Surabaya (Antara Megapolitan) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi menyoroti kelemahan koordinasi intelijen yang dimiliki sejumlah sektor sebagai imbas timbulnya insiden di beberapa daerah, dengan kasus terakhir pembakaran gereja di Kecamatan Gunung Makmur, Aceh Singkil, Selasa (13/10).
"Saya melihat intelijennya tidak lemah, tapi koordinasinya yang harus diperkuat," ujarnya ketika ditemui di sela pertemuan Hikmah Hijriah untuk Restorasi Indonesia dalam rangkaian HUT ke-4 Partai NasDem di Kantor DPW NasDem di Surabaya, Rabu malam.
Menurut dia, dengan dimilikinya badan intelijen di semua sektor, yakni Badan Intelijen Negara (BIN), intelijen kepolisian, intelijen TNI, intelijen pemerintah daerah maupun intelijen kejaksaan, diharapkan bisa semakin memperkuat.
"Masing-masing sektor itu punya intelijen sendiri-sendiri, tapi tidak bergerak simultan karena belum ada undang-undang yang terpadu. Nah, disitulah masalahnya, bukan kualitas penyelenggara intelijennya," ucapnya.
Sebagai salah satu bentuk antisipasi, kata dia, sangat diperlukan penyadaran ke masyarakat dan peningkatan kemampuan pertahanan keamanan Negara, baik secara sistem maupun secara penyelenggara keamanan itu sendiri.
Sementara itu, terkait tindak lanjut insiden di Aceh, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut menyarankan pemerintah melakukan investigasi dari dua sisi, yakni sisi kejadian dan sesi kemungkinan karena didesain.
Dilihat dari sisi kejadiannya, kata dia, tentu merupakan kriminalitas yang dibungkus agama dan harus ada sikap tegas dari aparat penegak hukum.
Sedangkan dari sisi lainnya, lanjut dia, diminta bagaimana sistem pertahanan keamanan Negara diperbaiki sehingga tidak sampai menjadi korban desain dari orang lain.
"Itu saja kok obatnya. Tapi kalau tidak dilakukan maka terus seperti ini," kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang tersebut.
Ia juga mencatat, dua kejadian terakhir di Indonesia, yakni di Tolikara yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri pada Jumat (17/7) dan di Aceh Singkil pada Selasa (13/10) bertepatan dengan Tahun Baru Islam, merupakan rentetan insiden yang perlu diivestigasi mendalam.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Saya melihat intelijennya tidak lemah, tapi koordinasinya yang harus diperkuat," ujarnya ketika ditemui di sela pertemuan Hikmah Hijriah untuk Restorasi Indonesia dalam rangkaian HUT ke-4 Partai NasDem di Kantor DPW NasDem di Surabaya, Rabu malam.
Menurut dia, dengan dimilikinya badan intelijen di semua sektor, yakni Badan Intelijen Negara (BIN), intelijen kepolisian, intelijen TNI, intelijen pemerintah daerah maupun intelijen kejaksaan, diharapkan bisa semakin memperkuat.
"Masing-masing sektor itu punya intelijen sendiri-sendiri, tapi tidak bergerak simultan karena belum ada undang-undang yang terpadu. Nah, disitulah masalahnya, bukan kualitas penyelenggara intelijennya," ucapnya.
Sebagai salah satu bentuk antisipasi, kata dia, sangat diperlukan penyadaran ke masyarakat dan peningkatan kemampuan pertahanan keamanan Negara, baik secara sistem maupun secara penyelenggara keamanan itu sendiri.
Sementara itu, terkait tindak lanjut insiden di Aceh, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut menyarankan pemerintah melakukan investigasi dari dua sisi, yakni sisi kejadian dan sesi kemungkinan karena didesain.
Dilihat dari sisi kejadiannya, kata dia, tentu merupakan kriminalitas yang dibungkus agama dan harus ada sikap tegas dari aparat penegak hukum.
Sedangkan dari sisi lainnya, lanjut dia, diminta bagaimana sistem pertahanan keamanan Negara diperbaiki sehingga tidak sampai menjadi korban desain dari orang lain.
"Itu saja kok obatnya. Tapi kalau tidak dilakukan maka terus seperti ini," kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang tersebut.
Ia juga mencatat, dua kejadian terakhir di Indonesia, yakni di Tolikara yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri pada Jumat (17/7) dan di Aceh Singkil pada Selasa (13/10) bertepatan dengan Tahun Baru Islam, merupakan rentetan insiden yang perlu diivestigasi mendalam.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015