Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan PPNI selalu mendukung perubahan ke arah lebih baik dari sistem kesehatan di Indonesia, namun perlu mengkritisi substansi RUU Kesehatan Omnibus Law yang justru akan menjadi kontraproduktif dengan tujuan awal.

"PPNI menyikapi perkembangan terakhir dalam bidang kesehatan adalah terkait prokontra RUU Kesehatan yang dilakukan dengan metode Omnibus Law," katanya dalam keterangan yang diterima di Kota Depok, Selasa.

DPR RI telah menyetujui RUU Kesehatan Omnibus Law yang menggabungkan 13 UU yang bersentuhan dengan soal kesehatan.

Harif Fadhillah mengatakan PPNI sebagai organisasi profesi yang mewadahi tenaga kesehatan yang terbesar dan vital dalam sistem kesehatan memandang materi RUU Kesehatan edikit banyak akan sangat mempengaruhi perjalanan profesi perawat ke depan.

Harif menyebutkan, pertama,  substansi RUU Kesehatan berpotensi menghilangkan sistem yang sudah mulai baik terbangun dengan mencabut beberapa Undang-undang yang masih sangat relevan dan justru keberadaan undang-undang tersebut untuk menunjang perbaikan sistem Kesehatan antara lain adalah UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Dengan mencabut UU Keperawatan tersebut dan tidak mensubstitusi norma-norma esensial yang sangat dibutuhkan profesi perawat akan mengembalikan posisi perawat kepada kondisi 30 tahun silam dalam sistem kesehatan.

"Sebagaimana tertuang dalam naskah akademik dan konsideran yang menjadi latarbelakang dari UU 38/2014 tentang Keperawatan, pengaturan Keperawatan adalah untuk menjamin penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang bertanggungjawab, akuntabel, bermutu, aman, terjangkau dan dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan bermoral yang tinggi," kata Harif. 

Ia mengatakan tujuan tersebut tergambar dalam batang tubuh Undang-undang Keperawatan dan peraturan pelaksanaan yang sudah sebagian besar terbit dan kalau dilihat adalah bukan hanya kepentingan perawat tetapi lebih besar kepentingan masyarakat. 

Pencabutan UU Keperawatan akan serta merta mendegradasi profesi Perawat Indonesia yang saat ini sedang berkembang untuk kompetisi global dan meletakkan profesi perawat pada kondisi tidak punya landasan pengembangan profesi yang kuat serta berpotensi menimbulkan masalah, konflik yuridis, sosial profesi, dan sistem pelayanan Kesehatan.

Kedua, lanjut Harif, dalam draf RUU Kesehatan masih tampak tidak sungguh-sungguh untuk mereformasi sistem kesehatan khususnya sumberdaya Kesehatan masih diskriminatif dalam pengaturannya. RUU Kesehatan dijabarkan tentang kualifikasi sumberdaya kesehatan dengan berbagai aspek adalah Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan. 

Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri di kemudian hari maka akan ada turunan regulasi dan kebijakan yang berbeda dar isisi porsi dan prioritas sebagaimana jauh sebelum penataan sistern Kesehatan di Indonesia melalui Undang-undang Profesi masing-masing.

Pembedaan tersebut menyebabkan adanya ketidaksetaraan dalam pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam koordinasi dan kolaborasi,yang saat ini sedang dikembangkan di dunia adalah interkolaborasi dalam pelayanan Kesehatan dimana seluruh sumberdaya Kesehatan harus berfokus kepada pasien dan akhirnya akan menjadi pelayanan yang lebih efektif dan berkualitas bagi masyarakat.

Ketiga, ada potensi mengurangi peran masyarakat madani dalam khasanah Kesehatan di Indonesia, yaitu organisasi profesi. Organisasi Profesi adalah wadah masyarakat ilmiah bagi yang seprofesi dan sebagai wahana menyalurkan aspirasi anggota kepada pemangku kepentingan agar terjadi peningkatan profesionalisme dan kondisi kerja yang baik bagi sebuah profesi. 

Organisasi Profesi Perawat PPNI yang selama ini konsisten dan terus menerus mendukung pemerintah untuk berkontribusi dalam peningkatan kompetensi profesionalnya dan juga mengadvokasi kesejahteraan agar para perawat dapat lebih tenang menjalankan kewajiban peran sebagai profesi pemberi pelayanan kepada masyarakat. Jikalau perawat lebih nyaman dan tenang melaksanakan profesi maka dampaknya akan kebaikan pelayanan kepada masyarakat.

Keempat, RUU Kesehatan berpotensi memberi kemudahan perawat asing bekerja di Indonesia yang mengikuti kebijakan investasi, jika secara teknis tidak ketat maka akan menjadi ancaman karena mempersempit kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia. Jumlah lulusan Perguruan tinggi perawat di Indonesia sudah mencapai 65.000-75.000 per tahun.

Dari semua hal tersebut di atas, yang sangat esensial menjadi suara perawat seluruh Indonesia adalah hilangnya kebanggaan sebagai profesi karena landasan profesinya sudah dicabut, bandingkan dengan profesi Insinyur, Advokat, Notaris, Psikologi yang ada Undang-undang tersendiri. 

Baca juga: RUU Kesehatan akan revisi tanggung jawab BPJS kepada kementerian

Baca juga: Jamkeswatch desak hentikan pembahasan RUU Kesehatan

Baca juga: 11 organisasi profesi medis di Bogor tolak RUU Omnibus Law Kesehatan, ini alasannya

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023