Bukan berarti seorang prajurit TNI yang biasa berlatih dalam kelompok, berada dalam kedisiplinan tinggi dan bergaji biasa-biasa saja, membuat jiwa mereka lengah akan nasib rumah ibadah yang usang di makan zaman. 

Melihat masjid di ujung persimpangan jalan, tepat berada di belakang lampu merah akses stadion megah di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yakni Stadion Pakansari, begitu lusuh dan tidak terawat, membuat hati seorang prajurit TNI terpecut kembali pulang ke pangkuan tempat ibadah tua yang nampak usang itu.

Ia adalah Peltu Silahudin Sidiq yang kini bertugas di Kodim 0606 Kota Bogor, dekat dengan kampung halamannya di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. 

Silahudin, datang pertama kali lagi ke Nanggewer pada tahun 2004 setelah lama bertugas di luar kota dan menetap di Bandung. Saat itu, dia belum merasa terpanggil untuk melirik masjid tua peninggalan ayahnya di pinggir jalan yang mulai tertutupi kios-kios pinggir Jalan Raya Jakarta-Bogor itu.

Namun, pada tahun 2016, saat ia kembali lagi ke kampung halamannya, semua berubah. Pada Desember enam tahun lalu itu, Silahudin tiba-tiba merasa tergugah untuk membangun Masjid Hasanah, yang berarti kebaikan, persis diapit berbagai akses jalan yang strategis di Cibinong. 

Hanya setitik yang tak nampak mungkin, dari ribuan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menjumlah ada 2.232 masjid di Kabupaten Bogor, Jawa Barat hasil survei terakhir tahun 2021. 

Berjumlah penduduk 5.385.219 jiwa dengan luas wilayah 2,986 km persegi terdiri atas 40 kecamatan, perjuangan Silahudin terlihat kecil, tetapi begitu berarti bagi warga sekitar. 


Masjid yang kini berwarna orange itu, akan selalu dilewati oleh warga Nanggewer yang ingin melintas ke Jalan Raya Jakarta-Bogor melewati lampu merah Simpang Pakansari. Begitupun masyarakat dari arah Pakansari menuju Kota Bogor.

Dari arah sebaliknya, masyarakat dari arah Sentul dan Babakan Madang pun akan melewati masjid tersebut menuju ke arah Kota Bogor. Pun, mereka yang datang dari arah Jakarta melalui Depok. 
Peltu Silahudin Sidiq saat menerangkan perjalanan pembangunan Masjid Hasanah, Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat di lantai 2 masjid tersebut. (ANTARA/Linna Susanti)
Kepada ANTARA saat diwawancarai khusus dari Kota Bogor, Sabtu, Silahudin mengaku tertegun, saat melihat kondisi masjid dari seorang Udjang Sidiq, ayahnya, yang telah meninggal dunia saat ia belum beranjak dewasa itu bahkan tidak memiliki dewan kemakmuran masjid (DKM). 

Tidak perlu lama untuk mengetuk hati seorang prajurit yang teguh akan prinsip dan setiap perjuangannya. Pada tanggal 15 Desember 2016, Silahudin segera memberitahukan niatnya kepada keluarga dan masyarakat setempat untuk melangsungkan pembangunan pada 1 Februari 2017 meskipun, ia belum tahu dari mana asal dana akan terkumpul. 

Baca juga: Ihwal Masjid Lautze di tengah perayaan Imlek

Silahudin mengutarakan, dia tahu bahwa urunan dengan warga sekitar akan terasa sulit dan berat, mengingat rata-rata penghasilan masyarakat sekitar menengah ke bawah. 

Datanglah para tokoh agama bertanya padanya. Dari mana niat itu dan sudahkah Silahudin dan keluarga mengingat, bersyukur dan mendoakan ayahnya. Silahudin pun bergegas mengadakan haul Udjang Sidiq pada tanggal 26 Januari 2016 di Masjid Hasanah, mengenang perjuangan almarhum. 

Di sana, ia memberanikan diri meminta persetujuan warga dan membangkitkan keyakinannya untuk membangun masjid itu menjadi lebih nyaman.

Kini telah berdiri kokoh dengan dana mencapai Rp3 miliar untuk lantai satu dan dua, hasilnya berserah dan menemukan jalan bersama kawan-kawan pengusaha yang mengenalnya. 


Diragukan

Bagai mimpi menjangkau langit. Pembangunan Masjid Hasanah yang membuat prajurit TNI itu bertekad tanpa lelah untuk teguh bahwa dana dan partisipasi masyarakat akan datang bersamanya pun sempat mendapat keraguan. 

Memang betul, Silahudin yang merupakan seorang prajurit tidak memiliki cukup uang untuk membangun masjid sebesar Rp3 miliar. Ia ditanya empat pilihan pendanaan, pertama uang sendiri dan dia menyerah. Kemudian dari donatur, dirinya menyatakan tidak membuat kepanitiaan, karena warga juga banyak yang meragukan, maka donatur dari perusahaan tidak mungkin. Sumber dana dari proposal pengajuan juga tidak mungkin karena tidak ada panitia. Lalu untuk meminta sumbangan masyarakat di jalan, tidak sampai hati baginya. 

Silahudin pun ditinggal para tokoh karena tidak sanggup dan merasa tidak masuk akal atas keyakinannya membangun masjid peninggalan ayahnya itu. Dia pun makin membulatkan tekad  untuk mewujudkan niat membangun kembali masjid itu. 

