Bogor, (Antara Megapolitan) - Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, Jawa Barat, Moch Ishak mengatakan para pemilik angkot khawatir kendaraannya hilang jika bergabung dalam badan hukum.

Ishak mengatakan hal itu untuk mengklarifikasi penolakan yang dilayangkan oleh pemilik angkot terkait balik nama Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) karena khawatir asetnya akan hilang.

"Jadi pemilik bukan menolak aturan angkot badan hukum, mereka menolak balik nama STNK dan BPKB menjadi milik badan hukum karena khawatir aset mereka hilang," kata Ishak, di Bogor, Jumat.

Menurut Ishak, penolakan tersebut dilakukan oleh sejumlah pemilik angkot yang belum mengetahui secara benar tentang aturan angkot berbadan hukum, sehingga khawatir hilangnya aset mereka.

Dikatakannya, tidak semua pemilik angkot yang melakukan unjuk rasa dan stop beroperasi pada Selasa (6/10) kemarin. Mereka yang berunjuk rasa berasal dari luar Organda.

Sejumlah pemilik ada yang tidak setuju melakukan aksi tersebut dan ingin tetap beroperasi.

"Tapi karena ada penghadangan oleh preman, jadi sopir-sopir tidak berani narik. Padahal ketika saya tinjau ke pangkalan, sopir-sopir banyak yang protes ingin narik, hanya karena mencegah benturan kita pilih ikutin situasi," kata Ishak.

Ishak mengatakan, kewajiban angkot berbadan hukum sudah merupakan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Undang-undang tersebut dijabarkan oleh Pemerintah Kota Bogor dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perda menegaskan angkot harus berbadan hukum terhitung dua tahun sejak perda ditetapkan.

"Perda ditetapkan 15 Agustus 2013 lalu. Terhitung 15 Agustus 2015 lalu batas akhir angkot harus berbadan hukum," kata Ishak.

Dikatakannya, jumlah angkot di Kota Bogor sebanyak 3.412 angkot dari 2.000 lebih pemilik.

Dari jumlah tersebut baru sekitar 1.115 yang sudah bergabung dalam badan hukum yang terdiri atas 10 koperasi dan delapan perseroan terbatas.

"Pada pertengahan September 2015 lalu Pemerintah Kota Bogor sudah menerbitkan surat peringatan pertama kepada para pemilik yang belum memiliki badan hukum. Terhitung per 31 Desember 2015 nanti, angkot tidak berbadan hukum tidak akan mendapat izin trayek," katanya.

Salah satu keberatan para pemilik angkot untuk bergabung atau membentuk badan hukum adalah, adanya aturan balik nama STNK dan BPKB dari perorangan menjadi milik badan hukum.

Terlebih lagi, pajak STNK dan BPBK angkot berbadan hukum ditanggung oleh badan hukum sebesar 100 persen, yang tentunya akan dibebankan kepada anggota badan hukum tersebut.

"Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mengakomodir hal ini dengan memberikan subsidi dan ini diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 64 Tahun 2015 yang menindaklanjuti Permendagri Nomor 101/2014 tentang pajak balik nama disubsidi oleh pemerintah sebesar 70 persen, jadi tanggungan badan hukum hanya 30 persen saja," kata Ishak.

Sementara itu, Ketua FKKA Deden mengatakan, pemilik angkot menolak balik nama STNK dan BPKB dari perorangan menjadi milik badan hukum karena dinilai merugikan dan membebani pemilik angkot.

"Kami setuju dengan angkot berbadan hukum, tetapi kami menolak kalau harus mengubah kepemilikan STNK dan BPKB yang tadinya milik perorangan menjadi milik badan hukum," kata Deden.

Deden mengatakan aturan tersebut dirasa merugikan sopir dan pemilik angkot.

Angkot yang dimiliki oleh para pemilik dibeli dengan kemampuan pribadi. Tapi begitu ada aturan wajib berbadan hukum, kepemilikan STNK dan BPKB berubah menjadi milik badan hukum, yang diartikan pemilik sebagai kehilangan aset.

"Belum lagi pajak balik nama STNK dan BPKB itu dibebankan kepada anggota badan hukum. Kebijakan angkot berbadan hukum juga belum jelas mensejahterakan para sopir dan pemilik," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015