Bogor, (Antara Megapolitan) - Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat Prof Nahrowi mengatakan sampai saat ini pakan ternak 100 persen masih kita impor.

"Tahun 2045 saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, masalah pakan ternak akan menjadi persoalan komplek kalau tidak ditangani sejak dini, karena sampai saat ini pakan ternak 100 persen kita masih impor," kata Prof Nahrowi, dalam bincang praorasi ilmiah dengan wartawan di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Dikatakannya, negara harus mengeluarkan Rp7 triliun untuk mengimpor bahan pakan ternak setiap tahunnya, terutama pakan untuk ternak unggas, perikanan dan babi.

Beberapa bahan baku yang tidak diproduksi di dalam negeri diantaranya bungkil kedelai, karena masyarakat Indonesia tidak mengkonsumsi minyak kedelai. Selanjutnya meat, bone dan meal (daging, tulang dan minyak ikan), MBL, corn gluten meal, serta premik atau pakan adiktif.

"Semua produk yang digunakan ini 100 persen kita impor, karena kita belum memproduksinya," kata Nahrowi.

Menurut Prof Nahrowi, setiap tahunnya impor bahan pakan terus meningkat dari 2011 sampai 2015 ini, dengan jumlah impor sebesar 4.100 MT untuk jagung, 2.460 MT untuk kedelai, 820 MT untuk MBM dan CGM, serta 82 MT untuk premix.

Dikatakannya, bahan pakan masa depan yang akan dipakai untuk mendukung sistem dan model peternakan tropikal modern adalah bahan pakan lokal yang mempunyai densitas nutrien yang tinggi, aman, ramah lingkungan, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, dan merupakan pakan fungsional yang efektif dan efisien dalam pemanfaatannya.

"Bahan pakan lokal yang potensil di masa depan yang akan berkembang di Indonesia adalah Ulat hongkong sebagai alternatif meat bone meal (MBM), hijauan asal laut, konsentrat protein dari bungkil inti sawit, tepung crude palm oil (CPO) dan singkong," katanya.

Selain pakan masa depan, orasi ilmiah tiga guru besar IPB yang akan dilaksanakan Sabtu (24/10), juga memaparkan tentang peranan penanda genetik dalam pertanian yang disampaikan Prof Sobir dari Fakultas Pertanian.

Menurut Prof Sobir, teknologi penada genetik dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya keragaman yang dapat diwariskan dalam suatu sel, individu, populasi maupun spesies, terdiri dari penanda morfologi, penanda biokimia, dan penanda DNA.

"Melalui penanda genetik ini, kita dapat memilih pepaya yang rasanya enak dan aromanya baik. Selain juga dapat mengevaluasi kebenaran teori Horn (1940) yang menyatakan manggis adalah tanaman apomiksis dengan populasi yang seragam secara genetik," katanya.

Dengan menggunakan penandaan DNA, lanjut Prof Sobirin, juga juga mematahkan teori Richard (1990) yang menyatakan manggis berasal dari Malaysia. Bahwa manggis yang ditemukan di Purwarkarta berusia jauh lebih tua saat manggis di temukan di Malaysia.

"Melalui penanda genetikan ini kita juga dapat menghasilkan manggis yang berkualitas bagus yang getah kuningnya tidak pecah," katanya.

Prof Sobir menambahkan, teknologi penada genetik digunakan untuk mendukung pengembangan bawang merah nasional. Beberapa kasus petani di daerah yang kesulitan mengembangkan benih karena asal terbentur asal benih.

"Dengan penanda genetik ini bisa dibukukan, bisa menjadi sidik jari tanaman. Kita sedang kembangkan untuk salak, durian, biar tidak diakui oleh negara lain," katanya.

Orasi ketiga disampaikan Prof Siti Madanijah dari Fakultas Ekologi Manusia Departemen Gizi Masyarakat yang memaparkan tentang Pendidikan Gizi : Sains dan Aplikasinya dalam Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan Menuju Generasi Emas.

Orasi ilmiah guru besar IPB merupakan pelaksanaan yang ke-13 kalinya selama tahun 2015 ini. Setiap kali orasi ada tiga guru besar yang tampil. Tercatat sudah 39 profesor yang menyampaikan orasi ilmiahnya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015