Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menepis hoaks tentang gelombang panas yang sedang terjadi di Indonesia.
"Berita yang beredar ini tentu tidak tepat dan tidak benar atau hoaks, karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas," ujar Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Hoaks tentang hal itu, antara lain menyebutkan saat ini cuaca sangat panas, suhu pada siang hari bisa mencapai 40 derajat Celcius, dianjurkan untuk menghindari minum es atau air dingin.
Urip menerangkan gelombang panas terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi, sedangkan Indonesia terletak di wilayah ekuator yang secara sistem dinamika cuaca tidak memungkinkan terjadinya gelombang panas.
Gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO) disertai oleh kelembapan udara yang tinggi.
Baca juga: Gempa magnitudo 4,8 Bali akibat sesar lokal, sebabkan sejumlah kerusakan
Untuk dianggap sebagai gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya lima derajat Celcius lebih panas dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, serta setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut.
"Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas," ujar dia.
Ia menambahkan gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari. Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat.
Baca juga: Kepala BMKG: Ilmu titen nelayan "ambyar" akibat perubahan iklim
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut.
"Suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu Matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," kata dia.
Saat ini, berdasarkan pantauan BMKG terhadap suhu maksimum di wilayah Indonesia, memang suhu tertinggi siang hari ini mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Tercatat suhu di atas 36 derajat Celsius terjadi di Medan, Deli Serdang, Jatiwangi, dan Semarang pada catatan meteorologis tertanggal 14 Oktober 2021.
Suhu tertinggi pada hari itu tercatat di Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah I, Medan yaitu 37 derajat Celsius. Namun catatan suhu ini bukan merupakan penyimpangan besar dari rata-rata iklim suhu maksimum pada wilayah ini, masih berada dalam rentang variabilitasnya pada Oktober. Setidaknya suhu maksimum yang meningkat dalam beberapa hari ini dapat disebabkan beberapa hal.
Pada Oktober, kedudukan semu gerak Matahari tepat di atas Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dalam perjalanannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan ekuator. Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi dua kali, yaitu September/Oktober dan Februari/Maret, sehingga puncak suhu maksimum terasa di wilayah Jawa hingga NTT terjadi di seputar bulan-bulan tersebut.
Cuaca cerah juga menyebabkan penyinaran langsung sinar Matahari ke permukaan lebih optimal sehingga terjadi pemanasan suhu permukaan. Kondisi tersebut berkaitan dengan adanya Siklon Tropis Kompasu di Laut Cina Selatan bagian utara yang menarik masa udara dan pertumbuhan awan-awan hujan serta menjauhi wilayah Indonesia sehingga cuaca di wilayah Jawa cenderung menjadi lebih cerah-berawan dalam beberapa hari terakhir.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Berita yang beredar ini tentu tidak tepat dan tidak benar atau hoaks, karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas," ujar Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Hoaks tentang hal itu, antara lain menyebutkan saat ini cuaca sangat panas, suhu pada siang hari bisa mencapai 40 derajat Celcius, dianjurkan untuk menghindari minum es atau air dingin.
Urip menerangkan gelombang panas terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi, sedangkan Indonesia terletak di wilayah ekuator yang secara sistem dinamika cuaca tidak memungkinkan terjadinya gelombang panas.
Gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO) disertai oleh kelembapan udara yang tinggi.
Baca juga: Gempa magnitudo 4,8 Bali akibat sesar lokal, sebabkan sejumlah kerusakan
Untuk dianggap sebagai gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya lima derajat Celcius lebih panas dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, serta setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut.
"Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas," ujar dia.
Ia menambahkan gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari. Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat.
Baca juga: Kepala BMKG: Ilmu titen nelayan "ambyar" akibat perubahan iklim
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut.
"Suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu Matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," kata dia.
Saat ini, berdasarkan pantauan BMKG terhadap suhu maksimum di wilayah Indonesia, memang suhu tertinggi siang hari ini mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Tercatat suhu di atas 36 derajat Celsius terjadi di Medan, Deli Serdang, Jatiwangi, dan Semarang pada catatan meteorologis tertanggal 14 Oktober 2021.
Suhu tertinggi pada hari itu tercatat di Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah I, Medan yaitu 37 derajat Celsius. Namun catatan suhu ini bukan merupakan penyimpangan besar dari rata-rata iklim suhu maksimum pada wilayah ini, masih berada dalam rentang variabilitasnya pada Oktober. Setidaknya suhu maksimum yang meningkat dalam beberapa hari ini dapat disebabkan beberapa hal.
Pada Oktober, kedudukan semu gerak Matahari tepat di atas Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dalam perjalanannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan ekuator. Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi dua kali, yaitu September/Oktober dan Februari/Maret, sehingga puncak suhu maksimum terasa di wilayah Jawa hingga NTT terjadi di seputar bulan-bulan tersebut.
Cuaca cerah juga menyebabkan penyinaran langsung sinar Matahari ke permukaan lebih optimal sehingga terjadi pemanasan suhu permukaan. Kondisi tersebut berkaitan dengan adanya Siklon Tropis Kompasu di Laut Cina Selatan bagian utara yang menarik masa udara dan pertumbuhan awan-awan hujan serta menjauhi wilayah Indonesia sehingga cuaca di wilayah Jawa cenderung menjadi lebih cerah-berawan dalam beberapa hari terakhir.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021