Jakarta (Antara Megapolitan) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan keberatannya kepada Presiden Joko Widodo soal deklarasi dan penetapan Hari Santri Nasional.

Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir, di Jakarta, Senin, mengatakan, penetapan Hari Santri potensial menimbulkan sekat-sekat sosial, melemahkan integrasi nasional, dan membangkitkan kembali sentimen keagamaan lama yang selama ini telah mencair dengan baik.

Selama ini, umat Islam termasuk Muhammadiyah, berusaha meminimalkan, bahkan jika mungkin, menghilangkan sekat-sekat tersebut. Alasannya, secara politik dan historis Hari Santri sangat kontraproduktif serta bertentangan dengan semangat persatuan bangsa.

Lebih lanjut dikatakan, penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober juga dapat menimbulkan kontroversi, membangkitkan sektarianisme, dan secara historis dapat mengecilkan arti perjuangan umat Islam yang berjuang membentuk dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bung Karno secara pribadi adalah seorang santri. Oleh karena itu, kata Haedar, penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober dapat menafikan peran para santri dan kalangan Islam yang tidak terlibat dalam peristiwa 22 Oktober.

"Kalaupun pada akhirnya harus menetapkan hari bagi kalangan Islam tertentu sebagai janji politik, sebaiknya dicarikan nama yang lebih tepat dan bersifat spesifik tanpa mereduksi aspirasi umat Islam secara keseluruhan,"  katanya.

Di lain hal, kata Haedar, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat memahami dan menghargai komitmen Jokowi untuk menetapkan Hari Santri guna memenuhi janji politik dan memberikan penghormatan terhadap jasa umat Islam dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. 

Pewarta: Anom Prihantoro

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015