Jakarta, (Antara Megapolitan) - Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi massa sosial-keagamaan dengan jumlah penganut yang sangat besar, mencapai puluhan juta orang, tentu setiap kegiatannya menjadi perhatian masyarakat.

Usia NU dengan pendiri utama ulama besar Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy`ari beserta ulama lainnya seperti KH Hasyim Asy`ari, KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Ridwan, KH Nawawi, KH Doromuntaha, yakni menantu KH Cholil Bangkalan, akan menjadi satu abad atau 100 tahuh, tepatnya pada 31 Januari 2026.

Pada Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur, pada 1-6 Agustus 2015 di Komisi Program yang berlangsung di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso-Peterongan, Kabupaten Jombang, dibahas sekaligus diperdebatkan program-program pemberdayaan warga "nahdliyin" (sebutan popular warga NU).

"Khususnya adalah bagaimana memberdayakan warga `alit` (kecil) yang berada di akar rumput NU, baik ekonomi dan sosialnya," kata cendekiawan NU yang menjabat Wakil Rektor Hasyim Asy`ari (Unhasy) Jombang, Prof Dr H Haris Supratno dalam perbincangan dengan Antara.

Mantan Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu menyoroti bahwa ajang muktamar lebih cenderung menonjol pada isu dan agenda "elit" NU -- seperti siapa Ketua Umum Pengurus Besar -- sehingga memerlukan "pengawalan", baik dari internal maupun eksternal NU untuk mengarahkan haluan pada pemberdayaan "alit" NU, yang jumlahnya tersebar dari Sabang di Aceh hingga Merakue di Papua.

"Yang dari eksternal, pengawalan itu juga kita butuhkan dari media massa untuk mengangkat isu-isu pemberdayaan warga NU yang kebanyakan masih di posisi marjinal," katanya.

Pada Muktamar ke-33 di Komisi Program membahas rencana program jangka panjang 2015-2026.

Pejabat "Rais Aam" Syuriah PBNU hingga muktamar di Jombang yakni Dr KH A Mustofa "Gus Mus" Bisri dalam pengantar menyebutkan NU sepanjang sejarahnya melaksanakan amanah berkhidmat tidak hanya untuk diri dan warganya saja, melainkan juga untuk bangsa dan negara.

Karena itu, setiap muktamar, bukan hanya persoalan intern NU yang dibahas, tapi juga persoalan-persoalan yang lebih luas, yakni mengenai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.

Sedangkan Ketua Panitia "Steering Committe" (SC) Muktamar ke-44 KH Slamet Effendy Yusuf menambahkan di Komisi Program dibahas rencana program jangka panjang 2015-2026 NU.

Di antaranya adalah masalah analisis ekternal dan internal NU, visi/cita-cita NU, Misi NU, tujuan, isu-isu strategis, dan program dasar seperti arah dan hasil yang diharapkan.



Pemihakan substantif


Bagian penting pembahasan di Komisi Program adalah terkait permodalan ekonomi rakyat.

Rujukannya, berdasar data Koperasi dan SIUP (Surat Izin Usaha dan Perdagangan) di tahun 2013, pegiat ekonomi mikro di Indonesia mencapai 98,78 persen dengan omset RP300 juta per tahun atau Rp 25 juta per bulan.

Jumlah yang besar ini memerlukan pemihakan yang lebih substantif dan berjangka panjang karena berdampak langsung pada pemerataan kesejahteraan rakyat.

Oleh karenanya, pemihakan ekonomi rakyat harus berorientasi pada perubahan struktural, yaitu dengan cara memperkuat posisi dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional.

Perubahan struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ketergantungan ke kemandirian, di mana perubahan struktural ini juga mensyarakatkan langkat-langkah dasar yang meliputi pengalokasian sumber daya, penguatan kelembagaan teknologi, dan pemberdayaan sumber daya manusia.

Langkah-langkah dasar tersebut meliputi: pertama, memberi peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi. Yang paling mendasar adalah akses pada permodalan untuk investasi dan untuk kerja.

Untuk mempermudah akses pelaku ekonomi kerakyatan terhadap lembaga keuangan, maka perlu dibentuk lembaga permodalan yang spesifik untuk penguatan ekonomi kerakyatan.

Kedua, memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, ketiga, meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, keempat, kebijaksanaan pengembangan industri harus mengarah pada penguatan industri rakyat yang terkait dengan industri besar.

Kelima, kebijaksanaan ketenagakerjaan yang mendorong tumbuhnya tenaga kerja mandiri sebagai cikal bakal wirausaha baru, yang nantinya akan berkembang menjadi wirausaha kecil dan saling menunjang, dan keenam, pemerataan pembangunan antardaerah.

