Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui kanal televisi streaming yang dimilikinya, Neptune TV, menayangkan film dokumenter berjudul "Tuna Pulau Buru" berisi proses sertifikasi dari Marine Stewardship Council (MSC) bagi para nelayan ikan tuna di Pulau Buru, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.
Dalam film yang diperoleh dari MSC, organisasi nirlaba yang bergerak dalam sertifikasi dan ekolabel bidang kelautan dan perikanan, dan bermarkas di Inggris, kepada Antara di Bogor, Selasa, menceritakan tentang manfaat dan nilai lebih produk hasil ikan tangkapan dari para nelayan ikan tuna di Pulau Buru yang mampu menembus pasar ekspor ke berbagai negara seperti Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika.
Direktur Pegelolaan Sumber Daya Ikan KKP Dr Ridwan Maulana dalam film dokumenter itu menyampaikan bahwa Pulau Buru dipilih sebagai lokasi pengembangan kegiatan sertifikasi MSC karena memang memiliki beberapa keunggulan.
Baca juga: Indonesia promosikan ikan tuna berekolabel MSC di "Expo Asia"
Pertama dari sisi stok sumber daya ikan, khususnya ikan tuna itu masih dalam level yang sangat baik, artinya belum dalam kondisi tekanan penangkapan; kedua, penangkapan ikan tuna yang dilakukan masyarakat Pulau Buru, memang dikenal dengan penangkapan ikan yang baik, ramah lingkungan; ketiga, tidak ada dampak negatif dari perikanan tuna di sana terhadap lingkungan atau sumber daya alam, karena memang nelayan Pulau Buru melaksanakan penangkapan ikan tuna itu secara tradisional.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Buru Ufairah Thahir mengatakan bahwa Pulau Buru memiliki potensi perikanan yang cukup besar karena berada di dua WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) yakni di WPP di 714 dan 715, dengan produksi perikanan tangkap sebesar 11.090 ton dari potensi sekitar 13 ribu ton, dan ikan tuna merupakan jenis ikan tangkap unggulan di Pulau Buru.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 18/Permen-KP/2014, Indonesia dibagi menjadi 11 WPP, yakni WPP 571, 572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, dan 718.
Ufairah menyebutkan sejak 2014 hingga akhir 2022, sudah ada 146 nelayan di Pulau Buru yang mendapat sertifikat MSC.
"Kami membangun kerja sama dan memantau secara intensif pengembangan pascatangkap dari nelayan-nelayan yang sudah memiliki sertifikat, dukungan utama yang kami berikan sudah tentu sarana dan prasarana, agar mempertahankan kualitas, pada grade tertinggi," kata Ufairah.
Baca juga: MSC: Perikanan membutuhkan jeda untuk pulihkan populasi ikan
Direktur Regional Asia Pasifik MSC Patrick Caleo menyebutkan bahwa MSC dalam memberikan sertifikat dan ekolabel, memiliki dua standar. Pertama adalah standar perikanan yang dirancang untuk mendorong penangkapan ikan yang berkelanjutan dan perikanan yang dikelola dengan baik. Yang kedua adalah standar lacak balak, untuk memastikan produk bersertifikat MSC disimpan terpisah dari produk yang tidak bersertifikat.
"Perikanan harus dapat menunjukkan proses yang kuat, luar biasa, dan transparan, bahwa mereka dapat mempertahankan stok yang sehat, tetap meminimalkan dampaknya terhadap ekosistem laut, dan memiliki manajemen yang kuat dan efektif. Itulah bagian terpentingnya,"ujar Patrick.
Ia menegaskan, perikanan harus dapat menerapkan atau memenuhi semua peraturan lokal dan nasional di dalam negeri, tetapi juga mematuhi hukum internasional serta dapat memenuhi persyaratan MSC.
"Ini memberikan jaminan bahwa ketika seseorang mengambil produk bersertifikat MSC, produknya dapat ditelusuri kembali ke perikanan berkelanjutan serta bersertifikat dari mana mereka berasal," katanya.
