Purwakarta (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, membentuk Tim Pembela Guru sebagai bentuk perlindungan bagi mereka jika terlibat masalah hukum karena memberi sanksi fisik kepada anak didiknya.

Bupati setempat Dedi Mulyadi, di Purwakarta, Kamis, mengatakan, saat ini perlakuan guru yang mengarah pada fisik seperti mencubit atau menampar sudah masuk dalam ranah pidana.

"Kalau zaman dahulu, nakal itu seperti pulang sekolah mengambil mangga di kebun orang, atau berkelahi dengan teman sekolah satu lawan satu. Tapi sekarang, kenakalan itu berubah jadi geng motor, pencurian, pemerkosaan, dan bahkan berkelahi sampai bacok-bacokan," kata dia.

Ia menyatakan, kenakalan pada zaman dulu bisa terbendung dengan sikap tegas dari para guru yang mendapat kepercayaan dari para orang tua untuk mendidik anak-anaknya.

Tindakan tegas yang dilakukan guru pada saat itu, selain membendung tingkat kenakalan, juga ampuh meningkatkan empati dan rasa hormat anak didik terhadap guru.

"Orang tua pada zaman dulu itu sadar, telah menitipkan anaknya kepada guru untuk dididik. Sehingga kekerasan yang kita alami di sekolah dianggap bagian dari cinta dan perhatian guru kepada anak didik," kata dia.

Sedangkan anak zaman sekarang terlalu dimanjakan oleh orang tuanya, mulai dari diberikan motor atau mobil sebelum usia dewasa dan pembiaran anak berkeliaran malam.

Itu berbahaya, karena berimbas pada perilaku anak yang cenderung liar, sehingga sulit untuk diatur bahkan tak memiliki rasa hormat terhadap orang tua dan guru.

Kasus lainnya, beberapa waktu lalu di Purwakarta telah terjadi orang tua siswa menampar kepala sekolah akibat sikap tegas kepala sekolah menegur siswanya karena bercanda ketika menjalankan upacara bendera.

Untuk menghindari kejadian itu, bupati mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 424.05/Kep.576-DISDIKPORA/2016 tentang Pembentukan Tim Pembela Guru Kabupaten Purwakarta.

"Keluarnya Surat Keputusan itu bukan berarti saya berpihak kepada guru secara berlebihan, tapi sebagai kepala daerah, saya harus memberikan perlindungan terhadap para guru," kata Dedi.

Dalam Surat Keputusan tersebut diatur mengenai batasan bagaimana kewenangan guru mendidik siswanya tanpa menyalahi undang-undang yang berlaku.

Salah satu kebijakannya ialah, pemotongan nilai dua angka berlaku seluruh mata pelajaran bagi siswa yang telah melakukan pelanggaran atau berbuat tidak wajar.

"Dalam SK itu, para guru di Purwakarta akan mendapat perlindungan dan konsultan yang terdiri dari 10 orang pengacara yang berkantor di Kantor PGRI Purwakarta.

"Jadi kalau ada guru yang kelepasan setan sampai mencubit atau menampar anak didiknya, lalu sang guru dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa, nanti pengacara yang akan menghadapinya," kata dia.

Ia berharap dengan adanya perlindungan tersebut para guru di daerahnya bisa leluasa mendidik anak melalui bimbingan dan perlindungan hukum yang diberikan oleh para pengacara.

Ketua PGRI Purwakarta Rasmita Nunung Sanusi mendukung penuh tindakan bupati yang tanggap terhadap permasalahan guru. Sebab saat ini banyak kelakuan siswa yang sudah di luar batas kewajaran.

"Soal dugaan kekerasan juga, guru itu pasti punya alasan dan tujuan, tidak mungkin tanpa sebab. Kekerasan itu mungkin timbul secara spontan agar anak tidak manja dan fokus terhadap pelajaran," kata dia.

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016