Tiga unit mobil jenis jeep "Land Cruiser" melaju beriringan di jalan utama Desa Umbulharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan mengangkut delapan wisatawan domestik dan mancanegara, pekan lalu.

Tujuannya adalah melihat bekas-bekas erupsi Gunung Merapi pada 2010 yang meluluhlantakkan sejumlah desa di kaki gunung api paling aktif di dunia itu.

Menurut laman www.vsi.esdm.go.id, korban jiwa akibat erupsi Merapi 2010 sebanyak 347 orang. Korban terbanyak berada di Kabupaten Sleman yaitu 246 jiwa, kemudian di Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) 52 jiwa, Klaten (Jawa Tengah) 29 jiwa, dan Boyolali (Jawa Tengah) 10 jiwa.

Tidak sampai 10 menit, laju ketiga jeep itu mulai menapaki jalan "off road" karena memasuki medan berat yang hanya bisa dilewati jenis kendaraan jeep.

"Itulah sebabnya kenapa harus menggunakan mobil jeep. Jangankan sedan, Avanza atau lainnya gak sanggup naik. Jeep ini ber-cc besar dan lebih nyaman dinaiki," kata pengemudi kendaraan tersebut, Budi sambil mengendalikan mobil yang meliuk-liuk di kubangan air dan jalan yang rusak parah.

Karena cuaca mendung dan khawatir terjadi hujan, ketiga jeep tersebut langsung diarahkan menuju bangker (tempat berlindung di bawah tanah) yang menjadi salah satu saksi bisu erupsi merapi.

Bekas letusan terlihat saat mulai masuk Kali Kuning dimana di sungai itu banyak terdapat pasir dan batu yang berasal dari lahar dingin asal Merapi.

Di sepanjang perjalanan, tidak ada permukiman warga yang tersisa karena semuanya telah direlokasi ke tempat yang lebih aman. Bekas-bekas rumah juga tidak ada.

Yang ada hanyalah jalan desa yang rusak dan timbunan pasir serta batu yang berasal dari lava panas yang telah dingin.

"Kalau pohon sengon, itu ditanam setelah erupsi. Hanya rumput gajah untuk pakan ternak yang bisa tumbuh. Kawasan ini hangus terbakar disapu awan panas pada 2010," kata Triyono, pengemudi jeep lainnya.
    
Bangker

Sekitar 35 menit, rombongan tiba di bangker di Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan. Kendaraan diparkir di tanah lapang yang sebelum erupsi 2010 adalah tempat perkemahan.

Bekas amukan Merapi sangat kental di sini yakni sisa bangunan dan Kali Gendol yang tertutup pasir batu akibat lava. Beberapa truk melintas di Kali Gendol membawa pasir dan batu untuk bahan bangunan. Sayangnya, cuaca mendung dan berkabut menghalangi pemandangan puncak Merapi dari Kaliadem.

Di pinggir tanah lapang sekaligus tempat parkir jip, ada bangker yang masuk ke dalam tanah se dalam sekitar lima meter.

"Ada dua relawan tewas saat erupsi 2006 di dalam bangker ini. Satu tewas di kamar mandi dan satu tewas di ruang tengah," kata Budi sambil mengajak empat wisatawan Korea dan empat wisatawan domestik masuk ke dalam bangker.

Kedua relawan naas itu adalah Warjono dan Sudarwanto. Untuk mengevakuasi keduanya, tim SAR harus menyemprotkan air ke dalam bangker untuk pendinginan.

Budi mengatakan saat erupsi Merapi 2010, banker ini tidak terpakai karena semua warga telah mengungsi ke tempat lebih aman.

"Tahun 2006, ada relawan tewas karena bangker ini tertutup lava panas. Bangker ini tahan awan panas tapi tidak buat untuk tahan lava panas. Kalau awan panas kan cuma lewat saja, tapi kalau lava kan menimbun. Bangkernya kan jadi panas juga," katanya.

Untuk masuk ke banker yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada 2002 ini, pengunjung harus melewati anak tangga menurun sedalam sekitar lima meter. Ada dua lapis pintu besi sebelum tiba di ruang utama.

"Dulunya, di dalam ada tabung oksigen, kamar mandi dan bahan pangan yang cukup untuk beberapa hari. Bisa lima puluh orang di dalam bangker," katanya.