Ridwan Maulana menambahkan bahwa sertifikasi MSC sangat penting untuk menjamin bahwa produk perikanan Indonesia yang diekspor dalam kondisi mutu yang baik dan tertelusur, artinya mulai dari proses penangkapan ikan, kemudian perlakuan di atas kapal sampai perlakuan di pelabuhan, semuanya memenuhi unsur-unsur perikanan yang bertanggung jawab.
"Ini penting mengingat persyaratan untuk ekspor khususnya ke negara-negara Uni Eropa"sangat ketat dan mempersyaratkan ketertelusuran dan mutu yang sangat baik,"kata Ridwan.
Proses untuk mendapatkan sertifikat dari MSC, harus lulus berbagai tahapan. Ridwak menyebutkan, tahap pertama pre-assessment, meliputi tiga hal yaitu ada stok perikanan yang berkelanjutan dan aman, tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan perairan, tata kelola penanagkapan ikan dilakukan secara baik dan bertanggung jawab, mulai dari saat penangkapan, kemudian juga penanganannya di atas kapal dan sampai pendaratannya di pelabuhan.
Tahap kedua membuat rencana aksi pengelolaan, melihat bagaimana gap atau kesenjangan antara kondisi perikanan saat ini dengan apa yang diharapkan, sehingga dapat diidentifikasi rencana-rencana aksi ke depan untuk perbaikan.
Tahap ketiga adalah assessment akhir, oleh auditor yang ditunjuk oleh MSC, untuk menilai layak atau tidaknya diberikan sertifikasi MSC. Proses selanjutnya adalah pemberian sertifikat bilamana sudah dinyatakan layak. Kemudian ada tahapan akhir lagi adalah maintenance, bagaimana supaya sertifikasi MSC ini tetap dapat dipertahankan, yaitu nanti akan ada penilaian dari auditor, baik secara insidentil maupaun secara rutin.
Baca juga: MSC apresiasi nelayan di Pulau Buru jaga keberlanjutan perikanan
"Itulah beberapa tahap untuk meperoleh sertifikasi MSC," kata Ridwan.
Dalam film dokumenter tersebut juga disampaikan kesaksian dari perwakilan Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) Pulau Buru selaku pendamping nelayan setempat yang menyebutkan bahwa kolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Provinsi Maluku, Dinas Perikanan Kabupaten Buru, mitra terkait, serta dengan para nelayan menjadi kunci dalam memperoleh sertifikasi dari MSC.
KKP berperan penting sebagai regulator dan memiliki tim ahli dan peneliti dalam menilai kondisi-kondisi perikanan tuna yang akan dikelola. KKP sangat antusias dan konsisten untuk mengupayakan terlaksananya pengelolaan tuna yang berkelanjutan.
Patrick mengatakan bahwa proses dan mencapai sertifikasi MSC adalah pencapaian yang luar biasa atas apa yang sudah dilakukan.
"Dibutuhkan banyak komitmen untuk mendaftar dan kemudian lulus standar MSC untuk membuktikan bahwa anda telah mencapai kinerja dan praktik terbaik untuk pengelolaan perikanan anda," katanya.
Keterangan tertulis KKP pada 29 Desember 2022, menyebutkan bahwa KKP mencatat peningkatan nilai ekspor perikanan 10,66% pada periode Januari-November 2022 dibanding periode yang sama tahun 2021. Nilai ekspor perikanan periode Januari-November 2022 mencapai 5,71 miliar dolar AS, sedangkan impor di periode yang sama, 0,64 miliar dolar AS.
Adapun komoditas utama ekspor Indonesia meliputi udang dengan nilai 1.997,49 juta dolar AS, tuna-cakalang-tongkol senilai 865,73 juta dolar AS, cumi-sotong-gurita 657,71 juta dolar AS, rumput laut 554,96 juta dolar AS, dan rajungan-kepiting sebesar 450,55 juta dolar AS.
