Bogor (Antara Megapolitan) - Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat dari 50 kawasan Taman Nasional (TN) yang ada di Indonesia, 24 di antaranya mengalami gangguan serius dengan merebaknya tanaman jenis asing invasif tersebut.
"Tahun 2015 dilaporkan keberadaan tanaman jenis asing invasif terdapat di 24 Taman Nasional. Lebih kurang sekitar 200 jenis tumbuhan," kata Peneliti Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Titiek Setyawati, di sela-sela Seminar Nasional Pengelolaan Jenis Asing Invasif Di Indonesia Tantangan dan Peluang" yang berlangsung di IPB International Convention Center, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Tanaman invasif terbanyak ditemukan di TN Teluk Cendrawasih (Papua), TN Gunung Leusur (Sumatera Utara) dan TN Ujung Kulon (Banten) dengan jumlah 200 jenis tanaman, sekitar 20 jenis tergolong invasif karena menimbulkan dampak ekologi yang serius.
Sebagai contoh, jenis tanaman invasif Acacia nilotica telah menginvasi padang rumput (Savana) di Taman Nasional Baluran (TNB), Jawa Timur. Kondisi saat ini tanaman invasif tersebut mendominasi sampai 70 persen areal savana dengan laju pertumbuhan 100-200 hektare per tahun.
Ancaman serupa juga terjadi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan jenis Eupatorium sordidum dan Passiflora edulis yang mengancam jenis asli tanaman di kawasan tersebut.
"Tanaman invasif yang ada di Gunung Gede Pangrango berupa jenis markisa-markisaan," katanya.
Taman Nasional lainnya yang terancam oleh keberadaan jenis asing invasif ini adalah Taman Nasional Merapi dengan jenis invasif Accacia deccurens, Taman Nasional Wasur dengan jenis invasif Mimosa pigra, Taman Nasional Bromo Tengger dengan jenis Verbena brassiliensis, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terdapat jenis Merremia peltata, Taman Nasional Alas Purwo terdapat jenis Chromolaena odorata, Taman Nasional Meru Betiri dengan jenis invasif Mikania micrantha dan lainnya.
"Tanaman asing invasif mengancam kawasan hutan produksi seperti keberadaan tikus (Rattus rattus) di kawasan hutan Borneo dan merebaknya Mirremia peltata dan Accacia mangium mengancam pertumbuhan jenis asli di beberapa kawasan hutan produksi di Kalimantan," katanya.
Mencegah laju kerusakan ekosistem dan kawasan hutan di Taman Nasional memerlukan payung hukum dan peraturan yang dapat mencegah masuknya jenis asing yang berpotensi menjadi invasif.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK Henry Bastaman menyebutkan, 24 Taman Nasional yang terinvansi tumbuhan asing invasif menjadi ancaman serius yang harus dicarikan solusi pencegahannya, jika tidak dikelola dengan baik. Maka ancaman kerusakan ekosistem dan habitat alami tumbuhan asli Indonesia akan hilang.
Menurutnya, perlu adanya analisis resiko untuk memastikan jenis tumbuhan baru yang masuk ke dalam tidak bersifat invasif, agar laju kerusakan akibat invasif jenis asing dapat dikendalikan.
"Analisis resiko ini penting dilakukan, agar bisa mencegah invasi dari jenis baru yang masuk ke Indonesia. Sejumlah negara telah memiliki kebijakan ini," katanya.
Upaya lainnya untuk mencegah invasi jenis asing adalah melalui revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992, dimana analisis resiko akan dimasukkan dalam revisi. Serta memperkuat riset dalam mengelolan tanaman invasif yang telah merebak di sejumlah Taman Nasional, agar tidak salah penanganan.