Kini kondisi sebagian bangker telah rusak. Lampu mati bahkan dua lapis pintu besi sudah tidak bisa ditutup. Namun demikian, karena warga sudah tidak ada lagi yang tinggal di Kaliadem, maka bangker ini tinggal jadi saksi bisu amukan Merapi.

"Agak merinding juga di dalam. Hawanya dingin dan gelap. Saya tidak bisa bayangkan gimana dulunya ada yang terjebak di dalam sementara di luar tertimbun lava panas," kata Tesla, wisatawan asal Lampung.
    
Museum

Selain bangker, saksi bisu amukan erupsi Merapi adalah Museum "Sisa Hartaku" di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.

Triyono mengatakan, museum ini dulunya adalah rumah Sriyanto yang hancur diterjang erupsi Merapi pada 2010. Sriyono sekeluarga selamat karena telah mengungsi ke tempat aman sebelum awan panas membakar rumahnya.

Sayangnya, kondisi bangunan terkesan kotor berdebu. Kesan apa adanya nampak di museum ini. Pemerintah setempat pernah merenovasi bangunan di bagian atap dan dinding namun hanya "sekedar" tidak terkena hujan dan angin saja.

Di teras museum, pengunjung dapat melihat contoh tulang rangka sapi yang mati terpanggang disapu awan panas.

Di beberapa ruangan terdapat aneka barang milik warga yang tersisa antara lain gelas, piring, rangka sepeda motor, sisa alat pengolah kopi, sisa pakaian, televisi, sisa gamelan,  dan lainnya yang semuanya milik warga yang tersisa.

Dari puluhan barang sisa itu, ada jam dinding berhenti berdetak saat rumah Sriyanto tersapu awan panas. Posisi jarum adalah 00.05 persis saat awan panas menggulung desa itu.

Di atas jam dinding itu ada tulisan "BUKTI JAM ERUPSI", sedangkan di jam ada tulisan "5 NOVEMBER 2010".

"Inilah bukti terjadinya erupsi," kata Budi yang juga salah satu korban erupsi dan beralih profesi dari sopir truk menjadi sopir jeep wisata.

Selain barang, museum ini juga memuat foto-foto saat terjadi erupsi termasuk foto-foto saat para korban dikubur secara massal.

Deretan barang bekas dan foto-foto ini seakan menuntun pengunjung melihat secara utuh kedahyatan letuasan Merapi 2010.

Di beberapa titik tembok museum ada sejumlah tulisan berisi ekspresi warga di antaranya "HABIS SUDAH SEMUA", "BENCANA BUKAN AKHIR SEGALANYA", "MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI".
    
Keselamatan

Budi mengatakan keselamatan tetap diutamakan bagi tujuh operator jeep wisata di Cangkringan yang memiliki armada sekitar 250 unit untuk melayani wisatawan.

Bahkan, mereka bisa saling berkomunikasi antara sesama sopir dan antara sopir dengan pangkalan jeep yang menjadi posko. Tiap-tiap operator jeep bisa berkomunikasi melalui radio HT.

"Dari pesawat HT ini, kami juga bisa pantau cuaca di atas bahkan tingkat gempa juga bisa dimonitor. Kalinya banjir atau tidak. Dari bawah, kami tahu cuaca di atas sana," katanya.

Ia mengatakan para pemilik jeep di Cangkringan kini hanya mau memakai Land Cruiser dibandingkan dengan jeep Willys karena dirasa lebih cocok medannya.

"Dulu, ada yang pakai Willys tapi sekarang tidak ada. Kalau yang di Kaliurang, masih banyak yang pakai Willys," katanya.

Dengan Land Cruiser itu, wisatawan juga akan diajak merasakan sensasi "off road" dengan menerjang dasar Kali Kuning yang berbatu dan berair sehingga bisa membuat pengunjung basah kuyup terkena air sungai namun tetap menjaga keselamatan penumpangnya.

Seorang wisatawan asal Korea, Lim Sumi mengaku dengan wisata petualangan ini kurang bisa memahami keadaan yang sebenarnya saat terjadi bencana karena minim petunjuk.

"Gunung Merapi juga tertutup mendung tadi. Cuma di museum saja, saya bisa tahu bencana erupsi Merapi," kata Lim Sumi. (Ant). 

Pewarta: Santoso

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016