Komoditas tersebut diekspor ke Amerika Serikat senilai 2,15 miliar dolar AS (37,63%), Tiongkok 1,02 miliar dolar AS (17,90%), Jepang 678,13 juta dolar AS (11,89%), ASEAN 651,66 juta dolar AS (11,42%), serta 27 negara Uni Eropa senilai 357,12 juta dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Dalam film yang diperoleh dari MSC, organisasi nirlaba yang bergerak dalam sertifikasi dan ekolabel bidang kelautan dan perikanan, dan bermarkas di Inggris, kepada Antara di Bogor, Selasa, menceritakan tentang manfaat dan nilai lebih produk hasil ikan tangkapan dari para nelayan ikan tuna di Pulau Buru yang mampu menembus pasar ekspor ke berbagai negara seperti Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika.
Direktur Pegelolaan Sumber Daya Ikan KKP Dr Ridwan Maulana dalam film dokumenter itu menyampaikan bahwa Pulau Buru dipilih sebagai lokasi pengembangan kegiatan sertifikasi MSC karena memang memiliki beberapa keunggulan.
Baca juga: Indonesia promosikan ikan tuna berekolabel MSC di "Expo Asia"
Pertama dari sisi stok sumber daya ikan, khususnya ikan tuna itu masih dalam level yang sangat baik, artinya belum dalam kondisi tekanan penangkapan; kedua, penangkapan ikan tuna yang dilakukan masyarakat Pulau Buru, memang dikenal dengan penangkapan ikan yang baik, ramah lingkungan; ketiga, tidak ada dampak negatif dari perikanan tuna di sana terhadap lingkungan atau sumber daya alam, karena memang nelayan Pulau Buru melaksanakan penangkapan ikan tuna itu secara tradisional.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Buru Ufairah Thahir mengatakan bahwa Pulau Buru memiliki potensi perikanan yang cukup besar karena berada di dua WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) yakni di WPP di 714 dan 715, dengan produksi perikanan tangkap sebesar 11.090 ton dari potensi sekitar 13 ribu ton, dan ikan tuna merupakan jenis ikan tangkap unggulan di Pulau Buru.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 18/Permen-KP/2014, Indonesia dibagi menjadi 11 WPP, yakni WPP 571, 572, 573, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, dan 718.
Ufairah menyebutkan sejak 2014 hingga akhir 2022, sudah ada 146 nelayan di Pulau Buru yang mendapat sertifikat MSC.
"Kami membangun kerja sama dan memantau secara intensif pengembangan pascatangkap dari nelayan-nelayan yang sudah memiliki sertifikat, dukungan utama yang kami berikan sudah tentu sarana dan prasarana, agar mempertahankan kualitas, pada grade tertinggi," kata Ufairah.
Baca juga: MSC: Perikanan membutuhkan jeda untuk pulihkan populasi ikan
Direktur Regional Asia Pasifik MSC Patrick Caleo menyebutkan bahwa MSC dalam memberikan sertifikat dan ekolabel, memiliki dua standar. Pertama adalah standar perikanan yang dirancang untuk mendorong penangkapan ikan yang berkelanjutan dan perikanan yang dikelola dengan baik. Yang kedua adalah standar lacak balak, untuk memastikan produk bersertifikat MSC disimpan terpisah dari produk yang tidak bersertifikat.
"Perikanan harus dapat menunjukkan proses yang kuat, luar biasa, dan transparan, bahwa mereka dapat mempertahankan stok yang sehat, tetap meminimalkan dampaknya terhadap ekosistem laut, dan memiliki manajemen yang kuat dan efektif. Itulah bagian terpentingnya,"ujar Patrick.
Ia menegaskan, perikanan harus dapat menerapkan atau memenuhi semua peraturan lokal dan nasional di dalam negeri, tetapi juga mematuhi hukum internasional serta dapat memenuhi persyaratan MSC.
"Ini memberikan jaminan bahwa ketika seseorang mengambil produk bersertifikat MSC, produknya dapat ditelusuri kembali ke perikanan berkelanjutan serta bersertifikat dari mana mereka berasal," katanya.
