Jembrana, Bali, (Antara Megapolitan) - Pelestarian "curik" bali (Leucopsar rothschildi) dibahas dalam lokakarya antarbangsa yang diikuti pegiat konservasi satwa liar dunia pada 1-4 Oktober 2015 di Provinsi Bali.
"Wakil-wakil peserta dari lima benua hadir pada kegiatan ini," kata Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) Tony Sumampau kepada Antara di sela kunjungan ke Taman Nasional Bali Barat (TNBB) di Kabupaten Jembrana, Bali, Kamis.
TNBB adalah habitat alami "curik" bali atau burung jalak bali, yang berada di dua kabupaten, yakni Jembrana dan Buleleng.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Dahono Aji dalam sosialisasi penangkaran "curik" bali di Yogyakarta pada Juni lalu mengatakan upaya konservasi satwa itu mulai membuahkan hasil, terlihat dari mulai pulihnya populasi satwa yang hampir punah itu pada habitat alaminya di TNBB.
"Tahun 2005 populasi di alam yang di TNBB hanya lima ekor, kini sudah ada lebih dari 100 ekor, dan bahkan 40-an ekor lebih telah dilepasliarkan kembali," katanya.
Selain itu, juga ada peningkatan populasi curik bali di alam, termasuk di tempat penangkaran "ex-situ" (di luar habitat alami) yang jumlahnya sekitar 2.000 ekor lebih.
Menurut Tony Sumampau, kegiatan yang diselenggarakan bersama sejumlah pihak, di antaranya Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK, Taman Safari Indonesia Group, Burung Indonesia, Bali Mynah Conservation Society.
Selain itu, IUCN Species Survival Commission (SSC) dan Asian Species Action Partnership (ASAP)."International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources" (IUCN) adalah organisasi internasional yang mengatur tentang konservasi atau perlindungan sumber daya alam dan hutan.
Di samping itu, Asosiasi Kebun Binatang dan Aquaria Eropa (EAZA) dan Threatened Asian Songbird Alliance.
Kegiatan itu juga dihadiri pemangku kepentingan terkait, seperti peneliti LIPI dan perguruan tinggi, unsur TNBB dan juga para penangkar dari berbagai daerah di Indonesia.
Mengenai tujuan utama lokakarya, adalah dibutuhkannya satu kesepakatan mengenai pelepasliaran "curik" bali di alam yang dapat disetujui oleh internasional di TNBB, serta kemungkinan mewacanakan adanya alternatif lain di luar taman nasional.
"Isu-isu itu akan dibahas bersama seluruh pemangku kepentingan terkait 'curik' bali ini," kata Tony Sumampau.
Delegasi lokakarya itu pada Kamis pagi hingga sore mengunjungi langsung kawasan TNBB untuk melihat area konservasi satwa tersebut di habitat alaminya dipandu langsung Kepala TNBB Tedi Sutedi dan staf.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Wakil-wakil peserta dari lima benua hadir pada kegiatan ini," kata Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) Tony Sumampau kepada Antara di sela kunjungan ke Taman Nasional Bali Barat (TNBB) di Kabupaten Jembrana, Bali, Kamis.
TNBB adalah habitat alami "curik" bali atau burung jalak bali, yang berada di dua kabupaten, yakni Jembrana dan Buleleng.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Dahono Aji dalam sosialisasi penangkaran "curik" bali di Yogyakarta pada Juni lalu mengatakan upaya konservasi satwa itu mulai membuahkan hasil, terlihat dari mulai pulihnya populasi satwa yang hampir punah itu pada habitat alaminya di TNBB.
"Tahun 2005 populasi di alam yang di TNBB hanya lima ekor, kini sudah ada lebih dari 100 ekor, dan bahkan 40-an ekor lebih telah dilepasliarkan kembali," katanya.
Selain itu, juga ada peningkatan populasi curik bali di alam, termasuk di tempat penangkaran "ex-situ" (di luar habitat alami) yang jumlahnya sekitar 2.000 ekor lebih.
Menurut Tony Sumampau, kegiatan yang diselenggarakan bersama sejumlah pihak, di antaranya Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK, Taman Safari Indonesia Group, Burung Indonesia, Bali Mynah Conservation Society.
Selain itu, IUCN Species Survival Commission (SSC) dan Asian Species Action Partnership (ASAP)."International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources" (IUCN) adalah organisasi internasional yang mengatur tentang konservasi atau perlindungan sumber daya alam dan hutan.
Di samping itu, Asosiasi Kebun Binatang dan Aquaria Eropa (EAZA) dan Threatened Asian Songbird Alliance.
Kegiatan itu juga dihadiri pemangku kepentingan terkait, seperti peneliti LIPI dan perguruan tinggi, unsur TNBB dan juga para penangkar dari berbagai daerah di Indonesia.
Mengenai tujuan utama lokakarya, adalah dibutuhkannya satu kesepakatan mengenai pelepasliaran "curik" bali di alam yang dapat disetujui oleh internasional di TNBB, serta kemungkinan mewacanakan adanya alternatif lain di luar taman nasional.
"Isu-isu itu akan dibahas bersama seluruh pemangku kepentingan terkait 'curik' bali ini," kata Tony Sumampau.
Delegasi lokakarya itu pada Kamis pagi hingga sore mengunjungi langsung kawasan TNBB untuk melihat area konservasi satwa tersebut di habitat alaminya dipandu langsung Kepala TNBB Tedi Sutedi dan staf.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015