Jakarta (Antara Megapolitan) - Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan dana desa yang tersalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah mencapai Rp16,6 triliun atau sekitar 80 persen dari pagu Rp20,7 triliun.
"Telah tersalurkan Rp16,6 triliun atau 80 persen dari pagu dana desa (di APBNP). Itu dari penyaluran tahap pertama Rp8,3 triliun dan tahap kedua Rp8,3 triliun," katanya seusai menghadiri acara "workshop" penghitungan dana desa tahun anggaran 2016 di Jakarta, Senin.
Boediarso mengatakan pihaknya segera menyalurkan sisa dana desa dalam penyaluran tahap ketiga, terutama bagi pemerintah kabupaten kota yang telah memberikan laporan realisasi pencairan tahap pertama dan kedua.
Namun, tambah dia, dari Rp16,6 triliun tersebut, hingga 13 November 2015, baru sekitar Rp6,2 triliun yang benar-benar telah tersalurkan dari RKUD ke rekening desa dan masih banyak dana desa dari pemerintah pusat yang mengendap di tingkat pemerintah kabupaten kota.
Dari pelaporan pencairan tahap pertama, sebanyak 136 daerah telah melaporkan penyaluran dana desa sebesar Rp2,89 triliun, 84 daerah baru menyalurkan sebagian atau Rp1,16 triliun dan 24 daerah bahkan belum menyalurkan sama sekali.
Sedangkan, dari pelaporan pencairan tahap kedua, sebanyak 59 daerah telah melaporkan penyaluran dana desa sebanyak Rp1,23 triliun, 66 daerah baru menyalurkan sebagian atau Rp968 miliar serta empat daerah belum menyalurkan dana desa kepada desa.
"Dari sisi pelaporan, masih banyak pemerintah kabupaten kota yang telat melaporkan realisasi dari penyaluran RKUD ke dana desa. Persoalannya mungkin karena mereka belum memenuhi peraturan desa tentang APB Desa. Padahal ini langkah yang harus diambil cepat, karena dasar otorisasi anggaran adalah dokumen anggaran sebagai dasar pencairan," kata Boediarso.
Ia menambahkan pemerintah akan menerapkan "reward and punishment" kepada kabupaten kota berdasarkan penyaluran maupun penggunaan dana desa tahap selanjutnya mulai 2016, dengan menunda penyaluran dana desa untuk tahap berikutnya.
Selain itu, bagi daerah yang mempunyai simpanan dana desa di bank dalam jumlah tidak wajar, maka penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Bagi Hasil (DBH) akan diberikan dalam bentuk non tunai atau Surat Berharga Negara (SBN) dengan bunga yang lebih rendah dari suku bunga pasar.
Boediarso menambahkan sebagai upaya untuk mempercepat realisasi dana desa mulai tahun 2016, maka pemerintah juga menyiapkan revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.07/2015 untuk mempermudah tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi penggunaan dana desa.
"Yang terpenting bukan hanya penyalurannya, namun juga penggunaan dana desa. Kalau tidak efektif, maka dana ini tidak jadi apa-apa. Oleh karena itu yang penting adalah efektivitas penggunaan dana desa, karena dampaknya bisa menjadi sumber kemakmuran, menciptakan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan," ujarnya.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 soal Dana Desa tercantum bahwa desa mendapatkan tujuh sumber pendapatan yang antara lain berasal dari dana desa yang dialokasikan dalam APBN serta ADD yang merupakan dana perimbangan yang diterima kabupaten kota diluar DAK sekurangnya 10 persen.
Desa juga mendapatkan pendapatan dari hasil penerimaan PDRD minimal 10 persen, pendapatan asli desa, bantuan APBD provinsi kabupaten kota, hibah atau sumbangan tidak mengikat dari pihak ketiga dan pendapatan desa lain-lain yang sah.
Sementara pada tahun anggaran 2016, pemerintah telah menganggarkan dana desa sebesar Rp46,9 triliun atau rata-rata Rp628 juta per desa atau naik 126 persen dari alokasi dana desa di APBN-Perubahan 2015 sebesar Rp20,7 triliun.
