Karawang, (Antara Megapolitan) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, Jawa Barat, khawatir kenaikan upah minimum kabupaten pada 2016 berdampak terhadap pengurangan karyawan atau pemutusan hubungan kerja.

"Kita berharap agar kenaikan UMK tahun 2016 sebesar 11,5 persen tidak berdampak buruk," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat Suroto, saat dihubungi di Karawang, Minggu.

Ia mengatakan, kesepakatan UMK Karawang 2016 yang naik 11,5 persen atau mencapai Rp3.330.505 itu ditentukan melalui rapat Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab).

Penentuan besaran UMK tersebut dilakukan dengan cara voting. Dari total 25 suara yang hadir, hanya 19 suara yang ikut voting. Sedangkan enam suara yang tidak menggunakan hak-nya merupakan suara dari perwakilan buruh.

Perwakilan buruh dalam rapat Depekab itu tidak menggunakan haknya untuk voting, karena tidak menyetujui voting.

Menurut Suroto, kenaikan UMK Karawang hingga mencapai 11,5 persen dari UMK tahun sebelumnya merupakan usulan pemerintah. Sementara usulan buruh mencapai 20 persen dan usulan kalangan pengusaha kenaikan UMK hanya 7 persen.

Gubernur Jabar telah menyepakati UMK Karawang tahun depan sebesar Rp3.330.505. Besaran UMK Karawang pada 2016 itu dikabarkan sebagai UMK tertinggi di Provinsi Jawa Barat, bahkan di Indonesia.

Kondisi tersebut sama dengan UMK Karawang tahun 2015 sebesar Rp2.957.450 yang menjadi UMK tertinggi di Jawa Barat.

Meski UMK Karawang tahun 2016 tersebut telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, tetapi Disnakertrans Karawang khawatir kenaikan UMK tersebut berdampak buruk, seperti tingginya pemutusan hubungan kerja.

"Kami sangat khawatir akan terjadi pengurangan karyawan. Sebab, kenaikan UMK memang akan berpengaruh terhadap perusahaan, khususnya perusahaan bidang tekstil, sandang dan kulit," katanya.

Pewarta: M.Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015