Fraksi Partai Demokrat (PD) DPRD Jawa Barat, mendesak Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah segera mencabut aturan baru mengenai Jaminan Hari Tua (JHT) yang bisa dicairkan jika peserta berusia 56 tahun.

“Kesimpulan saya terhadap Permenaker Nomor 2 tahun 2022 ini sederhana saja, cabut dan tunda, bukan hanya direvisi," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

Legislator asal Kabupaten Bogor itu menyebutkan bahwa Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 itu sangat mengganggu perasaan dan akal sehat para pekerja yang akan menggunkan dana tersebut sebagai modal, atau keperluan lain.

Asep juga menyebutkan, permenaker tersebut cacat formil karena merupakan turunan dari UU Ciptaker yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional.

Menurutnya, terlalu gegabah ketika merilis regulasi yang disebutnya tak populis. Pasalnya, berdasarkan riset dari Inter-American Development Bank, beberapa negara malah memudahkan pencairan JHT bagi pekerja yang terdampak pandemi COVID-19.

Ia mengatakan, aturan yang mengatur pembayaran klaim JHT ini telah mencabik-cabik keadilan kaum pekerja. Menurutnya, pemerintah sangat keterlaluan karena menahan uang pekerja yang dititipkan kepada negara.

Sebab, di saat pekerja terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK sebelum mencapai 56 tahun, negara malah menahan uang tersebut dengan alasan usia belum mencukupi.

Secara empirik data yang diperoleh dari BP Jamsostek, menurut dia, klaim JHT karena alasan resign atau berhenti bekerja dalam lima tahun terakhir, selalu berada di atas 70 persen lebih.

Pada 2019, sebelum pandemi COVID-19, menurut Asep yang merujuk dari BP Jamsostek, para pekerja yang mengklaim JHT karena alasan berhenti bekerja mencapai 77,65 persen.

“Artinya, para pekerja yang berhenti bekerja sebelum usia 56 tahun terus berniat banting stir menjadi wiraswasta dengan mengandalkan tabungan dari JHT-nya itu cukup besar,” terang anggota legislatif yang tengah mengambil gelar doktoral ini.

Di sisi lain, secara substansi piranti Sistem Jaminan Sosial Nasional, sebagaimana amanat dalam UU Nomor 40 tahun 2004, para pekerja selain mendapatkan JHT juga harus mendapatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP).

“Jaminan-jaminan ini kan belum sepenuhnya dinikmati oleh para pekerja. Apalagi syarat untuk mendapatkan JKP yang dilansir oleh UU Ciptaker itu sendiri harus dipenuhi dulu semua jaminan itu,” katanya.

Namun, berdasarkan data dari Jamsostek pada Desember 2021, pemilik JKP baru 11 juta kurang pekerja dari total 21 juta lebih pekerja formal yang tercatat penerima upah.

“Infonya juga JKP yang mestinya disediakan negara itu sumber anggarannya berasal dari hasil ‘ngutil’ dari iuran program jaminam sosial lainnya juga. UU ‘Cilaka’ ini memang benar-benar membawa petaka," pungkasnya.

Pewarta: M Fikri Setiawan

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022