Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Dr. Arie Setiabudi Soesilo mengatakan Indonesia dapat mengambil peran diplomasi antariksa yang mengedepankan kepatuhan negara terhadap tata kelola global dan regional.
"Diplomasi keantariksaan menarik untuk dilihat dari sudut pandang wilayah Indo-Pasifik yang menjadi transisi kekuatan hegemoni dunia dari Amerika Serikat dan Eropa menuju negara-negara Asia Timur," kata Arie Setiabudi Soesilo dalam keterangan tertulisnya, di terima di Depok, jabar, Senin.
Ia mengatakan tantangan yang muncul dari persaingan dan kekuatan hegemoni yakni, Indonesia dan Asia dapat menjaga relevansinya tidak hanya sebagai penyedia sumber daya mentah dan tenaga kerja tetapi sebagai pemain aktif yang menentukan nasibnya sendiri dan tidak hanyut dalam eksploitasi negara besar.
Baca juga: FISIP UI gelar diskusi melawan "Keletihan Sosial" di Masa Pandemi
Hal tersebut dikatakan Arie Setiabudi dalam sambutannya pada acara seminar nasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) bekerja sama dengan Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa (KKPA).
Menurut dia tantangan di luar angkasa ini, menjadi masalah karena tidak semua orang Indonesia atau orang yang memiliki pendidikan tinggi memahami tantangan dan pentingnya memiliki daya saing di luar angkasa.
"Ini penting untuk memastikan akses dan pengembangan kekuatan yang adil bagi negara dan bangsa di dunia," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan, teknologi antariksa menjadi salah satu tools yang diharapkan dapat mendorong pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan 2030.
Baca juga: Puskapol FISIP UI: Masa jabatan presiden tak perlu diperdebatkan lagi
Sementara itu Dosen Senior Hubungan Internasional UI Edy Prasetyono, S.Sos., MIS, Ph.D menjelaskan potensi keantariksaan dalam geostrategi diplomasi Indonesia ditujukan untuk pembangunan berkelanjutan.
"Pandangan tentang space, baik itu daratan maupun laut merupakan sesuatu hal yang ditekankan oleh Amerika Serikat. Tokoh-tokoh pemikir tentang space dengan konsep geostrategi yang didasarkan atas visi politik di antara lain, Ratzel, Kjellen, McKinder, Houshofer, Mahan, Spykman, Kennan, Gray, dan lain-lain," paparnya.
Dikatakannya esensi dari space adalah ruang yang selalu dieskplorasi dan dimanfaatkan oleh banyak kekuatan untuk memperoleh keunggulan terhadap pihak atau kekuatan lain. Merefleksikan apa yang terjadi di daratan atau bumi, Gray mengatakan bahwa geograpi adalah "the mother of strategy".
"Pandangan tersebut menegaskan signifikansi ruang dalam strategi," ujarnya.
Baca juga: Ini tujuh rekomendasi kebijakan tangani COVID-19 dari FISIP UI
Ketertarikan dalam diplomasi adalah bisa untuk tidak membuat satu pengaturan fleksibel yang menguntungkan negara-negara ekuator. Misalnya, seperti alokasi slot untuk satelit. Walaupun, kedaulatan dilarang tetapi tidak ada larangan eksplisit untuk hak berdaulat.
Terdapat beberapa kekhawatiran dalam hal ini yaitu, peningkatan jumlah satelit, bahaya tabrakan dan jatuhnya satelit, militerisasi orbit dan aktivitas permusuhan (seperti spionase atau intelijen), serta perusahaan peluncuran satelit swasta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Diplomasi keantariksaan menarik untuk dilihat dari sudut pandang wilayah Indo-Pasifik yang menjadi transisi kekuatan hegemoni dunia dari Amerika Serikat dan Eropa menuju negara-negara Asia Timur," kata Arie Setiabudi Soesilo dalam keterangan tertulisnya, di terima di Depok, jabar, Senin.
Ia mengatakan tantangan yang muncul dari persaingan dan kekuatan hegemoni yakni, Indonesia dan Asia dapat menjaga relevansinya tidak hanya sebagai penyedia sumber daya mentah dan tenaga kerja tetapi sebagai pemain aktif yang menentukan nasibnya sendiri dan tidak hanyut dalam eksploitasi negara besar.
Baca juga: FISIP UI gelar diskusi melawan "Keletihan Sosial" di Masa Pandemi
Hal tersebut dikatakan Arie Setiabudi dalam sambutannya pada acara seminar nasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) bekerja sama dengan Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa (KKPA).
Menurut dia tantangan di luar angkasa ini, menjadi masalah karena tidak semua orang Indonesia atau orang yang memiliki pendidikan tinggi memahami tantangan dan pentingnya memiliki daya saing di luar angkasa.
"Ini penting untuk memastikan akses dan pengembangan kekuatan yang adil bagi negara dan bangsa di dunia," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan, teknologi antariksa menjadi salah satu tools yang diharapkan dapat mendorong pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan 2030.
Baca juga: Puskapol FISIP UI: Masa jabatan presiden tak perlu diperdebatkan lagi
Sementara itu Dosen Senior Hubungan Internasional UI Edy Prasetyono, S.Sos., MIS, Ph.D menjelaskan potensi keantariksaan dalam geostrategi diplomasi Indonesia ditujukan untuk pembangunan berkelanjutan.
"Pandangan tentang space, baik itu daratan maupun laut merupakan sesuatu hal yang ditekankan oleh Amerika Serikat. Tokoh-tokoh pemikir tentang space dengan konsep geostrategi yang didasarkan atas visi politik di antara lain, Ratzel, Kjellen, McKinder, Houshofer, Mahan, Spykman, Kennan, Gray, dan lain-lain," paparnya.
Dikatakannya esensi dari space adalah ruang yang selalu dieskplorasi dan dimanfaatkan oleh banyak kekuatan untuk memperoleh keunggulan terhadap pihak atau kekuatan lain. Merefleksikan apa yang terjadi di daratan atau bumi, Gray mengatakan bahwa geograpi adalah "the mother of strategy".
"Pandangan tersebut menegaskan signifikansi ruang dalam strategi," ujarnya.
Baca juga: Ini tujuh rekomendasi kebijakan tangani COVID-19 dari FISIP UI
Ketertarikan dalam diplomasi adalah bisa untuk tidak membuat satu pengaturan fleksibel yang menguntungkan negara-negara ekuator. Misalnya, seperti alokasi slot untuk satelit. Walaupun, kedaulatan dilarang tetapi tidak ada larangan eksplisit untuk hak berdaulat.
Terdapat beberapa kekhawatiran dalam hal ini yaitu, peningkatan jumlah satelit, bahaya tabrakan dan jatuhnya satelit, militerisasi orbit dan aktivitas permusuhan (seperti spionase atau intelijen), serta perusahaan peluncuran satelit swasta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021