Bogor (Antara Megapolitan) - Seorang pedagang warteg di Jalan Menteng, Kota Bogor, Jawa Barat, mengeluh selama tiga hari terakhir ini ia tidak dapat menyajikan hidangan semur jengkol kepada pelanggannya, karena harganya mahal.

"Harga jengkol lebih mahal dari harga ayam," kata Tuti (35) saat ditemui, Jumat.

Menurut Tuti, harga jengkol meroket yang biasanya dari Rp18 ribu hingga Rp20 ribu per kilo gram menjadi Rp35 ribu per kg. Sementara harga ayam potong per kilonya hanya Rp30 ribu.

"Kalau Rp35 ribu mana sanggup saya beli, padahal banyak yang menanyakan jengkol. Tapi saya tidak kuat belinya," kata dia.

Tuti yang sudah berjualan warteg sejak 2003 ini biasa membeli jengkol atas permintaan pelanggannya. Untuk berbelanja kebutuhan warteg ia belanja di Pasar Jambu Dua. Sehari ia biasa membeli dua kilogram.

Menurut ibu satu anak tersebut, jika ia membeli jengkol dua kilo seharga Rp70 ribu, ia tidak mendapatkan keuntungan dan sulit untuk menjual. Karena, pelanggannya hanya buruh kerja dan ibu rumah tangga yang kebanyakan membeli seharga Rp3.000 sampai Rp5.000 per porsi.

"Kalau harganya Rp35 ribu per kilo, saya mau jual berapa. Kalau yang beli cuma Rp3.000 berat saya ngasihnya berapa biji, kalau beli Rp5.000 paling saya cuma bisa kasih empat biji, itu pun banyak yang protes," katanya.

Ia mengatakan, memasak jengkol merupakan hidangan yang banyak dipesan oleh pelanggannya. Tetapi sudah tiga hari ini ia tidak bisa menyediakan jengkol karena harganya yang lebih mahal dari harga ayam potong.

"Saya juga tidak tahu kenapa harganya mahal, apa karena pengaruh hujan, atau memang lagi sedikit produksinya," kata dia.

Selain karena mahalnya harga jengkol, ia juga dipusingkan dengan harga cabai yang terus melambung. Cabai merah besar yang pekan lalu Rp40 ribu pe kg, kini menjadi Rp58 ribu per kg, cabai rawit merah juga bertahan Rp48 ribu, cabai rawit hijau Rp36 ribu. Bawang merah dari Rp28 ribu kini menjadi Rp43 ribu, begitu juga dengan bawang putih Rp40 ribu per kg.

"Pusing harga sekarang, cabai dan bawang mahal semua, padahal itu bahan yang paling penting. Kalau cabai dan bawang sudah mahal begini, beban kita mau jualan," katanya.

Mahalnya harga komoditi hortikultura tersebut membuat Tuti minim untung. Ia juga terpaksa menambah modal biaya, dan menyiasatinya dengan menaikkan harga jual Rp1.000 per porsi, atau mengurangi sambal. Sejak harga naik, keuntungan yang bisa dikontonginya hanya Rp50 ribu sampai Rp100 ribu.

Warteg milik Tuti cukup ramai dikunjungi baik dari kalangan pelajar, pekerja apotik, pekerja kantoran, pemilik warung maupun warga yang berada di seputar Jalan Menteng dan Semeru. Sehari ia masak lebih dari 50 porsi hidangan.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016