Guna memberikan peluang yang lebih luas kepada masyarakat mengadukan penyimpangan oknum anggotanya, Polri membuka aplikasi Propam Presisi secara online dan telepon.
"Dengan aplikasi Propam Presisi masyarakat di manapun, kapanpun, kini bisa mengadukan oknum anggota Polri yang diduga melakukan penyimpangan," kata Brigjen Pol. Agus Wijayanto, S.H., S.I.K., M.H., Karowabprof Divisi Propam Polri, dalam sebuah webinar, di Jakarta, Rabu (12/10) siang.
Selain itu pengaduan bisa juga dilakukan dengan japri melalui telepon di call cente nomor 081319178714, dan 021-7218615.
Agus menegaskan, Kapolri telah memberikan arahan agar menindak tegas anggota yang melakukan penyimpangan sesuai ketentuan, termasuk PTDH.
Ia menyebutkan sepanjang 2022 ada 570 oknum polisi yang terkena PTDH, sementara 4.000 lainnya dikenakan sanksi bentuk lain.
Terkait PTDH itu, Karowabprof Div Propam Polri menegaskan, bisa dilakukan sepanjang ada putusan sidang etik tanpa harus menunggu keputusan pidana berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Mengenai keamanan masyarakat yang mengadu, Polri menjamin tidak akan ada intervensi dari manapun.
Sebelumnya Wairwasum Polri Irjen Pol. Dr. Tornagogo Sihombing, S.I.K., M.Si. mengemukakan, bahwa polisi buruk tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Namun ia tidak setuju jika dikatakan Polri kalah andal dengan polisi luar negeri.
"Yang pasti gaji anggota Polri kalah dengan gaji polisi di luar negeri, tetapi polisi di Indonesia ini mengurus semua, mulai dari orang bangun tidur sampai orang meninggal," ungkap Irjen Pol. Tornagogo.
Ditegaskan Wairwasum, bahwa Polisi bukan Superman. Ia meminta masyarakat tidak selalu mengaitkan semua isu, termasuk konflik sosial, dengan Polri semata karena hal itu terkait dengan stakeholders lainnya.
Polri, lanjut Wairwasum, terus berupaya memperbaiki diri dengan melakukan transformasi presisi. Karena itu, Wairwasum menyebut banyaknya oknum polisi yang melakukan pelanggaran akhir-akhir ini karena mereka belum melakukan transformasi presisi.
Karodalpers SSDM Polri Brigjen Pol. Brigjen Pol. Drs. Jawari, S.H., M.H. menambahkan, oknum polisi yang melakukan penyimpangan jumlahnya sangat sedikit.
"Ada 436.072 anggota Polri, dan 56 ribu lebih ASN. Jadi hanya sedikit yang melakukan tindakan tercela," ujarnya.
Namun demikian, menurut Jawari, Polri terus berusaha memperbaiki integritas anggotanya, balik melalui peningkatan pengawasan, peningkatan kompetensi, hingga memperketat sistem rekrutmen anggota.
Kedudukan Polri
Sementara terkait ide menempatkan institusi Polri di bawah Kementerian, anggota Kompolnas Poengky Indarti menegaskan, bahwa isu itu bertentangan dengan reformasi.
Merunut sejarah Polri, Poengky mengingatkan, bahwa Polri pernah berada di bawah Kemendagri dengan nama Djawatan Kepolisian, juga pernah bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri (waktu sistem pemerintahan parlementer), menjadi bagian dari ABRI di bawah Panglima ABRI yang bertanggung jawab kepada Presiden, dan saat pemerintahan Orde Baru jatuh Polri dipisahkan dari TNI agar dapat bertugas secara profesional dan humanis.
"Tuntutan publik kemudian diwujudkan dengan pemisahan TNI dan Polri, diikuti dengan mandat untuk melakukan Reformasi Polri dan mendudukkan Polri di bawah Presiden," ungkap Poengky.
Komisioner Kompolnas itu mengemukakan, sejarah membuktikan bahwa Polri lebih tepat berkedudukan di bawah Presiden.
Karena itu, lanjut Poengky, menempatkan Polri di bawah kementerian seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru justru mengerdilkan dan menjauhkan Polri dari profesionalitas dalam melayani, melindungi, mengayomi masyarakat dan menegakkan hukum guna mewujudkan harkamtibmas.
