Jakarta (Antara Megapolitan) - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengakui tertinggalnya riset Indonesia dari negara-negara lain di antaranya karena rendahnya dana penelitian. Saat ini, riset Indonesia juga tertinggal dari Malaysia dan Vietnam.

Hal itu Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti Muhammad Dimyati kepada Antara usai acara diskusi di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan rasio belanja litbang nasional (GERD) terhadap PDB Indonesia hanya 0,09 persen dari PDB, yang idealnya adalah sebesar 1 persen.

"Bayangkan saja untuk mencapai satu persen itu bagaimana usaha yang harus kita lakukan," ujar Dimyati.

Sebagai perbandingan, GERD Malaysia pada tahun 2012 mencapai satu persen dan Singapura 2,1 persen.

Untuk mengejar ketinggalan tersebut, mau tidak mau para peneliti Indonesia harus menjalin kerja sama dengan pihak swasta dan lembaga-lembaga luar negeri.

Pemerintah sendiri, melalui Kemristekdikti, telah melakukan kerja sama anggaran riset dengan Bank Dunia, dimulai pada tahun 2015. Selain itu ada intitusi internasional lain yang menyatakan siap mendukung dana penelitian di Indonesia.

"Dukungan-dukungan ini sangat positif, bukan hanya dengan swasta tetapi juga lembaga luar negeri," tutur Dimyati.

Namun, meminta dukungan swasta untuk mendanai penelitian bukan risiko. Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Sangkot Marzuki menyatakan hal tersebut bagai "buah simalakama".

Selain tidak mudah, kecuali risetnya berkelas internasional, peneliti yang mendapat dana tersebut hanya akan menjadi peserta, bukan pemimpin proyek.

"Itulah mengapa dukungan pemerintah penting, agar peneliti bisa bekerja lebih tinggi, tidak hanya ikut-ikutan," katanya.

Pewarta: Michael Siahaan

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015