Baca juga: Meski belum buka untuk umum, pengunjung Masjid Sheikh Zayed capai ribuan tiap hari

Dana, tidak datang sekonyong-konyong. Ridho Ilahi membuatnya tetap teguh dan menemukan jalan. Selama tiga tahun penuh perjuangan, akhirnya pada tahun 2019, Masjid Hasanah berdiri tegak di antara sibuknya perkotaan dengan bantuan para dermawan "hamba Allah". Berbagai keraguan dan cibiran dibayar lunas oleh air mata syukuran yang berlangsung pada Minggu (29/1). 


Takdir ilahi

“Karena, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al-Insyirah: 5-6). 

Petikan ayat itu seolah menggambarkan perjuangan Silahudin untuk membangun masjid lama yang belasan bahkan puluhan tahun tak dia perhatikan dan mulai lapuk tergerus zaman.

Puluhan tahun, sejak ayahnya, Udjang Sidiq berpulang, saat dia belum tahu pedihnya perjuangan membangun rumah ibadah. 

Sewaktu kecil, bahkan Silahudin marah dan memukul anak yatim yang diberi baju baru oleh ayahnya lebih dulu menunggu Lebaran tiba, ketimbang dirinya.

Sementara dia, harus merasa gundah membaca teka-teki sikap ayahnya yang tak kunjung membelikannya baju, hingga takbiran tiba, barulah ia mendapatkannya.

Kini dengan sepenuh hati, Silahudin memahami betapa sulitnya merehabilitasi kembali kondisi fisik masjid yang membuat dia kebingungan dan dilanda khawatir dan galau  dari mana dananya. Hingga dia pun berserah diri kepada Allah Swt. Dalam keyakinannya yang kian kuat tertanam, hanya Allah yang mengetahui jalan dan waktu yang tepat sesuatu terjadi. 

Prajurit itu akhirnya mendapatkan kawan seperjuangan meski tak ingin nampak dalam proses pembangunan masjid itu. Dirinya mendapatkan dana dari rekan-rekan pengusaha yang dia kenal. Tidak semua memberi uang, melainkan bahan-bahan bangunan yang diperlukan. Silahudin menyebut ada Rp1,5 miliar berupa uang tunai yang terkumpul dan  senilai Rp1,5 miliar berupa bahan bangunan, jika dikalkulasi, sehingga berjumlah Rp3 miliar. 

Sementara warga sekitar, akhirnya tergerak untuk membantu semangat swadaya Silahudin dengan bergantian memberi makanan tukang selama pembangunan. 

Pembangunan masjid ini, belum selesai. Silahudin berharap, masih ada daya dan upaya untuk meneruskan pembangunan hingga tiga lantai. Hal itu  agar masyarakat bisa menggunakan Masjid Hasanah Nanggewer sebagai tempat ibadah dan berbagi ilmu agama di sana.


Mendirikan yayasan
Peresmian Pesantren Widya Silahudin Siqid di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh perintisnya Widya Burliah Al-Kalabi (kedua dari kiri, baju biru) dihadiri beberapa tokoh pendidikan, perempuan dan DPRD setempat, Sabtu (28/1/2023). (ANTARA/Linna Susanti)
Masjid tanpa DKM bagai ruang tanpa kelola. Pun demikian, pesantren tanpa yayasan bagai kapal tanpa induk. 

Baca juga: Jalan ke Masjid Al Jabbar macet panjang

Begitulah istilah yang mungkin tepat untuk menggambarkan niat Silahudin Sidiq mendirikan Yayasan Haji Udjang Sidiq.

Ia berharap, pengelolaan masjid dan pesantren yang juga baru berdiri bernama Pesantren rintisan Widya Silahudin Sidiq bersama seorang mantan jurnalis yang bergelut dengan masalah anak jalanan, yatim, yatim piatu dan dhuafa. 

Pada Januari 2023, Yayasan Haji Udjang Sidiq resmi berdiri membawahi kepengurusan pesantren dan DKM Masjid Hasanah yang mengikutsertakan masyarakat sekitar dalam kepengurusan tersebut. 

Silahudin berharap, dengan ada yayasan, ke depan, masjid tertua di Nanggewer, Cibinong, Kabupaten Bogor itu akan bisa membantu masjid lainnya untuk renovasi. 

Menurut Silahudin, awalnya masjid pertama di Nanggewer adalah Masjid Hasanah yang didirikan ayahnya sekitar tahun 1950-an atau bahkan lebih tua dari itu. 

Seiring berjalannya waktu, tokoh di wilayah Pakansari pun meminta izin untuk mendirikan masjid tersendiri, lantaran jamaah di Masjid Hasanah yang masih sederhana kala itu, sudah tidak tertampung. Begitupun, masjid lain di wilayah Kandang Roda dan sekitarnya. 

Silahudin bertekad, masjid tertua yang semula tertinggal dalam renovasi, ke depan akan membantu masjid lainnya secara bertahap. Ia berserah diri dan tawakal dalam keyakinan mendalam bahwa dia bukanlah siapa-siapa. Ia terus memanjatkan doa semoga semoga cita-citanya terkabul, semata-mata karena Allah. 

Baca juga: Pemkot Bogor ajak ribuan warga berzikir akhir tahun di Masjid Agung

Baca juga: Wali Kota Depok jelaskan tentang rencana pembangunan Masjid Jami Al-qudus







 

Pewarta: Linna Susanti

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023