya tidak lagi Festival Krakatau akan tetapi Lampung Krakatau Festival. Hal itu untuk menegaskan bahwa Krakatau milik Lampung.

"Karena ada beberapa daerah yang mengaku-ngaku Krakatau berada di wilayah mereka," kata dia.

Kegiatan Lampung Festival Krakatau juga melibatkan berbagai komunitas internasional. Hal itu terbukti pada festival layang-layang dan Lomba Foto Amatir yang diikuti oleh peserta nasional dari Provinsi Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, serta peserta dari mancanegara (Malaysia, Singapura, dan Prancis), dengan peserta lokakarya diikuti 200 anak.

Meski demikian, Dendy mengakui ada beberapa kekurangan dalam penyelenggaraan festival itu, seperti kurang publikasi dan mepetnya waktu pengumuman pelelangan dengan penyelenggaraan.

"Kami berharap tahun depan persiapannya bisa ditingkatkan lagi. Kalau perlu ada jeda waktu tiga bulan untuk persiapan penyelenggaraannya," kata dia.

Sebelumnya, Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo menginginkan agar penyelenggaraan festival itu mendunia karena ada nama Gunung Krakatau yang lebih dulu mendunia karena letusannya pada 1883.

Terkait dengan letusan Krakatau itu, setiap Agustus peristiwa tersebut diperingati melalui penyelenggaraan Festival Krakatau, sedangkan pada 2016 dikemas dengan sentuhan berbeda dari sebelumnya.

Namun, kekecewaan dan suara kritis terhadap penyelenggaraan festival wisata tahunan di Lampung itu, juga terus mencuat setiap kali penyelenggaraanya, terutama terus mempertanyakan dampak bagi promosi dan pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Lampung karena dinilai belum bergerak secara signifikan. (Ant).

    

Pewarta: Budisantoso Budiman

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016