Bogor (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat berkomitmen untuk terus menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
"Pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak harus dilakukan secara serius dan kompak melibatkan seluruh masyarakat, petugas kesehatan dan pemangku kepentingan," kata Kepala Bidang Binkesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Rornila Devi Siregar, di Cibinong, Senin.
Ia mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di era perkembangan teknologi yang pesat saat ini dalam status darurat, sehingga memerlukan penanganan semaksimal mungkin melalui penguatan tata laksana dan jejaring pencanangan serta pencatatan, juga pelaporan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
"Kejahatan seksual maupun bentuk kekerasan lainnya, saat ini tidak hanya terjadi pada anak-anak dan perempuan saja, tetapi laki-laki juga menjadi sasaran utama,"
Menurut Devi, Pemkab Bogor terus berupaya melakukan penanganan semaksimal mungkin, memperkuat sinergitas antara Pemerintah dengan seluruh masyarkat khususnya di Kabupaten Bogor.
Sinergitas dan kerjasama dengan semua lini, lanjutnya, menjadi faktor dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bogor, sehingga tata laksana dan jejaring penanganan kasus dapat terwujud dengan baik.
"Mulai dari deteksi masalah, menggali faktor penyebab, hingga pencatatan dan pelaporan," katanya.
Menurut Psikolog Elly Risma, sepanjang 2015 terdapat 3.971 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia, salah satunya kasus kejahatan seksual yang terjadi di sekolah terdapat di 28 provinsi.
Ia menyebutkan, terdapat tiga bentuk kekerasan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia yakni kekerasan seksual dengan kata-kata yang dimulai sari bicara, komentar, SMS, mengirim pesan atau mengajak melakukan kegiatan seksual melalui kata-kata.
Perilaku seksual tanpa persetujuan seperti mengintip orang mandi, ganti baju dan lainnya, serta pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual dengan memaksa, mengancam orang lain, kekerasan dan kejahatan seksual pada anak laki-laki maupun perempuan.
"Persoalan ini dapat mengancam masa depan banggsa kita, karena pelaku kekerasan seksual saat ini berasal dari semua kalangan mulai dari pelaku anak-anak, remaja atau pun orang dewasa, baik orang dekat atau dikenal maupun tidak dikenal anak," katanya.
Ia menjelaskan, pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya menggunakan strategi seperti membangun kedekatan, membujuk, dan mengancam.
"Bahkan perempuan pun saat ini bisa menjadi pelaku dari kejahatan tersebut," katanya.
Elly menambahkan, yang terpenting dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui tujuh pilar pengasuhan anak, yang terdiri dari kesiapan menjadi orangtua, dua parenting ayah harus terlibat, tetapkan tujuan pengasuahan anak, komunikasi yang baik, benar dan menyenangkan, kemudian tanamkan nilai agama yang kuat, menyiapkan masa baligh anak, dan bijak memanfaatkan teknologi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak harus dilakukan secara serius dan kompak melibatkan seluruh masyarakat, petugas kesehatan dan pemangku kepentingan," kata Kepala Bidang Binkesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Rornila Devi Siregar, di Cibinong, Senin.
Ia mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di era perkembangan teknologi yang pesat saat ini dalam status darurat, sehingga memerlukan penanganan semaksimal mungkin melalui penguatan tata laksana dan jejaring pencanangan serta pencatatan, juga pelaporan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
"Kejahatan seksual maupun bentuk kekerasan lainnya, saat ini tidak hanya terjadi pada anak-anak dan perempuan saja, tetapi laki-laki juga menjadi sasaran utama,"
Menurut Devi, Pemkab Bogor terus berupaya melakukan penanganan semaksimal mungkin, memperkuat sinergitas antara Pemerintah dengan seluruh masyarkat khususnya di Kabupaten Bogor.
Sinergitas dan kerjasama dengan semua lini, lanjutnya, menjadi faktor dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bogor, sehingga tata laksana dan jejaring penanganan kasus dapat terwujud dengan baik.
"Mulai dari deteksi masalah, menggali faktor penyebab, hingga pencatatan dan pelaporan," katanya.
Menurut Psikolog Elly Risma, sepanjang 2015 terdapat 3.971 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia, salah satunya kasus kejahatan seksual yang terjadi di sekolah terdapat di 28 provinsi.
Ia menyebutkan, terdapat tiga bentuk kekerasan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia yakni kekerasan seksual dengan kata-kata yang dimulai sari bicara, komentar, SMS, mengirim pesan atau mengajak melakukan kegiatan seksual melalui kata-kata.
Perilaku seksual tanpa persetujuan seperti mengintip orang mandi, ganti baju dan lainnya, serta pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual dengan memaksa, mengancam orang lain, kekerasan dan kejahatan seksual pada anak laki-laki maupun perempuan.
"Persoalan ini dapat mengancam masa depan banggsa kita, karena pelaku kekerasan seksual saat ini berasal dari semua kalangan mulai dari pelaku anak-anak, remaja atau pun orang dewasa, baik orang dekat atau dikenal maupun tidak dikenal anak," katanya.
Ia menjelaskan, pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya menggunakan strategi seperti membangun kedekatan, membujuk, dan mengancam.
"Bahkan perempuan pun saat ini bisa menjadi pelaku dari kejahatan tersebut," katanya.
Elly menambahkan, yang terpenting dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui tujuh pilar pengasuhan anak, yang terdiri dari kesiapan menjadi orangtua, dua parenting ayah harus terlibat, tetapkan tujuan pengasuahan anak, komunikasi yang baik, benar dan menyenangkan, kemudian tanamkan nilai agama yang kuat, menyiapkan masa baligh anak, dan bijak memanfaatkan teknologi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016