KRI Banda Aceh (Antara Megapolitan) - Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan penguasaan teknologi dan sumber daya manusia yang tangguh dapat memperkuat Indonesia sebagai poros maritim dunia.

"Ini menjadi tugas perguruan tinggi, khususnya IPB, bagaimana menciptakan teknologi yang dapat mempertahankan kemaritiman agar dapat bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia," katanya di KRI Banda Aceh 593 yang berlayar dari Tanjung Priok menuju lautan lepas, Kamis.

Dalam `Oceans Leaders Forum` dan Seminar IPB Berlayar 2016 di KRI itu, Ade mengatakan Indonesia dengan lautnya yang luas memiliki keunikan, karena suhu cenderung stabil sehingga kaya akan biota kelautan.

Tetapi, lanjut dia, kondisi laut yang terbuka menempatkan semua jenis ancaman ada di laut Indonesia, mulai dari kerusakan lingkungan, penyerobotan wilayah, kapal ilegal, ilegal TKI, ilegal policy dan lainnya.

"Kondisi sekarang ini koral laut Indonesia banyak yang rusak akibat penjarahan, dan polusi transportasi laut, ini perlu kita carikan solusi bersama agar bisa memertahankan kehidupan terumbu karang sebagai tumbuh kembangnya kelautan kita," katanya.

Menurut dia, penguatan pertahanan maritim sama dengan membangun maritim satu negara, seperti Amerika pada tahun 1900 yang tidak memiliki armada laut nasional, maka semua armada yang digunakan merupakan milik asing.

"Tapi pemimpin Amerika kala itu membuat perencanaan dalam 100 tahun semua armada sudah berbendera Amerika," katanya.

Ia mengatakan apa yang dilakukan Amerika dapat menjadi contoh Indonesia untuk membuat perencanaan pembangunan kemaritiman, karena tanpa itu negara akan kesulitan mengisi strategi poros maritim dunia.

"Strategi keutuhan kapal sebagai strategi kebijakan, mulai dari kapal perang, kapal penumpang, kapal ikan, kapal survel, dan kapal sarana transportasi. Untuk itu perlu industri kemaritiman yang tangguh, tanpa itu kemaritiman tidak tercapai," katanya.

Selain industri kemaritiman, perlu didukung dengan sumber daya manusia yang tangguh. Oleh karena itu harus ada implementasi yang erat antara tiga pihak yakni pemerintah, instansi dan "stakeholders" (pemangku kepentingan atau pelaku bisnis dan swasta).

Ia mengatakan upaya menentukan kemaritiman Indonesia juga perlu didukung sumber daya manusia yang berpartisipasi di bidang itu.

"Persoalannya, data 2010 menyebutkan yang berpartisiasi di bidang kemaritiman hanya 2,3 juta artinya hanya 1 persen dari penduduk Indonesia," katanya.

Dengan kekuatan sumber daya manusia yang berpartisipasi 1 persen, maka Indonesia tidak akan mampu membangun kemaritimannya.

"Paling tidak perlu 30 persen partisipasi, atau sekitar 80 juta dari penduduk Indonesia. Hitung-hitungan yang saya lakukan perlu 350 tahun untuk membangun jumlah partisipasi di kemaritiman," katanya.

Hitungan itu, kata dia, dipakai saat Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun, selama itu pula Indonesia kehilangan kemampuan kemaritimannya.

"Tapi ini bisa dipercepat dengan memperbanyak kegiatan-kegiatan yang kita laksanakan seperti saat ini," kata dia.

Ade mengatakan poros maritim dunia merupakan keniscayaan, karena posisi Indonesia yang diapit dua benua pun menempatkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Selain itu, lanjut dia, negara telah membangun pondasi kemaritiman Indonesia melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 yang menekankan.

Indonesia yang hidup dalam NKRI tersebut berada dalam suatu kesatuan kewilayahan yang berbentuk kepulauan (Nusantara).

Ade menjelaskan, sejak Presiden Joko Widodo mencanangkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Banyak Kepala Staf AL luar negeri mempertanya TNI AL akan menguasai dunia.

Menurutnya, Indonesia bagian dari lalu lintas dunia, tercatat 120 ribu kapal melewati perairan Indonesia, setiap bulannya sebanyak 10 ribu kapal.

"Tapi kapal ini banyak berbelok ke Singapura, yang ke Indonesia hanya sedikit karena kita belum memberikan sumber untuk kapal singgah guna memenuhi kebutuhannya, seperti pelabuhan, tempat pengisian bahan bakar atau tempat transfer barang dan jasa," katanya.

Kondisi ini, lanjut dia, berbeda dengan kondisi Indonesia pada zaman Kerajaan Sriwijaya yang menjadi sejarah masuknya ajaran Hindu yang dibarengi dengan masuknya perdagangan antar negara.

Dikatakannya, Indonesia harus memiliki instrumen dan sumber daya yang berkecimpung atau dikecimpungkan dalam kemaritiman, jika itu tidak dimiliki, maka semakin terabaikan kemaritiman Indonesia.

"Nenek Moyang kita sudah membuat lagi bahwa kita bangsa pelaut. Ada paragraf kedua yang disebutkan nenek moyang kita, mari ke laut beramai-ramai. Ini yang harus kita ingat, bahwa kita harus bersama meramaikan laut kita," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016