Bogor, 12/5 (ANTARA) - Wakil Pemipin Redaksi LKBN ANTARA Akhmad Khusaeni mengemukakan bahwa seluruh anggota tim liputan proses evakuasi jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 di Gunung Salak, Kabupaten Bogor, tidak ada yang tersesat.

    "Baik tim teks, foto maupun televisi ANTARA, hingga evakuasi hari keempat evakuasi, semuanya lengkap, serta dalam kondisi baik dan sehat," katanya saat dihubungi dari Bogor, Jawa Barat, Sabtu siang.

    Akhmad Khusaeni menyampaikan hal itu, terkait beberapa pemberitaan yang menyebutkan ada beberapa jurnalis yang tersesat, dan bahkan dilaporkan hilang.

    Ia menjelaskan bahwa untuk liputan evakuasi tersebut, LKBN-ANTARA melakukan peliputan bersama antara Biro Penyangga Jakarta (BPJ), serta ANTARA pusat Jakarta, yang mengirimkan jurnalis teks, foto dan televisi.

     Tim peliputan selengkapnya dari Biro Penyangga Jakarta adalah Teguh Handoko, Andi Jauhari, Laily Rachmawati, Aditya A Rohman, dan Riza Fahriza.

     Sedangkan dari Biro Foto ANTARA untuk peliputan di Gunung Salak menerjunkan Andika Wahyu, Jafkhairi dan Dhoni Setiawan.

     Sementara itu, untuk TV ANTARA menurunkan Astra Effendi, Trihandoko dan Syahrudin.

    Ia menjelaskan khusus untuk juru kamera Syahrudin, memang sempat beberapa lama belum kembali ke Posko utama di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk.

      "Ternyata, dia (Syafrudin) tertinggal dari tim evakuasi, sehingga baru sampai ke Posko lagi pada Jumat (11/5) malam," katanya.

     Dengan kembalinya Syafrudin ke Posko, kata dia, maka seluruh tim liputan ANTARA dipastikan dalam kondisi baik dan lengkap.

    
                               Taruhan nyawa
   Terkait kasus tersesatnya jurnalis dalam liputan evakuasi pesawat Sukhoi itu, Akhmad Khusaini menegaskan bahwa ada prinsip jurnalistik, yang esensinya adalah taruhan nyawa.

    Menurut dia, dalam peristiwa besar seperti jatuhnya pesawat Sukhoi itu, wartawan memang ditantang untuk ke lokasi peristiwa untuk segera melaporkannya.

    "Sehingga (jurnalis) bak 'lari kesetanan' menuju tempat kejadian perkara (TKP) yang pertama untuk peristiwa besar, di mana jatuh dengan banyak korban," katanya.

    Namun, kata dia, yang lebih penting lagi wartawan dalam era multimedia, bagi juru kamera televisi maupun pewarta foto berlaku prinsip harus dapat gambar yang bagus.

    Rujukannya, kata dia, ada pakar komunikasi yang mengatakan bahwa kalau gambar anda tidak cukup bagus, berarti anda tidak cukup dekat (peristiwa).

     "Bagi mereka (pewarta foto dan televisi) untuk dapat gambar bagus mereka harus ke lokasi, meskipun tebing curang sampau 85 derajat di hutan dan gunung," katanya.

    "Tapi, ada prinsip yang lebih urgen lagi bahwa tidak ada berita sebagus apapun yang seharusnya (mempertaruhkan) nyawa wartawan," tambahnya.

     Untuk itu, kata dia, ketika meliput musibah seperti evakuasi Sukhoi itu, apalagi lokasinya di gunung dengan medan sangat berat, wartawan harus mempersiapkan diri.

     "Jangan mati konyol tanpa persiapan. Artinya, jangan sampai wartawan yang mencari berita, justru menjadi berita," katanya.

    Karena itu, kata dia, ANTARA sendiri juga memilih jurnalisnya yang memiliki pengalaman, seperti Riza Fahriza, yang sejak mahasiswa adalah pecinta alam bebas, sehingga telah mempersiapkan sesuatu dengan baik.

    Pengalaman di Gunung Salak itu, kata Akhmad Khusaeni, hendaknya juga bisa menjadi perhatian Dewan Pers, untuk membuat semacam panduan meliput musibah di medan berat seperti hutan dan gunung.

Andi Jauhari

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012