Bakauheni, Lampung, (Antara Megapolitan) - Para petani kelapa sawit pada sejumlah desa di Kecamatan Pubian, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung mengeluhkan jatuhnya harga buah komoditas tersebut, sehingga hasil panen habis untuk ongkos petik dan angkutan saja.

Tokoh masyarakat yang juga petani kelapa sawit di Desa Kotabatu, Kecamatan Pubian, Kabupaten Lampung Tengah, Suwarno (46) di Bandarlampug, Jumat, menginformasikan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di desanya kini anjlok hanya sekitar Rp470/Kg.

"Harga TBS sawit di sini jatuh sejak awal Agustus 2015 lalu, dari harga tertinggi Rp1.400 menjadi hanya Rp470/Kg, bahkan buah yang tidak ada tangkainya lagi hanya Rp300/Kg.

Dengan kondisi harga yang demikian, sangat sulit bagi petani untuk mendapatkan untung, karena untuk bisa sampai dijual TBS kelapa sawit masih membutuhkan biaya yang cukup besar.

Hal itu seperti untuk ongkos petik dan angkutan dari kebun ke tempat penampungan sementara di pinggir jalan sampai bisa dijangkau oleh kendaraan niaga bak terbuka atau truk yang akan membawanya ke pabrik pengolahan minyak sawit dan sebagainya.

"Untuk biaya produksi, panen, dan angkutan juga cukup besar, jadi kalau harga sawit di bawah Rp1.000 saja petani sudah sulit untuk mendapat keuntungan," ujarnya.

Warno, demikian panggilan akrab mantan kepala desa (kades) Kotabatu dua periode itu mengatakan pula bahwa sudah sejak belasan tahun terakhir banyak warga desa setempat yang menanam kelapa sawit.

Lahan kosong, semak belukar dan kebun kopi yang dinilai sudah kurang produktif banyak digarap menjadi kebun kelapa sawit.

Hal itu antara lain dirangsang oleh membaiknya harga sawit menyusul sudah berdirinya sejumlah Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) di sejumlah tempat, antara lain di Kecamatan Kalirejo.

Dengan harga yang menjanjikan dan panen bisa lebih cepat dibandingkan kopi yang hanya sekali dalam setahun, khusus di Desa Kotabatu yang berjarak sekitar 100 Km sebelah Barat Laut Kota Bandarlampung pada akhir tahun 2015 ini sudah terdapat sekitar 400 hektare (Ha) kebun sawit.

Desa yang masih tergolong miskin dan tertinggal karena kendala sarana jalan dan jembatan serta sarana transportasi dan komunikasi itu kini dihuni oleh sekitar 800 kepala keluarga (KK), atau sekitar 4.500 sampai 5.000 jiwa.

"Dari jumlah KK sebanyak itu, sampai sekarang sudah sekitar 60 persennya memiliki kebun sawit," kata Warno, bapak dari tiga anak yang mengaku sudah memiliki sekitar 16 hektare kebun sawit sebagian besar produktiif itu.

Namun, katanya menambahkan kini para petani sawit itu mengalami kerugian besar saat harga TBS sawit jatuh.

"Kami sebagai petani sangat mengharapkan pemerintah segera mencarikan jalan keluar agar harga komoditas perkebunan itu kembali naik," katanya lagi.

Selain kelapa sawit, penurunan harga drastis di desa itu juga terjadi pada komoditas getah karet, yaitu yang biasanya sekitar Rp10.000/Kg, pada beberapa bulan terakhir anjlok menjadi hanya sekitar Rp3.000/Kg.

Pewarta: M. Tohamaksun

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015