Program pemetaan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi hampir setiap tahun di Riau sudah berstandar Nasional Indonesia (SNI) sesuai yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Kepala Seksi Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau Mitra Adhimukti di Pekanbaru, Senin, menyebutkan selama ini SNI di Riau hanya berupa pemetaan rawan kebakaran hutan dan lahan skala 1:250.000 (SNI 8742-2019), alat pemadam kebakaran hutan-Kepyok/pemukul api-spesifikasi teknis (SNI 7892-2013).

Selain itu, ada alat pemadam kebakaran hutan- Pompa punggung/backpack pump) (SNI 7893-2013), alat pemadam kebakaran hutan- Suntikan gambut (Peat Injector) -Spesifikasi teknis (SNI 7894-2013), dan Alat pemadam kebakaran hutan-Tanki air lipat (collapsible tank-Spesifikasi (SNI 7895-2013). "Belum ada SNI tentang tata kelola atau penanggulangan karhutla," katanya.

Mitra mengatakan, saat ini SNI terkait kebencanaan lain yang diimplementasikan di Riau, yaitu Desa dan Kelurahan Tangguh Bencana (Destana), SNI 8357:2017. Standar dalam membentuk Desa/Kelurahan Tangguh Bencana itu adalah membentuk forum pengurangan risiko bencana (FPRB). 

"Forum ini membuat kajian risiko bencana (KRB) skala desa dengan mengidentifikasi risiko, ancaman, kerentanan, dan kapasitas sesuai bencananya," katanya.

Baca juga: Waspada kebakaran, Jumlah titik panas di Sumsel mulai meningkat

Selanjutnya, FPRB menyusun Rencana Aksi Desa (RAD) atau Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) mengacu pada KRB yang telah disusun sebelumnya. Kemudian dipresentasikan di hadapan seluruh pemangku kepentingan, baik aparat desa, instansi/dinas terkait, bahkan anggota DPR dari daerah pemilihan desa setempat.

“Hal ini untuk mengatasi permasalahan kebencanaan, baik dari segi teknis maupun pembiayaan. Nanti diwujudkan aksinya itu, bukan sekedar rencana. Contohnya, bila kita membentuk Destana tematik tentang karthutla, aksinya adalah sosialisasi buka lahan tanpa bakar, patroli dan pemadaman dini selama dua hingga tiga bulan, tergantung ketersediaan anggaran," katanya.

Destana yang sudah terbentuk di Riau, yaitu Dumai dan Pelalawan terkait karhutla, serta Kampar dan Siak dengan tematik bencana banjir. "Tahun  2023 direncanakan Destana di Rohil," kata Mitra.

Untuk menentukan SNI diperlukan kriteria khusus, namun Mitra mengaku belum tahu persis terkait kriteria tersebut, sehingga delapan provinsi yang rawan karthutla juga belum mengetahui SNI terkait tata kelola atau penanggulangan karhutla.

"Jika sudah tahu kriterianya dan dibimbing bagaimana cara menyusunnya, SNI tata kelola penanggulangan karhutla akan dibuat. Masalahnya, kami belum memahami kriteria untuk diajukan menjadi SNI," tuturnya.

Mitra menyebutkan standar SNI juga tak serta merta hasilnya maksimal untuk seluruh daerah, sebab karakteristik bencana di tiap daerah berbeda. Misalnya, erupsi Gunung Merapi berbeda dengan Gunung Sinabung. Namun, karena ada SNI-nya, secara garis besar inilah yang akan diikuti.

Badan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan 17 Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang penanggulangan kebencanaan sebagai acuan pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan penanganan bencana, baik mitigasi maupun antisipasi terhadap potensi bahaya yang terjadi.

Dia menyebut dari 17 SNI itu, di antaranya adalah sistem peringatan dini gerakan tanah, sistem peringatan dini tsunami, manajemen pelatihan kesiapsiagaan terhadap bahaya erupsi gunung berapi, serta sejumlah bencana lainnya.

Baca juga: BMKG: Delapan daerah di NTT rawan alami kebakaran hutan dan lahan
Baca juga: BMKG keluarkan peringatan dini karhutla di wilayah NTT

Pewarta: Bayu Agustari Adha/Annisa F

Editor : Riza Harahap


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022