Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Dr Saldi Isra menyatakan masyarakat perlu memahami bahwa pengujian suatu undang-undang yang disidangkan di MK adalah berbeda dengan peristiwa kongkret dalam penyelesaian sengketa hukum yang diperkarakan, seperti soal hasil pemilihan umum
"Kasus kongkret memiliki karakteristik yang berbeda dengan pengujian undang-undang, maka dalam menanganinya juga memiliki karakter yang berbeda pula. Hal inilah yang perlu dipahami masyarakat, termasuk oleh mahasiswa Fakultas Hukum," katanya saat memberi kuliah umum tentang beracara di MK, yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, Senin.
Dalam keterangan yang diterima dari FHUP, disebutkan oleh Saldi Isra bahwa banyak permohonan tidak disertai alasan yang jelas sehingga hakim sering memberi nasihat untuk perbaikan permohonan.
Dalam kuliah umum yang diselenggarakan secara virtual tersebut, hadir pula peneliti senior MK Pan Mohammad Faiz, PhD, sebagai pembicara.
Pan antara lain menguraikan bahwa persentase dari permohonan yang diajukan di MK secara kuantitatif memang banyak namun bukan berarti kualitas undang-undang buruk.
"Hal ini perlu dipahami karena Indonesia, tidak seperti negara lain, memberikan ruang yang luas kepada setiap warga negara untuk menjadi pemohon perkara hukum,"katanya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasia Prof Dr Eddy Pratomo, SH, MA mengharapkan kuliah umum yang diikuti oleh civitas akademika FHUP tersebut dapat memberikan amunisi pengetahuan bagi para dosen dan juga mahasiswa sehingga lebih familiar dengan proses beracara di Mahkamah Konstitusi.
Mantan Duta Besar RI di Jerman itu mengatakan kuliah umum ini diselenggarakan dalam rangka Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) yang diamanahkan kepada Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
Salah satu kegiatan PKKM adalah pembentukan Klinik Hukum dimana edukasi untuk mengenalkan permasalahan nyata dalam pencarian keadilan pada berbagai forum, termasuk peradilan konstitusi, perlu diberikan kepada mahasiswa.
"Saya menyambut gembira kegiatan ini mengingat saat ini mata kuliah hukum konstitusi tengah marak di berbagai fakultas hukum, dan FHUP saat ini sudah memiliki program kekhususan konstitusi di Program Pasca-Sarjana," katanya.
Baca juga: MK periksa 28 permohonan perselisihan hasil Pilkada 2020
Baca juga: MK diharapkan menjadi pilar terakhir penjaga marwah demokrasi
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Kasus kongkret memiliki karakteristik yang berbeda dengan pengujian undang-undang, maka dalam menanganinya juga memiliki karakter yang berbeda pula. Hal inilah yang perlu dipahami masyarakat, termasuk oleh mahasiswa Fakultas Hukum," katanya saat memberi kuliah umum tentang beracara di MK, yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, Senin.
Dalam keterangan yang diterima dari FHUP, disebutkan oleh Saldi Isra bahwa banyak permohonan tidak disertai alasan yang jelas sehingga hakim sering memberi nasihat untuk perbaikan permohonan.
Dalam kuliah umum yang diselenggarakan secara virtual tersebut, hadir pula peneliti senior MK Pan Mohammad Faiz, PhD, sebagai pembicara.
Pan antara lain menguraikan bahwa persentase dari permohonan yang diajukan di MK secara kuantitatif memang banyak namun bukan berarti kualitas undang-undang buruk.
"Hal ini perlu dipahami karena Indonesia, tidak seperti negara lain, memberikan ruang yang luas kepada setiap warga negara untuk menjadi pemohon perkara hukum,"katanya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasia Prof Dr Eddy Pratomo, SH, MA mengharapkan kuliah umum yang diikuti oleh civitas akademika FHUP tersebut dapat memberikan amunisi pengetahuan bagi para dosen dan juga mahasiswa sehingga lebih familiar dengan proses beracara di Mahkamah Konstitusi.
Mantan Duta Besar RI di Jerman itu mengatakan kuliah umum ini diselenggarakan dalam rangka Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) yang diamanahkan kepada Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
Salah satu kegiatan PKKM adalah pembentukan Klinik Hukum dimana edukasi untuk mengenalkan permasalahan nyata dalam pencarian keadilan pada berbagai forum, termasuk peradilan konstitusi, perlu diberikan kepada mahasiswa.
"Saya menyambut gembira kegiatan ini mengingat saat ini mata kuliah hukum konstitusi tengah marak di berbagai fakultas hukum, dan FHUP saat ini sudah memiliki program kekhususan konstitusi di Program Pasca-Sarjana," katanya.
Baca juga: MK periksa 28 permohonan perselisihan hasil Pilkada 2020
Baca juga: MK diharapkan menjadi pilar terakhir penjaga marwah demokrasi
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021