Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya mengatakan penyeragaman perizinan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja di seluruh daerah, tidak mudah karena memerlukan penyesuaian atas disparitas kondisi sosial ekonomi setiap daerah, ditambah pandemi COVID-19.

"Dalam perjalanannya menyeragamkan kualitas perizinan dan pelayanan publik tidak mudah," kata Bima Arya di Kota Bogor, Jumat.

Wali Kota Bogor itu menceritakan pengalamannya bahwa sejak 2015 dia telah memulai reformasi birokrasi dan pengaturan soal perizinan. Pemerintah Kota Bogor fokus melakukan reformasi di bidang perizinan.  

Ia bahkan pernah menangkap ketika ada calo yang mengurus perizinan kafe, melalui operasi tangkap tangan (OTT).

Bima Arya menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Bogor banyak dididik oleh Ombudsman dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sehingga dalam setahun bisa memiliki instansi yang mengurus perizinan yang memberikan pelayanan satu pintu, sehingga menjadi lebih efisien, terukur, dihitung biayanya, dan transparan.

Instansi yang dimaksud adalah Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Pelayanan perizinan melalui DPMPTSP ini, kata Bima, pemberkasannya bisa secara daring, sehingga dapat menghindari antrean dan waktunya menjadi lebih cepat.

DPMPTSP memiliki pelayanan terpadu yang disebut Mal Pelayanan Publik (MPP). Ada 92 jenis perizinan yang bisa dilayani.

Untuk itu, katanya, dalam penerapan UU tentang Cipta Kerja di daerah membutuhkan penyesuaian karena kondisi setiap daerah berbeda-beda.

Menurut dia, pada awalnya semangat pembentukan UU Cipta Kerja adalah untuk meningkatkan investasi, tetapi dalam perjalanannya terjadi pandemi COVID-19 sehingga ada target-target yang disesuaikan pemerintah, yakni pemulihan ekonomi dan percepatan pertumbuhan ekonomi.

"Kondisi ini menjadikan konteksnya berbeda. Tidak ada yang memperkirakan sebelumnya, bahwa Omnibus Law dirancang, kemudian terjadi pandemi COVID-19 yang dahsyat, hingga merontokkan pilar-pilar ekonomi. Jadi, tidak ada yang salah, tapi harus ada penyesuaian," katanya.
 
Menurut Bima, UU Cipta Kerja ini targetnya adalah menyeragamkan kualitas perizinan dan pelayanan publik, dalam formulasi yang sama yaitu pelayanan, reformasi birokrasi, dan perizinan.

Baca juga: IPB University temukan 12 potensi resiko yang bisa muncul pada UU Cipta Kerja


 

Pewarta: Riza Harahap

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021