Jenis asing invasi (JAI) merupakan jenis tumbuhan, satwa dan mikroorganisme yang bukan berasal dari Indonesia dan masuk ke wilayah negara baik secara sengaja untuk tujuan tertentu maupun tidak sengaja. Jenis asing tersebut menjadi invasif karena perubahan factor lingkungan tempat tumbuh serta kemampuan daya adaptasi jenis yang tinggi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Tahun 2015 dilaporkan keberadaan tanaman jenis asing invasif terdapat di 24 Taman Nasional. Lebih kurang sekitar 200 jenis tumbuhan," kata Peneliti Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Titiek Setyawati, di sela-sela Seminar Nasional Pengelolaan Jenis Asing Invasif Di Indonesia Tantangan dan Peluang" yang berlangsung di IPB International Convention Center, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Tanaman invasif terbanyak ditemukan di TN Teluk Cendrawasih (Papua), TN Gunung Leusur (Sumatera Utara) dan TN Ujung Kulon (Banten) dengan jumlah 200 jenis tanaman, sekitar 20 jenis tergolong invasif karena menimbulkan dampak ekologi yang serius.
Sebagai contoh, jenis tanaman invasif Acacia nilotica telah menginvasi padang rumput (Savana) di Taman Nasional Baluran (TNB), Jawa Timur. Kondisi saat ini tanaman invasif tersebut mendominasi sampai 70 persen areal savana dengan laju pertumbuhan 100-200 hektare per tahun.
Ancaman serupa juga terjadi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan jenis Eupatorium sordidum dan Passiflora edulis yang mengancam jenis asli tanaman di kawasan tersebut.
"Tanaman invasif yang ada di Gunung Gede Pangrango berupa jenis markisa-markisaan," katanya.
Taman Nasional lainnya yang terancam oleh keberadaan jenis asing invasif ini adalah Taman Nasional Merapi dengan jenis invasif Accacia deccurens, Taman Nasional Wasur dengan jenis invasif Mimosa pigra, Taman Nasional Bromo Tengger dengan jenis Verbena brassiliensis, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terdapat jenis Merremia peltata, Taman Nasional Alas Purwo terdapat jenis Chromolaena odorata, Taman Nasional Meru Betiri dengan jenis invasif Mikania micrantha dan lainnya.
"Tanaman asing invasif mengancam kawasan hutan produksi seperti keberadaan tikus (Rattus rattus) di kawasan hutan Borneo dan merebaknya Mirremia peltata dan Accacia mangium mengancam pertumbuhan jenis asli di beberapa kawasan hutan produksi di Kalimantan," katanya.
Mencegah laju kerusakan ekosistem dan kawasan hutan di Taman Nasional memerlukan payung hukum dan peraturan yang dapat mencegah masuknya jenis asing yang berpotensi menjadi invasif.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK Henry Bastaman menyebutkan, 24 Taman Nasional yang terinvansi tumbuhan asing invasif menjadi ancaman serius yang harus dicarikan solusi pencegahannya, jika tidak dikelola dengan baik. Maka ancaman kerusakan ekosistem dan habitat alami tumbuhan asli Indonesia akan hilang.
Menurutnya, perlu adanya analisis resiko untuk memastikan jenis tumbuhan baru yang masuk ke dalam tidak bersifat invasif, agar laju kerusakan akibat invasif jenis asing dapat dikendalikan.
"Analisis resiko ini penting dilakukan, agar bisa mencegah invasi dari jenis baru yang masuk ke Indonesia. Sejumlah negara telah memiliki kebijakan ini," katanya.
Upaya lainnya untuk mencegah invasi jenis asing adalah melalui revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992, dimana analisis resiko akan dimasukkan dalam revisi. Serta memperkuat riset dalam mengelolan tanaman invasif yang telah merebak di sejumlah Taman Nasional, agar tidak salah penanganan.
Jenis asing invasi (JAI) merupakan jenis tumbuhan, satwa dan mikroorganisme yang bukan berasal dari Indonesia dan masuk ke wilayah negara baik secara sengaja untuk tujuan tertentu maupun tidak sengaja. Jenis asing tersebut menjadi invasif karena perubahan factor lingkungan tempat tumbuh serta kemampuan daya adaptasi jenis yang tinggi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016