Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh seorang warga Kabupaten Bekasi Tuti Nurcholifah Yasin atas Surat Keputusan Mendagri Nomor 132.32-4881 Tahun 2021 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi Akhmad Marjuki tertanggal 19 Oktober 2021.

"Sudah didaftarkan dan statusnya kini pemeriksaan persiapan. Minta doanya, semoga lancar," kata Tuti Nurcholifah Yasin di Cikarang, Senin.

Tuti Nurcholifah Yasin dikenal juga sebagai Ketua Himpunan Wanita Karya, Sekretaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, dan Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi. Dia merupakan adik kandung mantan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin.

Tuti mendaftarkan gugatannya pada 30 November lalu dan gugatan itu tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta bernomor register 267/G/2021/PTUN.JKT dengan empat poin diktum gugatan, yakni meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, meminta pengadilan membatalkan SK Mendagri tersebut, meminta majelis hakim memerintahkan tergugat mencabut SK Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi, dan meminta majelis hakim menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul.

Pendaftaran gugatan ini menjadi babak baru polemik berkelanjutan pengangkatan Wabup Bekasi sejak pemilihan yang dilakukan DPRD Kabupaten Bekasi itu dinilai tidak sesuai aturan. Pengusulan nama Akhmad Marjuki dianggap cacat prosedur.

Menurut dia, ada inkonsistensi yang ditunjukkan Mendagri beserta jajarannya. Kemendagri yang semula menyebut pemilihan wabup tidak sesuai aturan kini justru berbalik sikap dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi tersebut. 

Pengamat Politik Universitas Islam 45 Bekasi Harun Alrasyid mengatakan langkah mengajukan gugatan merupakan upaya yang positif dan menjadi hak setiap orang untuk mempertanyakan hal yang dianggapnya tidak sesuai.

"Apa yang dilakukan Bu Tuti mekanismenya memang sudah diatur dalam hukum. Kalau dinilai ada yang tidak sesuai secara hukum lebih baik diajukan ke pengadilan karena jika dibawa ke ranah politik tidak menyelesaikan masalah justru malah menambah masalah, jadi lebih baik ke jalur hukum," katanya.

Dia menyebut gugatan hukum ini menjadi preseden baik dalam demokrasi politik di Kabupaten Bekasi.

 "Jadi dari pada tidak setuju lalu ramai-ramai mengerahkan massa ke jalan, lebih baik melalui jalur hukum," ucapnya.

Persoalan ini, kata dia, kini berada pada tanggung jawab Kemendagri sebab inkonsistensi mereka turut memicu permasalahan baru pada proses pengangkatannya.

Di sisi lain alasan inkonsistensi ini tidak pernah disampaikan ke publik padahal apa yang dilakukan Kemendagri merupakan kebijakan publik yang efeknya dirasakan publik.

Harun menyatakan gugatan PTUN tersebut secara tidak langsung dapat menjawab keingintahuan publik tentang apa sebenarnya yang terjadi pada proses pemilihan ini. Publik berharap dan berhak mengetahui apa yang terjadi.

"Bolanya ada di Kemendagri, ketika proses berjalan, kemudian Mendagri tidak menyetujui tetapi kemudian dilantik," katanya.

Ia menambahkan publik tidak tahu kenapa bisa dilantik, kenapa awalnya tidak disetujui tetapi jadi disetujui, ada sesuatu yang tidak diketahui publik.

"Maka pada gugatan PTUN ini harus dibuka, sebenarnya apa yang terjadi," kata dia.

Baca juga: Mahasiswa minta KPK selidiki politik uang proses penetapan Wabup Bekasi
Baca juga: Mendagri: Proses pemilihan Wakil Bupati Bekasi cacat secara prosedur
Baca juga: DPRD Bekasi terima kecaman atas Pilwabup yang dinilai inkonstitusional

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021