Terkait kasus-kasus yang marak melibatkan oknum anggota Polri akhir-akhir ini, Kompolnas berharap mandat Reformasi Polri yaitu Reformasi Struktural, Instrumental, dan Kultural dapat dilaksanakan sebaik-baiknya oleh Polri.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
"Dengan aplikasi Propam Presisi masyarakat di manapun, kapanpun, kini bisa mengadukan oknum anggota Polri yang diduga melakukan penyimpangan," kata Brigjen Pol. Agus Wijayanto, S.H., S.I.K., M.H., Karowabprof Divisi Propam Polri, dalam sebuah webinar, di Jakarta, Rabu (12/10) siang.
Selain itu pengaduan bisa juga dilakukan dengan japri melalui telepon di call cente nomor 081319178714, dan 021-7218615.
Agus menegaskan, Kapolri telah memberikan arahan agar menindak tegas anggota yang melakukan penyimpangan sesuai ketentuan, termasuk PTDH.
Ia menyebutkan sepanjang 2022 ada 570 oknum polisi yang terkena PTDH, sementara 4.000 lainnya dikenakan sanksi bentuk lain.
Terkait PTDH itu, Karowabprof Div Propam Polri menegaskan, bisa dilakukan sepanjang ada putusan sidang etik tanpa harus menunggu keputusan pidana berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Mengenai keamanan masyarakat yang mengadu, Polri menjamin tidak akan ada intervensi dari manapun.
Sebelumnya Wairwasum Polri Irjen Pol. Dr. Tornagogo Sihombing, S.I.K., M.Si. mengemukakan, bahwa polisi buruk tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Namun ia tidak setuju jika dikatakan Polri kalah andal dengan polisi luar negeri.
"Yang pasti gaji anggota Polri kalah dengan gaji polisi di luar negeri, tetapi polisi di Indonesia ini mengurus semua, mulai dari orang bangun tidur sampai orang meninggal," ungkap Irjen Pol. Tornagogo.
Ditegaskan Wairwasum, bahwa Polisi bukan Superman. Ia meminta masyarakat tidak selalu mengaitkan semua isu, termasuk konflik sosial, dengan Polri semata karena hal itu terkait dengan stakeholders lainnya.
Polri, lanjut Wairwasum, terus berupaya memperbaiki diri dengan melakukan transformasi presisi. Karena itu, Wairwasum menyebut banyaknya oknum polisi yang melakukan pelanggaran akhir-akhir ini karena mereka belum melakukan transformasi presisi.
Karodalpers SSDM Polri Brigjen Pol. Brigjen Pol. Drs. Jawari, S.H., M.H. menambahkan, oknum polisi yang melakukan penyimpangan jumlahnya sangat sedikit.
"Ada 436.072 anggota Polri, dan 56 ribu lebih ASN. Jadi hanya sedikit yang melakukan tindakan tercela," ujarnya.
Namun demikian, menurut Jawari, Polri terus berusaha memperbaiki integritas anggotanya, balik melalui peningkatan pengawasan, peningkatan kompetensi, hingga memperketat sistem rekrutmen anggota.
Kedudukan Polri
Sementara terkait ide menempatkan institusi Polri di bawah Kementerian, anggota Kompolnas Poengky Indarti menegaskan, bahwa isu itu bertentangan dengan reformasi.
Merunut sejarah Polri, Poengky mengingatkan, bahwa Polri pernah berada di bawah Kemendagri dengan nama Djawatan Kepolisian, juga pernah bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri (waktu sistem pemerintahan parlementer), menjadi bagian dari ABRI di bawah Panglima ABRI yang bertanggung jawab kepada Presiden, dan saat pemerintahan Orde Baru jatuh Polri dipisahkan dari TNI agar dapat bertugas secara profesional dan humanis.
"Tuntutan publik kemudian diwujudkan dengan pemisahan TNI dan Polri, diikuti dengan mandat untuk melakukan Reformasi Polri dan mendudukkan Polri di bawah Presiden," ungkap Poengky.
Komisioner Kompolnas itu mengemukakan, sejarah membuktikan bahwa Polri lebih tepat berkedudukan di bawah Presiden.
Karena itu, lanjut Poengky, menempatkan Polri di bawah kementerian seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru justru mengerdilkan dan menjauhkan Polri dari profesionalitas dalam melayani, melindungi, mengayomi masyarakat dan menegakkan hukum guna mewujudkan harkamtibmas.
Terkait kasus-kasus yang marak melibatkan oknum anggota Polri akhir-akhir ini, Kompolnas berharap mandat Reformasi Polri yaitu Reformasi Struktural, Instrumental, dan Kultural dapat dilaksanakan sebaik-baiknya oleh Polri.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022