Pada 2017, dana desa direncanakan 10 persen dari transfer ke daerah, sehingga rata-rata per desa mendapatkan dana dari pemerintah sekitar Rp1 miliar. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut perlu diupayakan pengendalian penambahan jumlah desa.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Telah tersalurkan Rp16,6 triliun atau 80 persen dari pagu dana desa (di APBNP). Itu dari penyaluran tahap pertama Rp8,3 triliun dan tahap kedua Rp8,3 triliun," katanya seusai menghadiri acara "workshop" penghitungan dana desa tahun anggaran 2016 di Jakarta, Senin.
Boediarso mengatakan pihaknya segera menyalurkan sisa dana desa dalam penyaluran tahap ketiga, terutama bagi pemerintah kabupaten kota yang telah memberikan laporan realisasi pencairan tahap pertama dan kedua.
Namun, tambah dia, dari Rp16,6 triliun tersebut, hingga 13 November 2015, baru sekitar Rp6,2 triliun yang benar-benar telah tersalurkan dari RKUD ke rekening desa dan masih banyak dana desa dari pemerintah pusat yang mengendap di tingkat pemerintah kabupaten kota.
Dari pelaporan pencairan tahap pertama, sebanyak 136 daerah telah melaporkan penyaluran dana desa sebesar Rp2,89 triliun, 84 daerah baru menyalurkan sebagian atau Rp1,16 triliun dan 24 daerah bahkan belum menyalurkan sama sekali.
Sedangkan, dari pelaporan pencairan tahap kedua, sebanyak 59 daerah telah melaporkan penyaluran dana desa sebanyak Rp1,23 triliun, 66 daerah baru menyalurkan sebagian atau Rp968 miliar serta empat daerah belum menyalurkan dana desa kepada desa.
"Dari sisi pelaporan, masih banyak pemerintah kabupaten kota yang telat melaporkan realisasi dari penyaluran RKUD ke dana desa. Persoalannya mungkin karena mereka belum memenuhi peraturan desa tentang APB Desa. Padahal ini langkah yang harus diambil cepat, karena dasar otorisasi anggaran adalah dokumen anggaran sebagai dasar pencairan," kata Boediarso.
Ia menambahkan pemerintah akan menerapkan "reward and punishment" kepada kabupaten kota berdasarkan penyaluran maupun penggunaan dana desa tahap selanjutnya mulai 2016, dengan menunda penyaluran dana desa untuk tahap berikutnya.
Selain itu, bagi daerah yang mempunyai simpanan dana desa di bank dalam jumlah tidak wajar, maka penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Bagi Hasil (DBH) akan diberikan dalam bentuk non tunai atau Surat Berharga Negara (SBN) dengan bunga yang lebih rendah dari suku bunga pasar.
Boediarso menambahkan sebagai upaya untuk mempercepat realisasi dana desa mulai tahun 2016, maka pemerintah juga menyiapkan revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.07/2015 untuk mempermudah tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi penggunaan dana desa.
"Yang terpenting bukan hanya penyalurannya, namun juga penggunaan dana desa. Kalau tidak efektif, maka dana ini tidak jadi apa-apa. Oleh karena itu yang penting adalah efektivitas penggunaan dana desa, karena dampaknya bisa menjadi sumber kemakmuran, menciptakan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan," ujarnya.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 soal Dana Desa tercantum bahwa desa mendapatkan tujuh sumber pendapatan yang antara lain berasal dari dana desa yang dialokasikan dalam APBN serta ADD yang merupakan dana perimbangan yang diterima kabupaten kota diluar DAK sekurangnya 10 persen.
Desa juga mendapatkan pendapatan dari hasil penerimaan PDRD minimal 10 persen, pendapatan asli desa, bantuan APBD provinsi kabupaten kota, hibah atau sumbangan tidak mengikat dari pihak ketiga dan pendapatan desa lain-lain yang sah.
Sementara pada tahun anggaran 2016, pemerintah telah menganggarkan dana desa sebesar Rp46,9 triliun atau rata-rata Rp628 juta per desa atau naik 126 persen dari alokasi dana desa di APBN-Perubahan 2015 sebesar Rp20,7 triliun.
Pada 2017, dana desa direncanakan 10 persen dari transfer ke daerah, sehingga rata-rata per desa mendapatkan dana dari pemerintah sekitar Rp1 miliar. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut perlu diupayakan pengendalian penambahan jumlah desa.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015