Salah satu cendekiawan muda NU Dr Ir Ifan Haryanto, M.Sc juga melihat pemberdayaan ekonomi warga NU di akar rumput adalah sebuah keniscayaan, yang harus menjadi agenda paling utama kepemimpinan NU kini dan masa mendatang.

"Tentu, jika kita bertanya mengenai program menuju satu abad NU, maka pemberdayaan ekonomi adalah suatu keharusan," kata salah satu pegiat Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU kawasan Inggris Raya saat studi Master (S2) pada Economic Development and Policy, School of Public Policy, The University of Birmingham, Inggris itu.



Distribusi Informasi "Aswaja"


Dalam persidangan di Komisi Program pada Selasa (4/8) muncul semacam "gugatan" di mana para "nahdliyin", khususnya yang jauh dari "pusat" (PB-NU) akan pentingnya distribusi informasi mengenai mengenai paham "Ahlussunnah wal Jama`ah" (Aswaja) secara lebih merata guna membentengi warga NU dari gempuran paham Wahabi.

Aspirasi itu disuarakan wakil dari warga NU di daerah terpencil dan pelosok perdesaan luar Pulau Jawa melalui pengurus cabang (PC) dan pengurus wilayah (PW) yang menjadi "muktamirin".

"Aswaja" secara umum dimaknai sebagai orang-orang yang mengikuti sunnahNabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat.

Berbagai literatur menuliskan Wahabi adalah gerakan yang dikembangkan olehseorang teolog Muslim abad ke-18 Muhammad bin Abdul Wahhab dari Najd, ArabSaudi, yang menganjurkan membersihkan Islam dari "ketidakmurnian", dan Wahhabisme adalah bentuk dominan dari Islam di Arab Saudi. Kaum Wahabi biasanya selalu bersikap keras kepada pekerjaan sunnah yang sudah biasa dilakukan umat Muslim ahlus sunnah wal jama`ah (Sunni).

Dalam sidang yang diikuti 540 "muktamirin" yang dipimpin Ketua Lembaga Pendidikan Ma`arif NU KH Arifin Djunaidi itu, wakil peserta dari Pengurus NU Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel melaporkan bahwa bahan informasi mengenai paham Aswaja dari PBNU tidak terdistribusi ke daerah itu secara cukup.

"Distribusi buku dan bahan informasi mengenai Aswaja itu seperti `terputus` di PW (Pengurus Wilayah) NU," kata wakil dari Musi Banyuasin.

Sedangkan "muktamirin" dari Kalimantan juga menyampaikan kondisi yang sama, yakni informasi mengenai ke-NU-an dengan Aswaja-nya sangat minim di daerah tersebut.

"Kalau toh ada bahan informasi mengenai Islam, justru dari paham-paham lain yang bukan Aswaja," kata peserta dari Kalimantan.

"Kami merasa tertinggal untuk mengakses informasi mengenai NU, yang sepertinya lebih merata di kawasan yang dekat dengan NU pusat," tambahnya.

Peserta dari Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan juga mengangkat ikhwal minimnya informasi tentang Aswaja.

Selain itu, kebutuhan mendasar yang ditunggu adalah hadirnya sekolah-sekolah NU di daerah tersebut.

Wakil dari NU Lampung Ahmad Jaelani menyampaikan bahwa di era teknologi informasi (TI) saat ini, maka informasi mengenai NU dan Aswaja membutuhkan program penggunaan media "online" (dalam jaringan).

"Penggunaan TI sekarang ini adalah cara ampuh untuk mengimbangi informasi yang utuh mengenai NU dengan Aswaja-nya," katanya.

Ia mengusulkan juga disediakan program pengadaan sejuta bahan informasi dalam bentuk VCD untuk dapat diakses "Nahdliyin" di pelosok.

Atas pandangan dan aspirasi tersebut, Arifin Junaidi saat diwawancarai Antara usai sidang mengakui kondisi belum terdistribusinya secara merata bahan informasi

mengenai paham Aswaja itu, sehingga dibutuhkan gerakan masif untuk menyebarkan hingga daerah terpencil.

"Sebenarnya bahan informasi mengenai NU dan Aswaja dalam bentuk buku, bahan cetakan lain, `online` dan juga VCD sudah tersedia, hanya memang membutuhkan pendistribusian yang lebih merata lagi," katanya.

Ia mengaku sebenarnya setiap mengunjungi daerah, seperti di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan juga Papua juga mengecek adanya kebutuhan informasi dimaksud bagi warga NU setempat.

"Insya Allah pasca-muktamar, program distribusi akan ditingkatkan lagi," katanya.

Tema besar yang disepakati dan kemudian dibawa ke sidang pleno paripurna di antaranya soal program 10 tahun ke depan, menjalin jejaring kerja sama dengan parapihak, dan juga lahirnya Badan Pengembangan Ekonomi NU.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015