Ridwan Maulana menambahkan bahwa sertifikasi MSC sangat penting untuk menjamin bahwa produk perikanan Indonesia yang diekspor dalam kondisi mutu yang baik dan tertelusur, artinya mulai dari proses penangkapan ikan, kemudian perlakuan di atas kapal sampai perlakuan di pelabuhan, semuanya memenuhi unsur-unsur perikanan yang bertanggung jawab.
"Ini penting mengingat persyaratan untuk ekspor khususnya ke negara-negara Uni Eropa"sangat ketat dan mempersyaratkan ketertelusuran dan mutu yang sangat baik,"kata Ridwan.
Proses untuk mendapatkan sertifikat dari MSC, harus lulus berbagai tahapan. Ridwak menyebutkan, tahap pertama pre-assessment, meliputi tiga hal yaitu ada stok perikanan yang berkelanjutan dan aman, tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan perairan, tata kelola penanagkapan ikan dilakukan secara baik dan bertanggung jawab, mulai dari saat penangkapan, kemudian juga penanganannya di atas kapal dan sampai pendaratannya di pelabuhan.
Tahap kedua membuat rencana aksi pengelolaan, melihat bagaimana gap atau kesenjangan antara kondisi perikanan saat ini dengan apa yang diharapkan, sehingga dapat diidentifikasi rencana-rencana aksi ke depan untuk perbaikan.
Tahap ketiga adalah assessment akhir, oleh auditor yang ditunjuk oleh MSC, untuk menilai layak atau tidaknya diberikan sertifikasi MSC. Proses selanjutnya adalah pemberian sertifikat bilamana sudah dinyatakan layak. Kemudian ada tahapan akhir lagi adalah maintenance, bagaimana supaya sertifikasi MSC ini tetap dapat dipertahankan, yaitu nanti akan ada penilaian dari auditor, baik secara insidentil maupaun secara rutin.
Baca juga: MSC apresiasi nelayan di Pulau Buru jaga keberlanjutan perikanan
"Itulah beberapa tahap untuk meperoleh sertifikasi MSC," kata Ridwan.
Dalam film dokumenter tersebut juga disampaikan kesaksian dari perwakilan Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) Pulau Buru selaku pendamping nelayan setempat yang menyebutkan bahwa kolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Provinsi Maluku, Dinas Perikanan Kabupaten Buru, mitra terkait, serta dengan para nelayan menjadi kunci dalam memperoleh sertifikasi dari MSC.
KKP berperan penting sebagai regulator dan memiliki tim ahli dan peneliti dalam menilai kondisi-kondisi perikanan tuna yang akan dikelola. KKP sangat antusias dan konsisten untuk mengupayakan terlaksananya pengelolaan tuna yang berkelanjutan.
Patrick mengatakan bahwa proses dan mencapai sertifikasi MSC adalah pencapaian yang luar biasa atas apa yang sudah dilakukan.
"Dibutuhkan banyak komitmen untuk mendaftar dan kemudian lulus standar MSC untuk membuktikan bahwa anda telah mencapai kinerja dan praktik terbaik untuk pengelolaan perikanan anda," katanya.
Keterangan tertulis KKP pada 29 Desember 2022, menyebutkan bahwa KKP mencatat peningkatan nilai ekspor perikanan 10,66% pada periode Januari-November 2022 dibanding periode yang sama tahun 2021. Nilai ekspor perikanan periode Januari-November 2022 mencapai 5,71 miliar dolar AS, sedangkan impor di periode yang sama, 0,64 miliar dolar AS.
Adapun komoditas utama ekspor Indonesia meliputi udang dengan nilai 1.997,49 juta dolar AS, tuna-cakalang-tongkol senilai 865,73 juta dolar AS, cumi-sotong-gurita 657,71 juta dolar AS, rumput laut 554,96 juta dolar AS, dan rajungan-kepiting sebesar 450,55 juta dolar AS.
Komoditas tersebut diekspor ke Amerika Serikat senilai 2,15 miliar dolar AS (37,63%), Tiongkok 1,02 miliar dolar AS (17,90%), Jepang 678,13 juta dolar AS (11,89%), ASEAN 651,66 juta dolar AS (11,42%), serta 27 negara Uni Eropa senilai 357,12 juta dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023