Jakarta (Antara Megapolitan) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak ada data pasti yang menyebutkan jumlah korban pada Tragedi 1965.

"Ini kan masalahnya ada perbedaan data yang mengatakan ada ratusan ribu. Kalau ratusan ribu kan pasti banyak kuburan massal. Tetapi tidak ada yang bisa menunjukkan dimana itu," kata Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu petang.

Hal itu menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah untuk tidak akan meminta maaf kepada keluarga korban Tragedi 1965.

"Seingat saya, di Makassar itu cuma satu orang yang menjadi korban, Itu pun kita tidak tahu siapa yang membunuh. Di Bone, kampung saya, ada 25 orang tetapi meninggal di penjara karena berkelahi di penjara," katanya.

Selain itu, Wapres juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa korban tewas pertama justru para jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sehingga, permintaan maaf dari Pemerintah kepada keluarga korban dinilai tidak perlu dilakukan.

"Pemerintah tidak punya rencana untuk meminta maaf, kalau mau minta maaf kepada siapa dan oleh siapa? Karena, sekali lagi, korban yang pertama itu justru jenderal kita lima orang," katanya.

Wapres Jusuf Kalla, Rabu, memanggil Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan guna mendapatkan informasi terkini pelaksanaan Simposium Nasional Tragedi 1965.

Sebelumnya, Luhut mengatakan Pemerintah ingin menyelesaikan kasus HAM berat, antara lain Tragedi 1965, melalui Simposium Nasional tersebut.

"Ada keinginan pemerintah menyelesaikan masalah HAM harus dituntaskan, kami melihat penyelesaian Tragedi 65 ini menjadi pintu masuk menyelesaikan kasus yang lain," kata Luhut pada pembukaan Simposium Nasional Tragedi 1965 di Jakarta, Senin (18/4)

Dia mengatakan untuk menyelengarakan simposium tersebut bukanlah proses yang mudah, karena banyak reaksi seolah pemerintah telah dipengaruhi komunis dan lainnya.

"Indonesia bangsa besar, tidak perlu dikasihani, kita dapat menyelesaikan masalah kita sendiri," ujarnya. (Ant).
 

Pewarta: Fransiska Ninditya

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016