Jakarta (Antara Megapolitan) - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno mengatakan penyelenggaraan pemerintahan daerah saat ini kembali menguat kearah sentralisasi.
"Pergeseran pembagian kewenangan pusat dan daerah mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pemerintah daerah dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 ini kembali kearah sentralisasi," kata Edie Toet, usai dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila, di Jakarta, Senin.
Dalam pidato ilmiahnya Edi Toet membahas permasalahan hukum dengan tema "Dinamika Perkembangan UU Pemerintah Daerah : Mencari Keseimbangan Pendulum Sentralisasi-Desentralisasi Dalam Negara KEsatuan Republik Indonesia".
Hadir dalam pengukuhan tersebut mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris, Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Siswono Yudho Husodo, Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono.
Wakil Rektor UI periode 2001-2004 itu mengatakan ayunan pendulum yang pada reformasi mengarah desentralisasi yang luas, dalam derajat tertentu menguat kembali kearah sentralisasi. Artinya walaupun undang-undang ini tetap dilandasi semangat otonomi daerah, namun dengan kinerja pemda secara umum selama ini.
"Sejak diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda ternyata belum menunjukkan hasil yang diharapkan seperti tujuan pemberian otonomi daerah oleh pusat kepada daerah," jelasnya.
Lebih lanjut Edie Toet mengatakan dalam praktiknya terjadi beberapa penyimpangan dalam pelaksanaannya. Rupanya prinsip otonomi seluas-luasnya dapat berimplikasi diterjemahkan bertindak sebebas-bebasnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pemahaman seperti ini katanya umumnya tidak terjadi hanya pada daerah-daerah yang secara sumber daya manusia dan kesiapan infrastruktur penyelenggaraan pemerintahannya yang masih belum siap, namun juga terjadi pada daerah-daerah yang memiliki pemimpin daerah di bawah pengaruh kepentingan politik tertentu.
"Pendulum sentralisasi-desentralisasi akan terus bergerak bisa dari sentralisasi ke desentralisasi atau sebaliknya dari desentralisasi ke sentralisasi," katanya.
Mantan Rektor Universitas Pancasila ini mengatakan Undang-undang tentang pemerintahan daerah tidak akan pernah final, harus terus mencari keseimbangan pendulum sentralisasi-desentralisasi.
Keseimbangan katanya akan terus mengikuti perkembagan jaman kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia, bukan kepentingan pemerintah atau suatu kelompok saja.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Pergeseran pembagian kewenangan pusat dan daerah mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pemerintah daerah dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 ini kembali kearah sentralisasi," kata Edie Toet, usai dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila, di Jakarta, Senin.
Dalam pidato ilmiahnya Edi Toet membahas permasalahan hukum dengan tema "Dinamika Perkembangan UU Pemerintah Daerah : Mencari Keseimbangan Pendulum Sentralisasi-Desentralisasi Dalam Negara KEsatuan Republik Indonesia".
Hadir dalam pengukuhan tersebut mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris, Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Siswono Yudho Husodo, Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono.
Wakil Rektor UI periode 2001-2004 itu mengatakan ayunan pendulum yang pada reformasi mengarah desentralisasi yang luas, dalam derajat tertentu menguat kembali kearah sentralisasi. Artinya walaupun undang-undang ini tetap dilandasi semangat otonomi daerah, namun dengan kinerja pemda secara umum selama ini.
"Sejak diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda ternyata belum menunjukkan hasil yang diharapkan seperti tujuan pemberian otonomi daerah oleh pusat kepada daerah," jelasnya.
Lebih lanjut Edie Toet mengatakan dalam praktiknya terjadi beberapa penyimpangan dalam pelaksanaannya. Rupanya prinsip otonomi seluas-luasnya dapat berimplikasi diterjemahkan bertindak sebebas-bebasnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pemahaman seperti ini katanya umumnya tidak terjadi hanya pada daerah-daerah yang secara sumber daya manusia dan kesiapan infrastruktur penyelenggaraan pemerintahannya yang masih belum siap, namun juga terjadi pada daerah-daerah yang memiliki pemimpin daerah di bawah pengaruh kepentingan politik tertentu.
"Pendulum sentralisasi-desentralisasi akan terus bergerak bisa dari sentralisasi ke desentralisasi atau sebaliknya dari desentralisasi ke sentralisasi," katanya.
Mantan Rektor Universitas Pancasila ini mengatakan Undang-undang tentang pemerintahan daerah tidak akan pernah final, harus terus mencari keseimbangan pendulum sentralisasi-desentralisasi.
Keseimbangan katanya akan terus mengikuti perkembagan jaman kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia, bukan kepentingan pemerintah atau suatu kelompok saja.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016