Terorisme adalah suatu kejahatan luar biasa yang menggunakan cara-cara kekerasan dan menimbulkan ketakutan kepada banyak orang. Terorisme dilakukan oleh kelompok atau perorangan dengan paham radikal untuk memaksakan tujuan pelaku, seperti ideologi, politik, atau bahkan ekonomi. Terorisme harus dicegah, ditangani, dan diberantas. Korban jiwa dan materi dari aksi terosisme sudah sangat banyak.

Dalam menjalakan aksinya, kelompok radikal tentu membutuhkan dana. Aksi teror seperti serangan di Thamrin, Mapolresta Surakarta, Bom Bali, atau di tingkat internasional seperti di Perancis, memerlukan dana yang tidak sedikit.

Aksi teror yang dilakukan oleh ISIS di berbagai negara tentu memerlukan dana yang tidak sedikit. Aksi lintas negara tersebut membutuhkan proses yang panjang seperti perekrutan, pelatihan, penempatan, dan aksi. Pertanyaannya adalah dari mana dana tersebut diperoleh?.

Terkait aksi terorisme di Indonesia, PPATK menyatakan bahwa ada aliran dana dari Timur Tengah ke beberapa Yayasan lalu dikirim kembali ke Filipina untuk pembelian senjata. Aliran dana ini sekaligus membuktikan bahwa terorisme di Indonesia tidak berdiri sendiri, namun terkait dengan jaringan global dari Timur Tengah.

Secara umum sumber dana terorisme terutama kelompok radikal kanan, berasal dari bisnis yang dikelola, iuran antar anggota, dari infak-infak, dan dengan halalkan segala cara. ISIS sebagai organisasi teror yang paling besar saat ini diketahui mempunyai bisnis minyak di Timur Tengah. Sumber dana dari bisnis minyak ini yang diduga sebagian mengalir untuk pendanaan kelompok teroris di Indonesia yang berbaiat kepada ISIS.

Dari kasus-kasus terakhir terlacak bahwa perantara jaringan kelompok radikal di Indonesia kepada ISIS di Suriah adalah Bahrun Naim. Dana dari ISIS di Suriah tidak hanya untuk aksi teror di Indonesia, tetapi diduga juga untuk perekrutan simpatisan dan pengiriman foreign terrorist fighters dari Uighur ke Indonesia.

Iuran (sunduq) anggota kelompok radikal merupakan salah satu sumber dana, sekaligus sebagai daya pemersatu. Selain itu sumbangan-sumbangan dari simpatisan atau dari sahabat anggota kelompok radikal merupakan salah satu sumber dana yang penting. Motivasi donatur untuk menyumbang dana bisa bermacam-macam. Kepetingan ideologi atau keamanan donatur bisa menjadi alasan untuk menyumbang bagi kegiatan kelompok radikal. Selain itu hubungan pribadi yang cukup dekat dengan anggota kelompok radikal adalah alasan lainnya yang dapat dipahami.

Sumber dana untuk aksi terorisme selanjutnya adalah dengan cara fai atau mengumpulkan dana dengan kejahatan misalknya perampokan. Fai dengan model seperti perampokan  banyak terjadi di Indonesia. Contoh yang paling terkenal adalah perampokan di Bank CMIB Medan pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2013 perampokan Toko Emas Tambora Jakarta Barat dan perampokan di BRI di Batang Jawa Tengah senilai Rp790 juta. Selain itu juga perampokan BRI di Grobokan (Rp630 juta), dan BRI Lampung (Rp460 juta).

Saat ini dengan semakin melemah dan terdesaknya ISIS di Suriah, maka aliran dana untuk kelompok radikal di Indonesia akan tersendat. Hal ini akan berdampak pada perubahan model aksi terorisme di Indonesia. Aksi teror membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Sebelum melakukan aksi teror, maka pelaku dan kelompoknya akan melakukan persiapan-persiapan seperti penyediaan logistik dan peralatan, pemetaan sasaran (pengamatan dan penggambaran), simulasi, aksi, bahkan untuk menyantuni keluarga pelaku yang menjadi pengantin (untuk kasus bom bunuh diri).

Dengan terdesaknya ISIS di Suriah dan tersendatnya aliran dana dari Suriah untuk kelompok radikal di Indonesia, maka kelompok radikal di Indonesia diperkirakan akan mencari jalan lain guna pendanaan aksinya. Aksi-aksi fai dengan perampokan diperkirakan akan meningkat. Selain itu untuk menekan penggunaan dana kelompok tersebut akan melakukan efisiensi.

Aksi teror akan dilakukan dengan cara yang lebih murah. Bahkan kemungkinan kelompok teror akan berpindah lokasi safe house ke daerah yang lebih murah terutama di daerah pinggiran dari kota sasaran.

Aparat keamanan di Indonesia tentu harus meningkatkan kewaspadaan terkait hal tersebut di atas. Kemungkinan meningkatnya angka kejahatan seperti perampokan dapat terjadi. Kelompok radikal tentu juga akan selektif dalam memilih sasaran teror. Dengan biaya yang lebih efektif namun sasaran bernilai tinggi, maka kemungkinan sasaran adalah aparat-aparat kepolisian di pinggiran kota yang lebih rentan sistem pengamanannya.

Aksi terorisme sangat tergantung dari dana. Tampa adanya dana maka aksi teror sangat kecil kemungkinan terjadi. Hal ini seharusnya menjadi peluang bagi pemerintah untuk mencegah aksi terorisme sejak dini, yaitu dengan memutus aliran dana untuk terorisme.

Pengiriman dana dari luar negeri yang diindikasikan untuk kelompok radikal yang berpotensi melakukan teror sebaiknya dibekukan. Bisnis-bisnis sebagai pencucican uang dana terorisme harus dicari dan ditangani. Fai harus dicegah, pengamanan seperti di toko emas dan bank di daerah yang rawan perlu ditingkatkan. Terorisme pasti memerlukan dana. Dan upaya yang sangat siginifikan untuk mencegah aksi terorisme adalah dengan memutus aliran dananya.

*) Stanislaus Riyanta, Analis intelijen dan terorisme, Alumnus Program Pascasarjana bidang Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia.

Pewarta: Stanislaus Riyanta *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016